Sukses

Pelaku Fintech P2P Lending Terdaftar di OJK Harus Taat Aturan

AFPI mendukung penuh startup baru yang fokusnya di P2P lending untuk mentaati aturan baik dari AFPI maupun OJK.

Liputan6.com, Solo - Maraknya bisnis peminjaman online berbasis teknologi (fintech P2P lending) dan adanya sejumlah oknum yang hanya ingin mengambil keuntungan dari kecenderungan orang memanfaatkan pinjaman online.

Hal ini membuat Asosiasi Fintech Pendanaan Indonesia (AFPI) menegaskan aturan yang harus ditaati fintech P2P lending dalam pengoperasiannya.

Adrian A. Gunadi, Ketua AFP sekaligus CEO Investree mengatakan, fintech P2P lending harus terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk beroperasi. Sebelum bisa terdaftar, entitas harus menjadi anggota AFPI dan mentaati Code of Conduct.

"Saat ini ada 99 pelaku bisnis lending yang sudah terdaftar di OJK, otomatis mereka sudah ikuti Code of Conduct," ungkap Adrian di Solo, Sabtu (9/3/2019).

Code of Conduct untuk fintech P2P lending mencakup implementasi transparansi produk dan metode penawaran produk pelayanan, pencegahan pinjaman berlebih dan praktik yang manusiawi. 

Dia mengatakan, sebagai asosiasi yang ditunjuk oleh OJK secara resmi untuk menjalankan fungsi pengawasan dan pengaturan kepada anggotanya, AFPI mendukung penuh startup baru yang fokusnya di fintech P2P lending untuk mentaati aturan baik dari AFPI maupun OJK.

"Ini upaya agar tidak ada kejadian tidak mengenakan seperti penipuan, bunuh diri korban. Kalau fintechnya resmi dan taat aturan, konsumen akan percaya dan merasa aman," ujar Adrianh.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Gencar Telusuri Fintech Ilegal

Sebelumnya, untuk membangun perlindungan bagi pengguna fintech P2P lending, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terus meminta agar masyarakat hanya bertransaksi melalui fintech P2P lending yang terdaftar dan berizin OJK.

Dilaporkan jumlah fintech ilegal yang terdeteksi Satuan Tugas (Satgas) Waspada Investasi Juli hingga Desember 2018 mencapai 635 entitas.

Sementara dari bulan Januari hingga Februari 2019 ada 168 entitas terdeteksi. Hal itu berarti sejak Juli 2018 lalu, total entitas fintech ilegal yang sudah ditemukan dan diajukan penutupannya ke Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kemkominfo) sudah mencapai 803 entitas. Sementara untuk fintech ilegal yang sudah diblok mencapai kurang lebih 600 entitas.

"Saat ini sudah 600 lebih yang diblok, ada 800an yang masih proses mau ditutup oleh Kominfo," ungkap Wimboh Santoso, Ketua Dewan Komisioner OJK di Solo, Sabtu 9 Maret 2019.

Untuk koordinasi antara OJK dengan Kemkominfo mengalami perubahan. Jika tadinya harus ada laporan fintech ilegal untuk bisa diproses dan ditutup, maka sekarang Kemkominfo yang proaktif menyisir fintech ilegal dari awal.

"Kalau dulu, ada laporan nanti ke Satgas, lapor Kominfo nanti diblok. Sekarang dibalik, Kominfo setiap hari proaktif melakukan penyisiran, nanti dibandingkan dengan daftar dari OJK. Begitu daftarnya beda, yang beda langsung kami tutup," imbuh, Menteri Kementerian Kominfo, Rudiantara.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

  • Otoritas Jasa Keuangan atau OJK adalah lembaga yang berfungsi untuk mengatur dan mengawasi seluruh kegiatan di sektor keuangan.

    OJK

  • Fintech adalah singkatan dari Financial Technology.

    FinTech