Sukses

Maybank Bagikan Dividen Rp 548,64 Miliar

Laba bersih Maybank pada 2018 naik 21,6 persen.

Liputan6.com, Jakarta - PT Maybank Indonesia Tbk membagikan dividen Rp 548,64 miliar atau sekitar 25 persen dari laba bersih 2018, dengan besaran dividen Rp 7,19 per saham.

Per 31 Desember 2018, Maybank membukukan laba bersih setelah pajak dan kepentingan non pengendali (PATAMI-profit after tax and minority interest) sebesar Rp 2,2 triliun, naik 21,6 persen dari tahun sebelumnya.

Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST) telah digelar untuk menyetujui penggunaan laba bersih perseroan. Sebesar 5 persen dari laba bersih digunakan sebagai Cadangan Umum dengan jumlah Rp 109,72 miliar. Sebesar 70 persen atau Rp 1,53 triliun ditetapkan sebagai Laba Ditahan.

"Kami mengakhiri tahun keuangan 2018 dengan rekor laba di tengah kondisi pasar yang penuh tantangan. Sebagai apresiasi, RUPST menyetujui untuk membagikan dividen yang lebih besar dibanding tahun lalu," ungkap Taswin Zakaria, Presiden Direktur Maybank Indonesia di Jakarta, Jumat (29/3/2019).

Selain menyetujui pembagian dividen, RUPST Maybank juga mengesahkan Laporan Realisasi Pengunaan Dana Hasil Penawaran Umum yang dilakukan Perseroan pada tahun 2018, yang terdiri dari dana hasil Penawaran Umum Berkelanjutan Obligasi Berkelanjutan II Tahap II, Tahap III Tahun 2018 dan dana hasil Penawaran Umum Terbatas VIII (PUT VIII/Rights Issue VIII).

Agenda lainnya adalah pemberian persetujuan Pengkinian Rencana Aksi (Recovery Plan) Perseroan.

Salah satu komponen penting dalam Recovery Plan adalah Opsi Pemulihan (Recovery Option) yang akan dilakukan Bank Sistemik dalam hal terjadi tekanan keuangan yang dialami oleh Bank Sistemik dalam mencegah, memulihkan maupun memperbaiki kondisi keuangan serta kelangsungan usaha.

RUPST juga menyetujui pengangkatan kembali Achjar Iljas selaku Komisaris Independen Perseroan. Keputusan ini berlaku efektif hingga penutupan RUPST tahun 2022.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Saratoga Investama Raih Dividen Rp 900 Miliar di 2018

PT Saratoga Investama Sedaya Tbk. (SRTG) meraih dividen senilai Rp 900 miliar dari perusahaan investasinya. Pencapaian ini menjadi bukti kuatnya fundamental perusahaan investasi Saratoga di tengah kondisi perekonomian yang sangat dinamis di tahun lalu.

Presiden Direktur Saratoga Michael Soeryadjaya menjelaskan jika kinerja perusahaan pada tahun lalu menggambarkan bahwa strategi investasi yang dilakukan oleh Saratoga mampu menghasilkan hasil investasi yang optimal.

Secara fundamental, perusahaan-perusahaan investasi Saratoga juga tumbuh secara positif dan terus meningkatkan nilai tambah perusahaan melalui strategi pertumbuhan organik dan non organik. 

 "Disiplin dan kehati-hatian dari tim investasi kami merupakan kunci keberhasilan Saratoga dalam mencapai pengembalian investasi yang optimal," jelas Michael di Jakarta, Rabu (27/3/2019).

Michael menjelaskan lebih jauh bahwa pendapatan dividen sebesar Rp 900 miliar diperoleh dari enam perusahaan investasi. Hasil ini menunjukkan kinerja operasional dan bisnis yang kuat dari perusahaan investasi.

"Hasil yang diperoleh Saratoga ini sangat menggembirakan. Tidak hanya pertumbuhan pendapatan dividen selama bertahun-tahun, tetapi yang lebih penting, diversifikasi perusahaan investasi yang berkontribusi pada dividen," jelasnya.

Pada tahun 2018, Saratoga juga terus mengidentifikasi peluang untuk menambah nilai perusahaan. Salah satunya adalah investasi baru di PT Aneka Gas Industri Tbk. (kode saham: AGII), pemasok gas industri dominan di negara ini.

Untuk mengambil keuntungan dari pertumbuhan sektor teknologi, Saratoga juga mulai merambah bisnis start-up melalui mitra investasi.

"Perusahaan percaya bahwa sektor teknologi memiliki prospek yang menjanjikan di masa depan karena adanya disrupsi dalam cara hidup kita dan implikasi luas kepada masyarakat," kata Michael menambahkan.

Namun pada tahun 2018, perusahaan juga merugi sebesar Rp 6,2 triliun. Michael menegaskan itu merupakan rugi buku yang belum direalisasi. Kerugian terjadi akibat volatilitas harga saham sejumlah perusahaan investasi serta kenaikan suku bunga, fluktuasi harga komoditas dan melemahnya mata uang  yang terjadi sepanjang 2018.

"Kerugian itu sebagai dampak penerapan mark to market sejak 2017. Ini adalah rugi buku yang belum direalisasi," tegasnya.

Sebagai perusahaan investasi aktif, kinerja Saratoga memang sangat dipengaruhi oleh perusahaan investasi. Dan hal yang biasa jika nilai investasinya turun ketika perekonomian bergejolak, seperti yang terjadi di 2018.

"Dari waktu ke waktu, kondisi ini normal terjadi di pasar untuk melalui berbagai tahap volatilitas dan sebagai investor jangka panjang, kami tetap percaya diri pada prospek perusahaan investasi. Kami juga yakin bahwa harga saham pada akhirnya akan mampu menyamai fundamental perusahaan," kata Michael optimis.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.