Sukses

Perhatikan Hal Ini Saat Beli Tiket Pesawat

Kementerian Perhubungan (Kemenhub) mengimbau masyarakat lebih jeli dalam membeli tiket pesawat.

Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Perhubungan (Kemenhub) mengimbau masyarakat lebih jeli dalam membeli tiket pesawat. Hal ini untuk menghindari tingginya harga tiket yang dibeli.

Sekretaris Direktorat Jenderal Perhubungan Udara Kementeri‎an Perhubungan, Nur Isnin Istiartono mengatakan, masyrakat harus berhati-hati dalam membeli tiket pesawat saat musim mudik, dengan membandingkan harga tiket saat kondisi normal.

‎"Makanya hati-hati, hati-hati. Tadi disampaikan hati-hati dalam membeli tiket termasuk melihat di online. Cek betul, kalau normalnya enggak mungkin itu," kata Isnin, di Kantor Kementerian Perhubungan, Jakarta, Kamis (29/5/2019).

Isnin menambahkan, untuk membeli tiket yang perlu diperhatikan adalah rute yang ditempuh, sebab ada tiket yang dijual dengan sistem transit. Hal ini yang membuat harga tiket menjadi mahal.

"Itu namanya muter-muter piknik itu, hati-hati saja. Dicek betul kalau itu enggak layak jangan dibeli," tuturnya.

Kementerian Perhubungan pun sedang berkordinasi dengan agen penjual tiket online, untuk menetralisir penjualan tiket pesawat dengan sistem transit.

"Iya sedang berkoordinasi bagaimana itu bisa dinetralisir tidak tahu bagaimana caranya, itu memang masalah online. Kami akan berkoordinasi‎," tandasnya.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Kemenhub Imbau Masyarakat Lebih Teliti Beli Tiket Pesawat

Kementerian Perhubungan (Kemenhub) mengingatkan masyarakat agar berhati-hati ketika membeli tiket pesawat terbang lewat agen perjalanan.

Hal itu disampaikan Sesditjen Perhubungan Udara, Nur Isnin Istiartono. Ia menuturkan, masyarakat sebaiknya mengecek betul detail perjalanan ketika membeli tiket pesawat terbang.

Dia mengakui, ada sebagian masyarakat yang mengeluh karena harga tiket yang dibeli. Bahkan hingga melampaui tarif batas atas (TBA). Setelah dicek, ternyata tiket yang dibeli adalah multi rate alias bukan penerbangan langsung.

"Kemarin dari pengawasan tak ada rute yang lebih TBA. Pas dicek ternyata dia multi rute. Misalnya mau beli Jakarta-Surabaya ternyaya dia belinya tiket-Makassar-Bali-Surabaya," kata dia, di Kementerian Perhubungan, Jakarta, Rabu, 29 Mei 2019. 

"Jadi tiket penerbangan langsung sudah habis, diupayakan (oleh travel agent) tapi bukan penerbangan langsung," imbuh dia.

Oleh karena itu, dia sekali lagi meminta kehati-hatian masyarakat saat membeli tiket pesawat. Hal ini penting agar masyarakat tidak merasa dirugikan.

"Tolong check itu penerbangan langsung atau beberapa tiket (multi rate). Kalau beberapa tiket itu memang harga tinggi," ujar dia.

Dia pun meminta masyarakat untuk tak segan-segan mengadu kepada pihaknya jika harga yang diperoleh melebihi TBA, saat membeli tiket untuk penerbangan langsung.

"Kalau langsung harga tinggi itu kewajiban pemerintah untuk memberikan sanksi," tandasnya.

3 dari 3 halaman

Tanggapan YLKI

Sebelumnya, Anggota Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Sudaryatmo mengatakan agar harga tiket pesawat bisa dijangkau oleh masyarakat maka tidak cukup dengan menurunkan tarif batas atas alias TBA. YLKI justru menyatakan keberatan dengan penurunan tarif batas atas tiket pesawat.

"Kami keberatan dengan langkah Kemenhub. Mestinya kalau TBA turun maka struktur cost juga harus diturunkan. Kemenhub anti pasar. Bagaimana menjadikan iklim persaingan penerbangan lebih kompetitif. Kalau ada iklim kompetitif akan mendorong Airlines efisien," kata dia, di Jakarta, Sabtu, 25 Mei 2019.

Menurut dia, untuk menciptakan kompetisi, maskapai penerbangan selain Garuda Grup dan Lion Air Grup perlu diperkuat. Sebab dapat menjadi penyeimbang dalam bisnis penerbangan di Indonesia.

Maskapai semacam Air Asia, kata dia, bisa memberikan harga tiket pesawat yang lebih rendah dan terjangkau. Sayangnya, market share Air Asia masih kecil. "Air Asia market kecil, Indonesia ideal ada 3-5 air line independen. Sekarang baru ada 3 perusahaan, Lion Group dan Garuda Group dominan," ungkapnya.

Menurut dia, saat ini terjadi duopoli dalam bisnis penerbangan di Indonesia. Size perusahaan dan anak perusahaan yang besar membuat Garuda Indonesia dan Lion Air menjadi sangat dominan. Dia mengatakan di antara dua maskapai ini tidak terjadi kompetisi.

"Sebenarnya yang terjadi grup Garuda, Citilink, Sriwijaya, Lion Air, Batik, Wings itu tidak ada kompetisi sebetulnya. Karena dari sisi harga, Lion ikuti Garuda," tegas dia.

Berhadapan dengan kenyataan seperti ini, lanjut dia, kehadiran maskapai lain sangat diperlukan. "Apa bedanya cost mereka? AirAsia kenapa lebih murah? Efisiensi. Artinya efisiensi Garuda, Lion di-deliver ke konsumen. Kedua tiket mahal sturktur pasar industri aviasi cenderung ke duopoli kemudian dari dua kelompok besar tadi tidak berkompetisi satu leader, satu followers," imbuh dia.

"Langkah yang dilakukan bukan supaya harga tiket pesawat Lion, Garuda turun, tapi Pemerintah baca efisiensi di AirAsia dan menekan Garuda lebih efisien. Kalau AirAsia bisa lebih murah kenapa Lion dan Garuda tidak efisien," tandasnya.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.