Sukses

Respon Jokowi Soal Defisit Neraca Dagang RI Tembus USD 2,5 Miliar

Industrialisasi dan hilirisasi menjadi kunci utama sehingga negara bisa memproduksi barang jadi ketimbang bahan mentah.

Liputan6.com, Jakarta Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat neraca perdagangan Indonesia pada April 2019 defisit sebesar USD 2,5 miliar. Defisit dipicu defisitnya sektor migas sebesar USD 1,49 miliar, dan non-migas senilai USD 1,01 miliar.

Defisit neraca perdagangan tersebut merupakan yang terparah sepanjang sejarah, melampaui perolehan pada Juli 2013 lalu yang sebesar USD 2,33 miliar.

Menyikapi hal tersebut, Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyatakan, defisit neraca perdagangan memang merupakan persoalan besar. Kunci utama untuk memangkas defisit tersebut ialah penguatan ekspor.

"Tapi rumusnya, kalau ekspornya tidak meningkat, substitusi impornya tidak diproduksi sendiri di dalam negeri, sampai kapanpun enggak akan rampung mulu," ujar dia di Bendungan Rotiklot, Kabupaten Belu, Nusa Tenggara Timur, Senin (20/5/2019).

Dengan begitu, ia melanjutkan, industrialisasi dan hilirisasi menjadi kunci utama sehingga negara bisa memproduksi barang jadi ketimbang bahan mentah.

"Oleh sebab itu kuncinya industrialisasi. Kuncinya hilirisasi. Jangan sampai ngirim bahan mentah, jangan sampai ngirim raw material. Semuanya harus ada nilai tambah di dalam negeri. Kuncinya di situ aja," tegasnya.

"Kayak sekarang ini sudah kerjakan avtur, sekarang udah enggak impor. Kerjain di sini nanti mulai bulan depan sudah enggak ada impor avtur dan solar," dia menambahkan.

Jokowi pun mempermasalahkan bilamana Indonesia ke depannya masih terus bergantung kepada impor tanpa bisa memproduksi barang jadi sendiri.

"Sampai kapan pun defisitnya pasti akan besar kalau impor, enggak usah diceritain. Yang paling penting itu bagaimana menyelesaikan persoalan itu," pungkas dia.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Defisit Terbesar Neraca Dagang Imbas Impor Premium dan Pertamax

Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Archandra Tahar buka suara terkait defisit neraca dagang sektor migas pada kuartal I 2019.

Dia menuturkan, peningkatan impor migas terjadi karena naiknya impor BBM jenis Premium dan Pertamax, sementara impor minyak mentah turun.

"Pada bulan April ada kenaikan volume impor, iya. Tapi tidak dengan crued oil (minyak mentah). Crued oil kita impor turun," kata dia saat ditemui, di Kemenko Perekonomian, Jakarta, Jumat (17/5/2019).

Naiknya impor BBM dilakukan karena ada peningkatan kebutuhan jelang Lebaran. "Kalau kita lihat fenomena ini untuk ketahanan stok lebaran dan naiknya harga minyak yang di luar kendali kita, maka naiklah defisit neraca perdagangan," ujar dia.

Adanya perubahan perilaku masyarakat yang lebih memilih mudik lewat jalur darat, kata Archandra, kemudian mendorong naiknya kebutuhan BBM. Kebutuhan tersebut dipenuhi lewat impor.

"Ada perilaku konsumen yang beralih dari udara ke jalan tol. Apalagi pada bulan Ramadan dan bulan puasa nanti diperkirakan banyak pemudik yang menggunakan jalan tol, makanya stoknya kita lebihkan. Karena harus dilebihkan maka volume impornya (naik)," ungkap Archandra.

Nilai impor kemudian membengkak karena adanya kenaikan harga minyak dunia. "Selain volume naik, harga crued atau BBM naik sehingga menghasilkan impor yang nilainya lebih tinggi.  Kalau crued naik, BBM itu biasanya mengikuti crued (oil)."

Archandra mengatakan, pihaknya prediksi, impor BBM turun pada Juni seiring dengan berakhirnya periode Lebaran.

"Kita berharap pada bulan depan ada kemungkinan, ada harapan turun. Volumenya ya. Kalau harga tidak bisa kita prediksi. BBM ada kemungkinan setelah Lebaran. Juni mungkin turun sedikit," ujar dia.

"Solar kita tidak ada impor sampai bulan ini. Menggunakan semua produksi kilang Pertamina untuk digunakan di dalam negeri. Maka impor solarnya makin lama, makin mengecil," tandas Archandra.

 

Reporter: Wilfridus Setu Embu

Sumber: Merdeka.com

3 dari 3 halaman

Realisasi Neraca Perdagangan Migas

Diketahui, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat terdapat selisih defisit USD 2,76 miliar pada realisasi neraca perdagangan migas di April 2019. Hal itu terjadi karena nilai impornya lebih besar daripada ekspor. 

Defisit neraca dagang migas sebesar USD 2,76 miliar tercatat sepanjang Januari-April 2019. Di mana ekspor migasnya sebesar USD 4,22 miliar dan impornya USD 6,99 miliar.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini