Sukses

Pemerintah Gandeng Arsitek dan Seniman Bangun Ibu Kota Baru di Luar Jawa

Kajian awal mengenai rencana pemindahan ibu kota diperkirakan selesai akhir 2019.

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintahan Jokowi-JK tengah mengkaji rencana pemindahan ibu kota dari Jakarta ke luar Pulau Jawa.

Kajian awal mengenai rencana tersebut diperkirakan selesai akhir tahun ini sehingga pada 2020 pembangunan infrastruktur dasar mulai dikerjakan. 

Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Basuki Hadimuljono mengatakan, pemerintah akan mengajak pihak-pihak yang memiliki kompetensi mumpuni dalam pembangunan ibu kota baru ini. Beberapa di antaranya adalah arsitek dan seniman. 

"Sekarang ini lagi saya kumpulkan para arsitek dan mungkin seniman juga untuk mendesain bentuk ibu kota baru nanti," ujar Menteri Basuki di Gedung Kemenko bidang Perekonomian, Jakarta, Selasa (14/5/2019).

Basuki masih menghitung jumlah arsitek yang akan diperlukan nantinya. Namun, apabila melihat dari pengalaman revitalisasi Gelora Bung Karno beberapa tahun lalu, setidaknya satu tim ada tujuh orang arsitek.

Basuki juga menambahkan, pihaknya tetap akan melibatkan Ikatan Arsitek Indonesia (IAI) dalam mengerjakan proyek besar ini. 

"Saya di support oleh Ikatan Arsitek Indonesia (IAI). Jadi nanti saya juga ketemu IAI, dan juga akan diundang oleh presiden IAI untuk bisa menterjemahkan kira-kira istana kaya apa. kebutuhan istana, kebutuhan ibu kota negara, dari segi pertahanannya, dari segi efisiensi kantor, jadi itu ada semua," tandasnya. 

 

Reporter: Anggun P.Situmorang

Sumber: Merdeka.com

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Pemerintah Siapkan Insentif untuk Pembangunan Ibu Kota Baru

Sebelumnya, Pemerintah Jokowi-JK tengah mengkaji rencana pemindahan ibu kotadari Jakarta ke luar Jawa. Pemindahan tersebut rencananya akan menelan dana sekitar Rp 323 triliun sampai Rp Rp 466 triliun dari perencanaan hingga pembangunan ibu kota.

Menteri Perencanaan dan Pembangunan Nasional Bambang Brodjonegoro mengatakan, pemerintah akan menggandeng Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan swasta ketika membangun ibu kota baru. Untuk menarik minat BUMN dan swasta, pemerintah pun berencana memberi insentif.

Adapun tujuan pelibatan BUMN dan swasta tersebut agar penggunaan Anggaran Penerimaan dan Belanja Negara (APBN) dapat ditekan seminimal mungkin.

"Kemudian juga insentif ya karena kita ingin dorong meskipun biayanya pasti tidak murah tapi kita ingin penggunaan APBN seminimal mungkin sehingga kita akan buat aturan khusus bagaimana swasta itu bisa terlibat," ujar Bambang di Kantor Staf Presiden, Jakarta, Senin, 13 Mei 2019.

Bambang melanjutkan, pelibatan BUMN dan swasta dalam pembangunan kota baru nantinya diharapkan mampu menekan mayoritas APBN. Meski demikian, hal tersebut masih akan dibahas bersama Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).

"Swasta dan BUMN bisa terlibat di dalam pembangunan ibu kota baru. Kita harus siapkan baik insentif maupun skema pembiayaannya dan tentunya nantinya dengan DPR harus kita bahas mengenai penetapan UU-nya sekaligus menegaskan persetujuan untuk ibu kota baru," tutur dia.

 

 

3 dari 3 halaman

Ini Risiko Jika Ibu Kota Pindah

Presiden Republik Indonesia Joko Widodo (Jokowi) merencanakan pemindahan Ibu Kota Negara. Sejumlah lokasi di luar Jawa tengah ditinjau untuk memastikan kesiapannya.

Pengamat Ekonomi dari Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Bima Yudhistira memandang, sebelum merealisasikan pemindahan ibu kota, pemerintah dinilai perlu memperhatikan sejumlah risiko.

Pertama, dengan telah diketahuinya beberapa lokasi yang menjadi opsi Ibu Kota Negara nantinya, menjadikan lahan bagi para spekulan tanah. Ini nanti bisa menyebabkan biaya pembebasan lahan cukup tinggi.

"Ini pada akhirnya bisa terkait beban utang pemerintah yang semakin membengkak," kata dia kepada Liputan6.com, Senin, 13 Mei 2019.

Kedua, jika salah satu alasan pemerintah pemindahan ibu kota karena DKI Jakarta sudah terlalu macet, sebenarnya itu bukan solusi terbaik.

"Ini tidak menyelesaikan masalah kemacetan. Jumlah kendaraan dinas ynag berkurang tidak signifikan dibanding kendaraan pribadi dari swasta dan rumah tangga," tambahnya.

Resiko ketiga adalah mampu meningkatkan inflasi. Pada kenyataannya, dengan adanya arus urbanisasi sebagai dampak pemindahan ibu kota negara ini akan menimbulkan melonjaknya harga kebutuhan pokok di kota yang menjadi pilihan pemindahan ibu kota.

Dan risiko keempat, pemerintah dinilai harus membangun ekonomi masyarakat yang akan menjadi ibu kota baru sebelum nantinya dipindahkan.

"Ketimpangan di ibu kota baru makin melebar imbas pendatang, karena mereka lebih mampu secara ekonomi, dibanding dengan penduduk lokal yang miskin," pungkasnya.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.