Sukses

Kewajiban SNI pada Pelumas Bakal Ciptakan Persaingan Sehat

Dengan berlaku kewajiban SNI bagi produk pelumas mulai September 2019 dapat menekan jumlah produk pelumas nonSNI.

Liputan6.com, Jakarta - Asosiasi Pelumas Indonesia (Aspelindo) berharap, ada kewajiban Standar Nasional Indonesia (SNI) bagi produk pelumas akan menciptakan iklim usaha yang sehat bagi industri pelumas di dalam negeri. 

Ketua Bidang Organisasi dan Pengembangan Aspelindo, ‎Andria Nusa mengatakan, selama ini sejumlah industri pelumas telah berinvestasi dengan nilai yang cukup besar dan membangun pabriknya di Indonesia.

Sementara di sisi lain, produk-produk impor bisa dengan mudah masuk ke Indonesia dan mengambil pasar pelumas yang besar di dalam negeri.

"Kami asosiasi produsen kami semuanya punya pabrik. Kami semua melakukan investasi mahal di bidang pelumas. kami bangun pabrik, 1 pabrik saja seperti shell kemarin pabrik baru harga Rp 2 triliun. Pertamina juga membangun sekitar seperti itu. Kita ada beberapa pabrik. Jadi investasi mahal. Ini perlu ada jaminan persiangan yang sehat agar bisa melakukan bisnis yang sehat," ujar dia di kawasan Kuningan, Jakarta, Senin (4/3/2019).

Dia menuturkan, dengan ada produk pelumas impor tersebut, persaingan di pasar dalam negeri semakin berat. Karena pelumas yang diproduksi di dalam negeri harus bersaing dengan produk impor yang harganya lebih murah tapi dengan kualitas rendah.

"Tapi kalau kami melawan pelumas enggak jelas pabriknya di mana, modal rendah, enggak mau keluar duit, ngetes oli saja enggak keluar duit ya bagaimana kami bisa bersaing secara sehat. Itulah makanya kami mendukung," tutur dia.

"Importir-importir ini masuk ke Indonesia tanpa bea masuk, makanya persaingan semakin berat. Kalau yang masuk pelumas bener sih engga masalah. Kalau yang masuk pelumas yang tidak benar, yang abal-abal, yang dirugikan industri dalam negeri," ia menambahkan.

Dengan berlaku kewajiban SNI bagi produk pelumas mulai September 2019, Andria berharap bisa menekan jumlah produk pelumas nonSNI dan berkualitas rendah di pasaran.

"Banyak yang prediksi total pelumas palsu saja 15 persen dari total kebutuhan nasional. Jadi kalau palsu berkurang 10 persen, yang bisa dihilangkan artinya bisa naik 10 persen (produksi dalam negeri. Itu dari pelumas palsu. Lalu dari pelumas impor diharapkan berkurang 10 persen. Makanya berkurang bisa 20 persen (pelumas nonSNI)," tandas dia.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Mulai September, Seluruh Pelumas yang Beredar Wajib Ber-SNI

Sebelumnya, mulai September 2019, seluruh produk pelumas yang beredar di Indonesia wajib memenuhi Standar Nasional Indonesia (SNI).

Hal tersebut sesuai dengan Peraturan Menteri Perindustrian (Permenperin) Nomor 25 Tahun 2018 tentang Pemberlakuan Standar Nasional Indonesia Pelumas Secara Wajib.

Ketua Bidang Pengembangan Asosiasi Pelumas Indonesia (Aspelindo), Andria Nusa mengatakan, pihaknya sangat mendukung pemberlakuan kewajiban SNI.

Bahkan anggota Aspelindo yang justru mendorong agar pelumas yang beredar di pasaran memenuhi standar tersebut.

"Aspelindo sangat-sangat mendukung, bahkan kita sudah berjuang sejak 2004. SNI pelumas ini sudah dikeluarkan oleh BSN (Badan Standardisasi Nasional) sejak 2005, tapi masih sukarela. Akhirnya tahun kemarin bulan September diwajibkan oleh pemerintah, dan itu ada masa tenggang 1 tahun berlaku sampai September tahun ini. Nah mulai September tahun ini semua pelumas yang beredar di Indonesia itu wajib ber-SNI," ujar dia di kawasan Kuningan, Jakarta, Senin 4 Maret 2019.

Andria menuturkan, kewajiban SNI pada pelumas ini sangat penting. Selain untuk melindungi produk pelumas dalam negeri dari serbuan produk impor, juga guna memberikan kepastian kualitas pelumas bagi konsumen.

"SNI ini tujuan utamanya untuk perlindungan konsumen. Dengan SNI maka pelumas yang beredar lebih terjamin mutunya. Jadi pelumas palsu, pelumas bermutu rendah, kan masih banyak. Ini membuat kerugian dari sisi konsumen karena umur mesin bisa jadi lebih pendek, dalam waktu pendek dia harus ganti mesin, bongkar mesin atau dia jadi tidak optimal, tidak kuat nanjak dan sebagainya. Atau bisa jadi mogok di tengah jalan dan yang dirugikan ini konsumen," ujar dia.

Namun, kewajiban SNI ini baru sebatas pelumas untuk kebutuhan otomotif, seperti untuk mobil dan motor. Andria berharap ke depannya pelumas untuk kebutuhan industri juga diterapkan wajib SNI.‎

"Tapi baru pelumas otomotif, pelumas industrinya belum karena standarnya itu belum lengkap untuk industri, karena industri kan jenis pelumasnya jauh lebih banyak dari otomotif, itu belum lengkap semua, jadi belum diwajibkan. Tapi kita inginnya ini segera diwajibkan," tandas dia.

 

 Saksikan video pilihan di bawah ini:

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.