Sukses

Kaltim dan Kalteng Jadi Kandidat Ibu Kota Baru, Ini Plus Minusnya

Kalimantan Timur dan Kalimantan Tengah jadi pilihan untuk ibu kota baru

Liputan6.com, Jakarta - Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah mengunjungi beberapa lokasi di Kalimantan untuk menindaklanjuti rencana pemindahan Ibu Kota Negara dari Jakarta. Lokasi yang dikunjungi yaitu Kalimantan Timur dan Kalimantan Tengah.

Menteri PPN/Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro mengatakan dari hasil kunjungannya, setidaknya sudah ada beberapa kesimpulan dari dua wilayah yang bakal menjadi lokasi ibu kota tersebut.

Untuk Kalimantan Tengah, Bambang memaparkan keunggulannya yaitu memiliki akses terhadap Bandara Tjilik Riwut (Hierarki Pengumpul Tersier), bebas bencana gempa bumi, 97,04 persen wilayah tergolong ke dalam area yang aman dari banjir.

"Selain itu, Kalteng juga tidak berbatasan langsung dengan batas negara, ketersediaan lahan yang luas dengan 70 persen status hutan produksi konversi (bebas konsesi) dan hutan produksi dengan konsesi Hutan Alam," kata Bambang di kantornya, Kamis (16/5/2019).

Hanya saja, ada beberapa kelemahan yang disimpulkan Bambang. Pertama lokasi jauh dari pelabuhan laut sekitar ±6 jam, ketersediaan sumber daya air tanah terbatas, hanya tersedia air sungai.

Selain itu sebagian besar wilayah deliniasi memiliki lapisan gambut yang rentan terhadap kebakaran hutan dan lahan, truktur demografi relatif homogen dan secara historis pernah terjadi konflik sosial (peristiwa Sampit)

Untuk wilayah Kalimantan Timur, Bambang memaparkan beberapa kelebihannya menjadi kandidat ibu kota, yaitu dekat dengan dua bandara besar di Samarinda dan Balikpapan, dekat dengan akses Jalan Tol Balikpapan-Samarinda, dan dekat dengan Pelabuhan Semayang Balikpapan.

Selanjutnya, keunggulan lainnya adalah ketersediaan infrastruktur jaringan energi dan air bersih, struktur demografi heterogen, sebagian besar merupakan pendatang, lokasi delineasi dilewati oleh ALKI II di sekitar Selat Makassar, bebas hutan, bencana alam gempa bumi dan kebakaran.

"Kaltim juga tidak berbatasan langsung dengan batas negara, memiliki ketersediaan lahan dengan status APL, hutan produksi dengan konsesi HTI dan hutan produksi yang bebas konsesi," tambahnya.

Sementara untuk kelemahannya untuk menjadi ibu kota hanya ada dua poin, yaitu rawan banjir pada wilayah yang dekat dengan hulu DAS dan etersediaan sumber daya air tanah rendah.

"Kalau dilihat dari kelemahannya, lebih sedikit Kalimantan Timur," tegas Bambang.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Pemerintah Gandeng Arsitek dan Seniman Bangun Ibu Kota Baru di Luar Jawa

Pemerintahan Jokowi-JK tengah mengkaji rencana pemindahan ibu kota dari Jakarta ke luar Pulau Jawa.

Kajian awal mengenai rencana tersebut diperkirakan selesai akhir tahun ini sehingga pada 2020 pembangunan infrastruktur dasar mulai dikerjakan. 

Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Basuki Hadimuljono mengatakan, pemerintah akan mengajak pihak-pihak yang memiliki kompetensi mumpuni dalam pembangunan ibu kota baru ini. Beberapa di antaranya adalah arsitek dan seniman. 

"Sekarang ini lagi saya kumpulkan para arsitek dan mungkin seniman juga untuk mendesain bentuk ibu kota baru nanti," ujar Menteri Basuki di Gedung Kemenko bidang Perekonomian, Jakarta, Selasa (14/5/2019).  

Basuki masih menghitung jumlah arsitek yang akan diperlukan nantinya. Namun, apabila melihat dari pengalaman revitalisasi Gelora Bung Karno beberapa tahun lalu, setidaknya satu tim ada tujuh orang arsitek.

Basuki juga menambahkan, pihaknya tetap akan melibatkan Ikatan Arsitek Indonesia (IAI) dalam mengerjakan proyek besar ini. 

"Saya di support oleh Ikatan Arsitek Indonesia (IAI). Jadi nanti saya juga ketemu IAI, dan juga akan diundang oleh presiden IAI untuk bisa menterjemahkan kira-kira istana kaya apa. kebutuhan istana, kebutuhan ibu kota negara, dari segi pertahanannya, dari segi efisiensi kantor, jadi itu ada semua," tandasnya. 

