Sukses

Persediaan AS Anjlok, Harga Minyak Menguat

Harga minyak berjangka menguat dua persen usai persediaan minyak mentah Amerika Serikat (AS) secara tak terduga anjlok.

Liputan6.com, New York - Harga minyak berjangka menguat dua persen usai persediaan minyak mentah Amerika Serikat (AS) secara tak terduga anjlok.

Selain itu, Arab Saudi menepis komentar dari Presiden AS Donald Trump yang berusaha menjaga harga minyak dari kenaikan.

Persediaan minyak mentah AS turun 8,6 juta barel pada pekan lalu. Hal ini berlawanan dengan harapan kenaikan 2,8 juta barel.

Penarikan yang memecah lima minggu berturut-turut dari persediaan seiring impor minyak mentah melambat ke rekor terendah 2,6 juta barel per hari. Hal ini terjadi usai penurunan produksi OPEC dan sanksi AS terhadap Venezuela.

Minyak mentah berjangka AS berada di posisi USD 56,94 per barel atau naik USD 1,44. Kenaikan ini mencapai 2,6 persen, dan termasuk persentase kenaikan harian terbesar dalam empat minggu. Harga minyak mentah Brent naik USD 1,18 atau 1,8 persen ke posisi USD 66,39 per barel.

"Secara keseluruhan ini adalah laporan yang sangat positif dengan permintaan lebih kuat. Saya pikir Anda sudah melihat dampak dari pemotongan produksi OPEC," kata Phil Flynn, Analis Price Futures Group, seperti dikutip dari laman Reuters, Kamis (28/2/2019).

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Selanjutnya

Menteri Energi Arab Saudi, Khalid al-Falih menuturkan, Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) dan mitranya tidak terlalu menanggapi unggahan status Presiden AS Donald Trump di twitter. Trump menuturkan agar OPEC santai untuk kurangi produksi.

"25 negara mengambil pendekatan yang sangat lambat dan terukur. Seperti paruh kedua tahun lalu membuktikan, kami tertarik pada stabilisas pasar," ujar Falih.

Adapun harga minyak telah naik lebih dari 20 persen sepanjang 2019 setelah OPEC dan sekutunya sepakat untuk memangkas produksi selama enam bulan mulai Januari.

Langkah ini dilakukan untuk hindari penumpukan surplus global terutama ketika booming produksi minyak mentah AS.

Falih mengatakan, OPEC mungkin perlu memperpanjang perjanjian untuk mengekang produksi hingga akhir 2019. Produksi minyak mentah AS telah mencapai rekor tertinggi selama dua minggu berturut-turut, mencapai 12,1 juta barel per hari pada pekan lalu.

Sementara itu, Sekretaris Jenderal OPEC Mohammed Barkindo menuturkan, untuk mengelola pasokan dunia adalah sulit ketika dua anggota Iran dan Venezuela mendapat sanksi dari AS.

Menteri Energi Rusia, Alexander Novak juga mengatakan, pasar minyak lebih stabil atau kurang serta volatilitas tidak disukai baik produsen dan konsumen.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.