Sukses

Terlambat Bayar THR, Pengusaha Bisa Kena Denda 5 Persen

Kemnaker menyiapkan sanksi bagi perusahaan atau pemberi kerja yang tidak membayarkan Tunjangan Hari Raya (THR).

Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) menyiapkan sanksi bagi perusahaan atau pemberi kerja yang tidak membayarkan Tunjangan Hari Raya (THR) kepada pekerjanya sesuai dengan ketentuan.

Menteri Ketenagakerjaan, Hanif Dhakiri mengungkapkan, pemberian THR Keagamaan merupakan kewajiban yang harus dilaksanakan pengusaha kepada pekerja.

Hal ini sesuai dengan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) Nomor 6 Tahun 2016 tentang Tunjangna Hari Raya Keagamaan bagi Pekerja/Buruh di Perusahaan.

"Kita minta perusahaan memastikan  pembayaran THR sesuai dengan ketentuan yang berlaku," ujar dia di Jakarta.

Berdasarkan Permenaker tersebut, dalam Bab IV diatur soal denda dan sanksi yang diberikan kepada perusahaan atau pengusaha yang tidak mengikuti ketentuan soal pemberian THR. Salah satunya keterlambatan pembayaran THR bagi pekerja.

Pasal 10 Bab IV Permenaker tersebut menyatakan, pengusaha yang terlambat membayar THR keagamaan kepada pekerja, dikenai denda sebesar 5 persen dari total THR keagamaan yang harus dibayar sejak berakhirnya batas waktu kewajiban pengusaha untuk membayar. 

Hal ini juga berlaku bagi pengusaha yang tidak membayar THR kepada pekerjanya.‎ Pengenaan denda tersebut tidak menghilangkan kewajiban pengusaha untuk tetap membayar THR keagamaan kepada pekerja.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Menaker: THR Wajib Dibayar 7 Hari Sebelum Lebaran

Sebelumnya, Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Hanif Dhakiri meminta perusahaan membayar tunjangan hari raya (THR) paling lambat tujuh hari (H-7) sebelum Hari Raya Idul Fitri.

"THR Keagamaan wajib dibayarkan paling lambat tujuh hari sebelum hari raya keagamaan. Kita minta perusahaan memastikan pembayaran THR sesuai dengan ketentuan yang berlaku ," kata Hanif dalam keterangan tertulis, Rabu, 8 Mei 2019.

Hanif mengatakan, pemberian THR Keagamaan merupakan kewajiban yang harus dilaksanakan pengusaha kepada pekerja. Hal ini sesuai dengan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 6 Tahun 2016.

Besaran THR bagi pekerja yang mempunyai masa kerja 12 bulan secara terus menerus atau lebih, memperoleh THR 1 bulan upah. Sedangkan bagi pekerja yang mempunyai masa kerja 1 bulan secara terus-menerus tetapi kurang dari 12 bulan, THR-nya diberikan secara proporsional sesuai dengan perhitungan yang sudah ditetapkan, yaitu masa kerja dibagi 12 bulan dikali 1 bulan upah.

Sementara itu, bagi pekerja harian lepas yang mempunyai masa kerja 12 bulan atau lebih, besaran THR-nya berdasarkan upah 1 bulan yang dihitung berdasarkan rata-rata upah yang diterima dalam 12 bulan terakhir sebelum hari raya keagamaan.

 

3 dari 3 halaman

Pekerja Lepas

Sedangkan bagi pekerja lepas yang mempunyai masa kerja kurang dari 12 bulan, upah 1 bulan dihitung berdasarkan rata-rata upah yang diterima tiap bulan selama masa kerja.

"Bagi perusahaan yang menetapkan besaran nilai THR dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, perjanjian kerja bersama, atau kebiasaan lebih besar dari nilai THR yang telah ditetapkan, maka THR Keagamaan yang dibayarkan kepada pekerja sesuai dengan yang tertera di perjanjian kerja, peraturan perusahaan, perjanjian kerja bersama, atau kebisaan yang telah dilakukan," kata Menaker Hanif.

"Jika mengacu pada regulasi, pembayaran THR dilakukan paling lambat H-7. Tapi, saya mengimbau kalau bisa pembayaran dilakukan maksimal dua minggu sebelum Lebaran. Hal ini dilakukan agar pekerja dapat mempersiapkan mudik dengan baik," kata Menaker Hanif.

"Kita juga akan segera menerbitkan surat edaran THR kepada para Kepala Daerah dan membuka posko pengaduan THR. Bagi pekerja yang THR-nya tidak dibayarkan bisa mengadu ke posko pengaduan THR yang akan dibuka di dinas-dinas tingkat Provinsi dan Kabupaten/Kota serta di tingkat yaitu di Kantor Kementerian Ketenagakerjaan," tutur Hanif.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.