3 dari 4 halaman

Pindah Ibu Kota Bisa Bantu Jakarta Saingi Kuala Lumpur dan Bangkok

Pemerintah tengah mengkaji beberapa lokasi untuk bisa dijadikan ibu kota negara baru pengganti DKI Jakarta. Meski pusat pemerintahan hengkang dari Jakarta, namun hal ini tidak akan megganggu pertubuhan ekonomi Jakarta itu sendiri.

Menteri PPN/Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro mengatakan, dengan pemindahan ibu kota ini dinilai justru mampu meningkatkan daya saing Jakarta sebagai kota bisnis.

Bambang menilai transaksi bisnis di Jakarta merupakan yang cukup tinggi jika dibandingkan kota-kota lain di Indonesia. Namun jika dibandingkan kota bisnis di ASEAN, Jakarta masih kalah dari Singapura, Kuala Lumpur (Malaysia) dan Bangkok (Thailand).

"Jakarta tetap akan berkembang bahkan membantu menjadikan Jakarta makin terpandang di dunia. Kalau sama Singapura sudah terlalu jauh, tapi paling tidak se-Level dengan Kuala Lumpur dan Bangkok," kata Bambang di Kantor Kepala Staf Presiden, Selasa (13/5/2019).

Pemindahan pusat pemerintahan ini menjadikan peluang perusahaan swasta masuk ke Jakarta semakin besar. Dengan demikian, transaksi bisnis akan semakin banyak.

Tidak hanya wilayah Jakarta yang ditinggalkan, Kalimantan, dengan salah satu kota yang menjadi tujuannya, pertumbuhan ekonomi juga akan meningkat drastis.

Meski demikian, Bambang berpendapat porsi pertumbuhan ekonomi wilayah ini tidak terlalu signifikan dalam mendongkrak pertmbuhan ekonomi nasional.

"Dampak pertumbuhan ekonomi ada untuk Kalimantan. Kalau secara nasional tidak banyak ke pertumbuhan tapi lebih banyak ke pemerataan karena tujuan awalnya itu. Jadi bagaiaman menciptakan pusat pertumbuhan ekonomi baru di luar Jawa," pugkasnya.

4 dari 4 halaman

Jumlah Penduduk Ibu Kota Baru akan Dibatasi

Bambang juga mengatakan, pembangunan infrastruktur dasar ibu kota baru dapat dimulai pada 2020. Hal ini dapat terwujud apabila kajian lokasi ibu kota baru selesai tahun ini.

"Kajian ini akan kita finalkan tahun ini sehingga keputusan lokasi juga kita harapkan bisa dilakukan tahun ini. Sehingga 2020 bisa dilakukan paling tidak persiapan untuk pembangunannya maupun pembangunan infrastruktur dasar itu sendiri," ujarnya di Kantor Staf Presiden, Jakarta, Senin (13/5/2019).

Bambang melanjutkan selain kajian lokasi, pemindahan ibu kota baru juga membutuhkan landasan hukum yang kuat. Landasan hukum ini pun membutuhkan koordinasi antara pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). 

"Yang pasti beberapa produk hukum yang diperlukan awalnya adalah RTRW (Rencana Tata Ruang Wilayah) ini harus direvisi tentunya kalau ada wilayah yang akan dijadikan ibu kota baru," jelasnya.

Menteri Bambang menambahkan, calon ibu kota baru nantinya tidak boleh padat penduduk seperti kondisi Jakarta saat ini. Ibu kota baru ini, dipersiapkan menampung 1,5 juta penduduk yang terdiri dari anggota legislatif, yudikatif dan eksekutif antara lain PNS, Polri, TNI, DPR, MA dan MK dengan masing-masing anggota keluarga 4 orang.

"Ibu kota baru pun seperti saya sampaikan didesain hanya untuk 1,5 juta orang. Ini jumlah yang udah memperhitungkan jumlah maksimalnya. Karena perkiraan PNS di pusat beserta legislatif dan yudikatif. Karena DPR juga pindah, yudikatif MA, MK juga pindah perkiraan 200.000 orang," jelasnya.

"Kemudian yang Polri-TNI 25.000. Kemudian pihak keluarga yang pindah patokan satu keluarga 4 orang itu 800.000 ditambah pelaku bisnis yang mendukung kegiatan ekonomi di ibu kota baru karena pasti ada kegiatan ekonomi bisnis yang terkait dengan ibu kota baru. Sehingga total 1,5 juta orang," tandasnya.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.