Sukses

Simak, Ini Tahapan dan Waktu Pemindahan Ibu Kota Negara

Untuk 2019-2020, tahapan pemindahan ibu kota adalah penyelesaian kajian pemindahan ibu kota dan juga proses pertimbangan dengam DPR RI.

Liputan6.com, Jakarta - Presiden Republik Indonesia Joko Widodo (Jokowi) telah menyetujui pemindahan ibu kota negara ke luar Pulau Jawa. Kalimantan menjadi salah satu opsi terkuatnya. Hanya saja kota mana yang dipilih, belum diputuskan.

Meski demikian, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro mengungkapkan sudah memiliki time line atau tahapan waktu pemindahan ibu kota tersebut.

Untuk 2019-2020, tahapannya adalah penyelesaian kajian pemindahan ibu kota dan juga proses pertimbangan dengam DPR RI. Pertimbangan ini dilakukan untuk mengetahui produk hukum apa yang bisa mempercepat rencana tersebut.

"Termasuk keputusan mengenai tanah dan lokasinya dimana harus tahun ini, itu kalau mau 2020 kita sudah mulai masuk siapkan lahannya," kata Bambang di Kantor Kepala Staf Presiden, Jakarta, Senin (13/5/2019).

Untuk memindahkan ibu kota, pemerintah membutuhkan lahan kurang lebih 40 ribu hektare (Ha) secara keseluruhan kotanya, dimana 2.000 Ha khusus wilayah pusat pemerintahan.

Dengan lahan seluas itu, pada 2020-2021 pemerintah melalui Badan Pertanahan Nasional (BPN) mulai mengeksekusi dan menertibkan lahan yang akan digunakan. Karena sebagian masih berstatus Haka Guna Usaha (HGU).

Setelah itu, baru masuk tahun 2022 hingga 2024, proses konstruksi dilakukan. Konstruksi ini mulai dari sarana infrastruktur dasar hingga fasilitas pendukung lainnya dalam sebuah kota.

"Sehingga paling tidak 2024 sudah mulai ada aktifitas pemindahan layanan pemerintahan ke ibu kota baru. Apakah seluruhnya atau sebagian," pungkas Bambang.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Ini Risiko Jika Ibu Kota Pindah

Sebelumnya, Pengamat Ekonomi dari Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Bima Yudhistira memandang, sebelum merealisasikan pemindahan ibu kota, pemerintah dinilai perlu memperhatikan sejumlah risiko.

Pertama, dengan telah diketahuinya beberapa lokasi yang menjadi opsi Ibu Kota Negara nantinya, menjadikan lahan bagi para spekulan tanah. Ini nanti bisa menyebabkan biaya pembebasan lahan cukup tinggi.

"Ini pada akhirnya bisa terkait beban utang pemerintah yang semakin membengkak," kata dia kepada Liputan6.com, Senin (13/5/2019). 

Kedua, jika salah satu alasan pemerintah pemindahan ibu kota karena DKI Jakarta sudah terlalu macet, sebenarnya itu bukan solusi terbaik.

"Ini tidak menyelesaikan masalah kemacetan. Jumlah kendaraan dinas ynag berkurang tidak signifikan dibanding kendaraan pribadi dari swasta dan rumah tangga," tambahnya.

Resiko ketiga adalah mampu meningkatkan inflasi. Pada kenyataannya, dengan adanya arus urbanisasi sebagai dampak pemindahan ibu kota negara ini akan menimbulkan melonjaknya harga kebutuhan pokok di kota yang menjadi pilihan pemindahan ibu kota.

Dan risiko keempat, pemerintah dinilai harus membangun ekonomi masyarakat yang akan menjadi ibu kota baru sebelum nantinya dipindahkan.

"Ketimpangan di ibu kota baru makin melebar imbas pendatang, karena mereka lebih mampu secara ekonomi, dibanding dengan penduduk lokal yang miskin," pungkasnya.

3 dari 3 halaman

Jokowi Tinjau 2 Lokasi Ibu Kota Baru, Mana yang Dipilih?

 Presiden Joko Widodo (Jokowi) beberapa waktu lalu telah melakukan peninjauan dua calon lokasi ibu kota baru, yakni yang terletak di Kalimantan Timur dan Kalimantan Tengah.

Lantas, mana lokasi yang paling tepat untuk dijadikan kantor pemerintahan baru?

Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono yang juga turut serta dalam rombongan mengabarkan, pemerintah telah mengantongi beberapa penilaian. "Semua ada plus minusnya," ungkapnya di Gedung Kementerian PUPR, Jakarta, pada Jumat 10 Mei 2019.

Untuk di Kalimantan Timur, ia mengatakan, ada beberapa penilaian positif yang didapat, antara lain keberadaan kota besar seperti Balikpapan dan Samarinda yang jarak tempuhnya tidak jauh dari kawasan laut. 

"Kemudian daratannya kondisi topografi perbukitan. Prasarana jalan sudah ada jalan tol, sehingga kesiapan untuk kehidupan perkotaan positif di situ. Tapi di bawahnya ada lahan batu bara, itu harus diselidiki dulu," sambungnya.

Sedangkan di Kalimantan tengah, ia melanjutkan, faktor lingkungan yang masih alami dan belum banyak terjamah menjadi nilai plus tersendiri. Meskipun menyisakan pekerjaan berupa pembangunan infrastruktur yang harus banyak dimulai.

"Di Kalimantan Tengah, di gunung mas, daerahnya remote. Tapi bagus. Hutannya masih asli. Jalan nasionalnya sudah kita bangun, bagus. Tapi dia jauh dari kota, sehingga perlu prasarana dasar yang lebih dari Kalimantan Timur," terangnya.

Berdasarkan hasil peninjauan itu, Menteri Basuki pun menyatakan, pemerintah juga masih harus mempertimbangkan faktor lain seperti aspek sosial budaya masyarakat setempat untuk menentukan lokasi ibu kota baru.

"Sosial budaya di Kalimantan Tengah dan Kalimantan Timur juga kan mungkin beda. Nah ini harus dikaji dulu oleh Bappenas. Menerima 1,5 juta orang baru kan enggak gampang. Itu harus dipelajari," pungkasnya.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.