Sukses

Sentimen Perang Dagang Bebani Harga Minyak

Harga minyak turun hampir empat persen ke level terendah lebih dari dua bulan.

Liputan6.com, New York - Harga minyak turun hampir empat persen ke level terendah lebih dari dua bulan seiring penurunan persediaan minyak mentah Amerika Serikat (AS) lebih kecil dari perkiraan.

Melemahnya harga minyak juga didorong kekhawatiran perlambatan ekonomi global akibat perang dagang AS-China. The Energy Information Administration (EIA) mengatakan, stok minyak mentah AS turun hampir 300 ribu barel pada pekan lalu.

Angka ini lebih kurang dari perkiraan analis yang alami penurunan 900 ribu barel. Perkiraan tersebut dalam jajak pendapat Reuters. Angka ini juga jauh di bawah laporan American Petroleum Institute (API) yang di bawah 5,3 juta barel.

Penurunan minggu lalu kurangi stok mintak mentah dari level tertinggi sejak Juli 2017 yang terlihat pada minggu sebelumnya. Akan tetapi, stok minyak mentah masih sekitar lima persen dan di atas rata-rata lima tahunan.

"Laporan persediaan minyak mentah telah menambah sentimen penurunan yang berlaku pada sesi perdagangan hari ini. Kekhawatiran sisi permintaan yang muncul dari perang dagang AS-China yang sedang berlangsung diperkirakan tetap pendorong utama yang bebani harga minyak," ujar Abhishek Kumar, Analis Interfax Energy, seperti dikutip dari laman Reuters, Jumat (31/5/2019).

Harga minyak Brent berjangka turun USD 2,58 atau 3,7 persen ke posisi USD 66,87 per barel. Sementara itu, harga minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) susut USD 2,2 atau 3,8 persen ke posisi USD 56,69.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Perang Dagang Risiko untuk Harga Minyak

Posisi tersebut merupakan penutupan terendah sejak 12 Maret dan WTI sejak 8 Maret. Pada Mei, harga Brent melemah sekitar 8 persen dan WTI sekitar 11 persen yang akan menjadi penurunan bulan pertama untuk kedua harga minyak acuan itu dalam lima bulan.

"Perang dagang AS-China yang meningkat merupakan risiko bagi pasar minyak,” ujar Bernstein Energy.

Bernstein Energy meyebutkan, di bawah “skenario perang dagang”, permintaan minyak global akan hanya tumbuh 0,7 persen pada 2019. Melemahnya permintaan, Bernstein menyatakan, setiap kenaikan pasar minyak tertutup meski pasokan relatif terbatas.

Harga minyak pada 2019 didukung pengurangan produksi dari Organisasi Negara-Negara Pengekspor Minyak (OPEC) dan produsen lainnya serta penurunan pasokan dari anggota OPEC Iran dan Venezuela karena sanksi AS.

Ekspor minyak mentah AS Iran turun hingga kurang dari setelah pada April di kisaran 400 ribu per hari (bph) setelah AS memperketat sanksi terhadap sumber pendapatan utama Iran. Iran perlu ekspor setidaknya 1,5 juta-2 juta barel per hari minyak mentah untuk menyeimbangkan neracanya.

"Kami melihat banyak risiko eskalasi sebagian besar karena sanksi AS membuat Iran mengalami kesulitan ekonomi yang hampir tidak pernah terjadi sebelumnya," ujar Direktur Pelaksana RBC Capital Markets, Helima Croft.

Para pemimpin negara Arab berkumpul di Arab Saudi pada Kamis untuk KTT darurat. Diharapkan Arab Saudi dapat sampaikan pesan kuat kepada Iran kalau kekuatan regional akan membela kepentingannya setelah serangan terhadap aset minyak negara itu.

Sementara itu, utusan Iran-AS menyatakan,AS akan tanggapi dengan kekuatan militer jika kepentingannya diserang Iran.

Banyak analis juga perkirakan pengurangan pasokan yang dipimpin OPEC akan diperpanjang hingga akhir 2019 karena organisasi tersebut ingin mencegah harga minyak jatuh kembali ke level USD 50 per barel.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.