Sukses

Kewajiban SNI Tak Berdampak pada Harga Jual Pelumas

Kewajiban Standar Nasional Indonesia (SNI) tidak akan berdampak pada harga jual produk pelumas di dalam negeri.

Liputan6.com, Jakarta - Kewajiban Standar Nasional Indonesia (SNI) tidak akan berdampak pada harga jual produk pelumas di dalam negeri. Kewajiban ini akan berlaku mulai September 2019.

Ketua Masyarakat Pelumas Indonesia (Maspi), Barman Tambunan mengatakan, ‎untuk mendapatkan sertifikasi SNI, produsen pelumas memang harus mengeluarkan biaya tambahan, di luar ongkos produksi yang selama ini disiapkan.

Namun demikian, lanjut dia, biaya tersebut relatif kecil dibandingkan total biaya produksi yang dikeluarkan oleh produsen. Selain itu, biaya sertifikasi SNI ini hanya dikeluarkan sekali dan berlaku untuk satu periode. 

Oleh sebab itu, Barman memastikan jika pemberlakuan SNI wajib bagi produk pelumas ini tidak membuat harga jual naik. Jika pun ada kenaikan, tidak akan membebani konsumen.

"Tidak akan naik secara signifikan. Kalau pun naik, paling hanya ribuan rupiah," ujar dia di Jakarta, Rabu (1/5/2019).

Barman juga menjelaskan, proses sertifikasi SNI untuk produk pelumas membutuhkan waktu yang bervariasi. Hal ini tergantung pada komposisi yang ada pada jenis pelumas tersebut.

"Kalau untuk engine oil, yang akan diberlakukan pertama itu memakan waktu kurang lebih satu bulan. Seminggu untuk meneliti sampel, seminggu administrasi dan menunggu hasilnya itu ya sebulan," tandas dia.

Kewajiban SNI bagi produk pelumas telah diatur dalam Peraturan Menteri Perindustrian (Permenperin) Nomor 25 Tahun 2018 tentang Pemberlakuan Standar Nasional Indonesia Pelumas Secara Wajib.

Ada aturan ini ditujukan untuk meningkatkan kualitas produk pelumas yang beredar di dalam negeri.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Penunjukan Lembaga Sertifikasi SNI Pelumas Sudah Sesuai UU

Sebelumnya, Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menegaskan bahwa penunjukkan Lembaga Sertifikasi Produk (LSPro) dan Laboratorium Pengujian, termasuk untuk penerapan Standar Nasional Indonesia (SNI) Pelumas secara wajib, telah sesuai dengan regulasi yang berlaku. Salah satunya adalah amanat dari Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian.

"Dalam UU No. 3/2014 itu diatur bahwa penilaian kesesuaian SNI yang diberlakukan secara wajib dilakukan oleh LSPro dan Laboratorium Uji yang telah terakreditasi dan ditunjuk menteri," kata Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Industri (BPPI) Kemenperin Ngakan Timur Antara sesuai keterangannya yang diterima di Jakarta, Rabu, 3 April 2019.

Ngakan menjelaskan, guna mendukung penerapan SNI Wajib Pelumas, Menteri Perindustrian telah menunjuk 12 LSPro dan 10 Laboratorium Pengujian. LSPro merupakan lembaga yang menerbitkan Sertifikat Produk Penggunaan Tanda (SPPT) SNI Pelumas, sedangkan Laboratorium Penguji adalah laboratorium yang melakukan kegiatan pengujian kesesuaian mutu terhadap contoh pelumas.

Ke-12 LSPro tersebut adalah:

- LSPro Balai Sertifikasi Industri (BSI)

- LSPro Balai Besar Kimia Kemasan (BBKK)

- LSPro Balai Besar Bahan dan Barang Teknik (B4T)

- LSPro Balai Riset dan Standardisasi Industri (Baristand) Medan

- LSPro Balai Besar Logam dan Mesin (BBLM)

- LSPro Sucofindo, LSPro TUV Nord

- LSPro SGS Indonesia, LSPro Ceprindo

- LSPro Intertek Utama

- LSPro IGS, serta LSPro GIS.

Sementara itu, 10 Laboratorium Pengujian yang ditunjuk:

- B4T

- PPPTMBG Lemigas

- Sucofindo

- Wiraswasta Gemilang Indonesia

- Oil Clinic Pertamina

- Petrolab

- Intertek Utama

- SGS Indonesia

- Sadikun Niaga Mas

- Surveyor Indonesia.

 

3 dari 3 halaman

Evaluasi Kompetensi

Ngakan menambahkan, dalam Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2018 tentang Sistem Penilaian Kesesuaian serta Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2017 tentang Pembangunan Sarana dan Prasarana Industri, dinyatakan bahwa penunjukan Lembaga Penilaian Kesesuaian (LPK) dilakukan berdasarkan evaluasi kompetensi.

Pada prinsipnya, berdasarkan kedua Peraturan Pemerintah tersebut, LPK yang belum terakreditasi Komite Akreditasi Nasional (KAN) namun telah memiliki kompetensi yang sesuai dapat ditunjuk, dengan ketentuan dalam jangka waktu dua tahun sejak ditetapkan oleh Menteri sudah harus memperoleh akreditasi KAN.

Selanjutnya, Keputusan Presiden RI Nomor 21 Tahun 2001 tentang Penyediaan dan Pelayanan Pelumas, menyebutkan bahwa perusahaan pemegang izin usaha pabrikasi pelumas wajib menghasilkan pelumas yang memenuhi standar mutu yang ditetapkan oleh menteri.

"Kalau belum ada standar mutu yang ditetapkan, berlaku ketentuan mutu pelumas atau pelumas dasar yang diakui secara internasional," imbuhnya.

Sementara itu, Kepala Pusat Standardisasi Industri Kemenperin, Yan Sibarang Tandiele menyatakan bahwa dalam proses sertifikasi dan pengujian SNI, semua dilakukan oleh pihak ketiga yang independen sehingga pembuat kebijakan atau regulasi tidak dapat melakukan intervensi terhadap hasil sertifikasi.

"Tugas pemerintah selaku pembuat kebijakan atau regulasi hanya memonitor dan mengawasi pelaksanaannya," jelas dia.

Penunjukan tersebut dilakukan guna memberikan kemudahan pelaku usaha dalam proses sertifikasi, monitoring sertifikat yang diterbitkan dan kepastian hukum dalam pelaksanaannya.

"Dengan adanya penunjukan ini, pelaku usaha diberikan pilihan untuk memproses Sertifikasi SNI, bisa ke LSPro dan Lab Uji mana saja selama ditunjuk oleh menteri," tandas Yan.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.