Sukses

Mendes Eko Larang Dana Desa untuk Biaya Kontraktor

Mendes Eko Putro Sandjojo tegas melarang dana desa untuk biaya kontraktor.

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (PDTT) Eko Putro Sandjojo tegas mengharamkan dana desa untuk biaya kontraktor.

Tindakan itu menurut Eko tidak sejalan dengan visi Presiden Joko Widodo tentang dana desa.

Hal ini Eko pertegas dalam wawancara khusus bersama Liputan6.com di kantor kementeriannya. Pemakaian jasa pihak ketiga untuk pembangunan infrastruktur desa dilarang sebab membuat dana keluar dari desa.

"Enggak boleh. Itu jawabannya. Jadi sejak awal tahun 2018, Presiden Jokowi minta agar semua pengelolaan dana desa dikelola secara swakelola. Jadi tidak boleh pakai kontraktor," ujar Eko seperti ditulis Kamis (4/4/2019), di Kantor Kemendes, Kalibata, Jakarta Selatan.

Eko menyebut dana desa harus kembali ke desa, sementara pemakaian jasa kontraktor justru membuat dana desa mengalir ke Jakarta. Lantaran, dana desa semestinya berputar dalam aktivitas ekonomi desa.

Demi mendukung hal tersebut, Eko turut menjelaskan skema perhitungan dana desa sebagai upah bagi warga desa, yakni sebesar 30 persen. Kebijakan ini diyakini bisa menambah daya beli warga desa.

"30 persen dari pekerjaan dana desa wajib dipakai untuk membayar upah. Jadi kalau tahun ini Rp 70 triliun, upah yang dibayarkan ke masyarakat itu ada Rp 21 triliun," tutur dia.

Eko pun mengajak masyarakat senantiasa memantau dan melaporkan ke aparat berwenang apabila masih ada yang memakai dana desa untuk membayar kontraktor.

"Kalau ada laporkan ke kepolisian setempat atau di (nomor hotline) 1500040," tegas  Eko.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Penyelewengan Dana Desa Hanya 0,001 Persen

Kebijakan dana desa menunjukkan tren positif dari tahun ke tahun. Peningkatan ini tak hanya pada infrastruktur, melainkan manajemen finansial.

Mendes Eko berkata pendekatan pemerintah dan kepolisian adalah pembinaan agar kepala desa dan perangkatnya bisa bekerja secara optimal. Dulu, dia menyebut penyelewengan dana desa akibat lemahnya pengawasan.

"Kita lihat tahun lalu di bawah 100 kasus. Itu pun juga yang kita bawa ke ranah hukum cuma 67. Dibanding jumlah desa 74.957 desa, jadi cuma 0,001 persen," ucap Mendes Eko.

"Tapi Alhamdulillah dengan partisipasi masyarakat, dukungan dari kepolisian, kejaksaan, dan terutama media, kesempatan melakukan itu sangat berkurang," lanjutnya. Kementeriannya pun mengawasi agar penyelewengan dana desa tak menyentuh 1 persen.

Tolok ukur keberhasilan pengelolaan dana desa adalah penyerapan hingga 99,6 persen. Menurut Mendes, jumlah instansi dan lembaga di Indonesia yang memiliki penyerapan sebesar itu bisa dihitung dengan jari.

Kini, Mendes mengapresiasi besarnya sorotan media ke dana desa, baik itu sisi baik maupun yang buruk. Dengan itulah masyarakat semakin terdorong untuk mengawasi.

"Saya berterima kasih kepada media yang terus menerus mensosialisasikan, bukan hanya baiknya saja, tetapi buruknya juga, sehingga masyarakat jadi aware. Karena masyarakat tahu, masyarakat berpartisipasi, masyarakat ikut mengawasi. Jadi sekarang saya jamin dengan kita libatkan kepolisian, kejaksaan, yang tugasnya membantu, bukan mencari kesalahan kepala desa," tegas Mendes.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini