Sukses

Indef: Dana Abadi Riset Harus Dikelola Lembaga di Bidang Penelitian

Pemerintah berencana membentuk dana bergulir untuk pengelolaan riset dan pengembangan (Research and Development/R&D).

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah berencana membentuk dana bergulir untuk pengelolaan riset dan pengembangan (Research and Development/R&D).

Namun, agar dana ini bisa dimanfaatkan dengan optimal, harus dikelola oleh lembaga yang tepat.

Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef), E‎nny Sri Hartati mengatakan, dana riset abadi yang dicanangkan pemerintah harusnya tidak terpisah di setiap kementerian dan lembaga. Akan tetapi, harus ada lembaga yang menjadi koordinator penggunaan dana riset abadi tersebut.

"Kita punya BPPT dan LIPI untuk riset dan penelitian. Jadi menurut saya, dana riset abadi ini dikoordinasikan oleh lembaga yang khusus riset dan pengembangan seperti BPPT atau LIPI. Jadi tidak ada lagi lembaga-lembaga atau kementerian yang memegang dana itu kecuali lembaga yang ditunjuk," ujar dia di Jakarta, Rabu (13/3/2019).

Enny menuturkan, seluruh kegiatan inovasi pasti memerlukan riset, terutama dunia digital atau startup. Namun, pemerintah hingga saat ini belum juga membuat payung hukum terkait dunia digital.

"Itu tidak beres-beres. Dalam setiap kebijakan harus ada pertimbangan yang matang. Apalagi harus melalui riset yang memiliki nilai tambah tinggi untuk perekonomian," kata dia.

Sebelumnya, masalah besaran dana R&D Indonesia sempat ramai diperbincangkan setelah muncul cuitan CEO Bukalapak Achmad Zaky. Namun hal tersebut telah diklarifikasi dan Presiden Joko Widodo (Jokowi) pun telah memanggil Achmad Zaky guna membahas masalah riset dan pengembangan di dalam negeri.

Kemudian masalah pembentukan dana riset abadi ini juga telah diungkapkankan oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati. Menurut Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia ini, dana tersebut menjadi bagian dari upaya pemerintah untuk mendukung lahirnya inovasi baru. 

Inisiatif pembentukan dana ini disebutnya dapat mendukung pemerintah untuk mendukung lebih banyak perusahaan rintisan (startup) teknologi di dalam negeri yang tumbuh menjadi unicorn.

Sri Mulyani menyatakan kajian pembentukan dana itu masih dilakukan bersama Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi untuk mengindentifikasi kembali kebutuhan anggaran riset yang diperlukan di dalam negeri.

Secara bersamaan, pemerintah juga masih mengkaji institusi yang akan berperan sebagai pengelola dana tersebut.

"Kajian endowment fund di bidang R&D itu masih terus kami lakukan untuk memutuskan bentuknya seperti apa dan institusi mana yang akan mengelola. Pengelolaan endowment fund untuk R&D itu bisa dilakukan seperti beasiswa LPDP," ungkap Sri Mulyani.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Pemerintah Perlu Tambah Anggaran Riset Jadi 2 Persen dari PDB

Sebelumnya, anggaran riset dan pengembangan (research and development/R&D) yang dialokasikan Indonesia dinilai kalah jauh jika dibandingkan negara lain. Hal ini harus jadi perhatian pemerintah jika ingin mengembangkan ekonomi digital di dalam negeri.

Pengamat Ekonomi Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira mengatakan, jika dibandingkan negara lain, anggaran riset Indonesia memang masih relatif kecil, hanya sebesar 0,03 persen dari PDB.

Untuk mengatasi ketertinggalan, pemerintah harus meningkatkan anggaran riset dan pengembangan sebesar 2 persen dari PDB.

“Di Indonesia penggunaan dana riset masih terfragmentasi. Tersebar lintas kementerian dan dampaknya kecil terhadap perekonomian. Solusinya adalah integrasi belanja penelitian di lintas sektoral pemerintah di bawah lembaga dana abadi penelitian atau LPDP,” ujar dia di Jakarta, Jumat 1 Maret 2019.

Sejak 2012, Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) tak hanya mengelola dana beasiswa pendidikan S2 sampai S3, tapi jauh dari itu juga mengalokasikan dana untuk riset inovatif produktif (RISPRO). Total dana yang dikelola LPDP mencapai Rp 55 triliun.

“Itu dana abadi, artinya pokok dana tidak berkurang dan yang dipakai hanya imbal hasil/bunga investasi,” ungkap dia.

Bhima menambahkan angka Rp 55 triliun masih perlu ditambah untuk kejar ketertinggalan riset dan pengembangan dengan negara lain. LPDP membutuhkan anggaran setidaknya Rp 296 triliun untuk meningkatkan anggaran riset dan pengembangan hingga dua persen.

“Dikurangi angka yang ada saat ini maka total tambahan anggaran LPDP idealnya Rp 241 triliun," kata dia.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.