Sukses

Impor Susu hingga Terigu Naik Jelang Ramadan

Menurut data BPS, impor susu pada Maret 2019 tercatat sebesar 23,2 juta kilogram (Kg) dengan nilai USD 52,62 juta.

Liputan6.com, Jakarta - Indonesia dalam beberapa pekan ke depan akan memasuki bulan Ramadan 2019. Masyarakat pun mulai bersiap dengan memenuhi seluruh kebutuhan jelang ibadah puasa yang dilaksanakan selama sebulan penuh. 

Bahan makanan, salah satu yang mengalami kenaikan kebutuhan dan harga jelang Ramadan. Badan Pusat Stastistik (BPS) bahkan sudah mencatat kenaikan impor pada beberapa jenis bahan makanan.

Kepala Sub Direktorat Impor BPS, Rina Dwi Sulastri mengatakan, impor komoditas seperti susu, mentega, gula dan terigu sudah naik. Tidak hanya makanan, impor pakaian jadi pun ternyata ikut mengalami kenaikan.

"Iya ini ada beberapa komoditas jelang puasa yang memang naik. Datanya ada, pemerintah sudah siapkan. Ini (susu) naik, mentega naik, pakaian jadi naik," ujar Rina di Kantor BPS, Jakarta, Senin (15/4/2019). 

Menurut data BPS, impor susu pada Maret 2019 tercatat sebesar 23,2 juta kilogram (Kg) dengan nilai USD 52,62 juta. Angka ini naik dibandingkan impor susu pada Februari 2019 tercatat sebesar 17,84 juta kilogram dengan nilai USD 41,55 juta.

 

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Selanjutnya

Impor mentega pada Maret 2019 tercatat sebesar 2,2 juta Kg dengan nilai USD 13,16 juta, naik jika dibandingkan impor pada Februari sebesar 1,19 juta Kg dengan nilai USD 7,18 juta.  

Sementara itu, impor tepung terigu juga melonjak. Pada Februari 2019, impor terigu tercatat 4,32 juta Kg dengan nilai USD 1,44 juta. Pada Maret 2019 angka tersebut naik menjadi 5,85 juta Kg dengan nilai USD 2,01 juta. 

Komoditas yang juga memiliki kenaikan impor adalah gula. Pada Februari 2019 tercatat impor gula sebesar 384,3 juta Kg dengan nilai USD 128,8 juta. Besaran ini melonjak pada Maret 2019 menjadi 541,65 juta Kg dengan nilai USD 191,46 juta. 

Terakhir adalah pakaian jadi yang juga mengalami kenaikan impor. Dari sebesar 3,15 juta Kg dengan nilai USD 30,19 juta pada Februari 2019, menjadi sebesar 1,89 juta Kg dengan nilai USD 30,38 juta pada Maret 2019.

 

3 dari 4 halaman

Neraca Perdagangan pada Maret 2019

Sebelumnya, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat neraca perdagangan Indonesia mengalami surplus USD 0,54 miliar atau sekitar USD 540 juta pada Maret 2019.

Surplus ini berasal dari ekspor sebesar USD 14,03 miliar dan impor sebesar USD 13,49 miliar. 

"Neraca perdagangan surplus USD 0,54 miliar atau sekitar USD 540 juta," ujar Kepala BPS Suhariyanto di Kantornya, Jakarta, Senin, 15 April 2019.

Suhariyanto mengatakan, surplus  ini berasal dari sektor nonmigas. Sementara sektor migas Indonesia mesih menyumbang defisit.

"Surplus sebagian besar didukung oleh ekspor non migas, sedangkan migas masih defisit," ujar dia. 

Dari sisi impor, Indonesia pada Maret 2019 mencatatkan impor sebesar USD 13,49 miliar. Angka ini naik jika dibandingkan dengan Februari 2019 sebesar USD 10,31 miliar.

"Meski demikian, posisi impor pada Maret ini mengalami penurunan jika dibandingkan secara year on year yaitu pada Maret 2018 sebesar 6,67 persen," tutur dia.

 

4 dari 4 halaman

Produk yang Diimpor Indonesia Sepanjang Maret 2019

Sebelumnya, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat impor Indonesia mencapai USD 13,49 miliar pada Maret 2019. Angka ini tercatat naik sebesar 10,31 persen dibandingkan pada Februari 2019.

Kepala BPS Suhariyanto mengatakan, kenaikan impor ini salah satunya disebabkan beberapa barang konsumsi yang meningkat. Adapun di antaranya adalah air conditioner (AC), anggur dan jeruk mandarin.

"Konsumsi yang naik barangnya di antaranya impor AC, mesin-mesin AC kemudian anggur fresh dari aussie," ujar Suhariyanto saat memberi keterangan pers di Kantor Pusat BPS, Jakarta, Senin, 15 April 2019.

Selain beberapa komoditas tersebut, Indonesia juga ternyata sudah mulai mengimpor kurma jelang Ramadan. Tercatat pada Maret, Indonesia sudah mengimpor kurma segar dan kering sebesar USD 19 juta.

"Selain anggur, ada impor jeruk mandarin baik fresh dan dry. Satu lagi karena mendekati Ramadan ada impor kurma dari Tunisia, sesuatu yang biasa," jelas Suhariyanto.

Menurut penggunaan barang, impor juga disumbang oleh impor bahan baku atau penolong yang mencapai minus 21,11 persen secara month to month atau turun senilai USD 9,01 miliar.

Suhariyanto menjelaskan jika dibandingkan pada Maret 2018 impor bulan ini mengalami penurunan sebesar 6,67 persen. Selain itu, jika dilihat pergerakan impor dibandingkan Januari-Maret 2018 nilai impor Januari-Maret 2019 tercatat lebih rendah.

Secara kumulatif total impor Januari-Maret 2019 tercatat mencapai USD 40,7 miliar. Jika dibandingkan Januari-Maret 2018 nilai tersebut tercatat turun sebear 7,40 persen.

"Dengan catatan, impor terbesar masih mesin dan pesawat mekanik, dan mesin dan perlatan listrik," tandasnya.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.