Sukses

Genjot Ekonomi, BI Buka Kantor Perwakilan di Beijing

BI telah memiliki lima kantor perwakilan di luar negeri.

Liputan6.com, Jakarta - Bank Indonesia (BI) terus memperkuat peran Kantor Perwakilan di Luar Negeri (LN) untuk mendorong pertumbuhan ekonomi.

Penguatan peran kantor perwakilan LN merupakan bagian dari reformasi organisasi dan sumber daya manusia yang ditempuh BI. Demikian disampaikan Gubernur BI, Perry Warjiyo dalam acara pembukaan Kantor Perwakilan BI Beijing, Tiongkok pada Senin 25 Februari 2019.

Reformasi organisasi terkait Kantor Perwakilan BI didasarkan pada pentingnya peran Kantor perwakilan BI khususnya di luar negeri untuk berkontribusi secara luas terhadap perekonomian, tidak hanya bagi Indonesia namun juga bagi negara mitra, seperti Tiongkok.

Negara tersebut merupakan salah satu mitra kerja sama ekonomi terbesar Indonesia baik dalam bidang perdagangan, investasi, pariwisata, dan bidang lainnya. Demikian mengutip laman BI, Senin (25/2/2019).

Untuk itu, kehadiran kantor perwakilan BI Beijing diharapkan semakin memperkuat hubungan ekonomi dan keuangan kedua negara, dan memberikan pemahaman dalam upaya pengembangan ekonomi dan keuangan maupun kebijakan yang ditempuh Tiongkok, khususnya yang berdampak bagi Indonesia.

Dengan diresmikannya kantor perwakilan ini, Bank Indonesia telah memiliki lima kantor perwakilan di luar negeri, yaitu Kantor Perwakilan BI New York, London, Singapura, Tokyo, dan Beijing. Masing-masing kantor perwakilan memiliki cakupan kewenangan tugas sesuai wilayah kerja.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Global Melambat, Ekonomi RI Masih Terjaga

Sebelumnya, Bank Indonesia (BI) mencatat pertumbuhan ekonomi dunia melambat disertai dengan berkurangnya ketidakpastian pasar keuangan global.

Perlambatan tidak hanya terjadi di Amerika Serikat (AS), tapi juga dialami oleh Eropa serta China.

Gubernur BI, Perry Warjiyo menyebutkan, pertumbuhan ekonomi AS melambat dipengaruhi oleh terbatasnya stimulus fiskal, masalah struktural tenaga kerja, dan menurunnya keyakinan pelaku usaha.

"Pertumbuhan ekonomi Eropa juga melambat, antara lain dipengaruhi oleh berlanjutnya permasalahan struktural ekonomi dan keuangan, pelemahan ekspor dan dampak ketidakpastian penyelesaian masalah Brexit," kata Perry di kantornya, Kamis 21 Februari 2019.

Sementara itu, ekonomi China tumbuh melambat didorong melemahnya ekspor akibat ketegangan perdagangan dengan AS. Serta melambatnya permintaan domestik sebagai dampak proses deleveraging yang masih berlangsung.

"Sejalan dengan prospek pertumbuhan ekonomi dunia yang melambat, harga komoditas global diperkirakan menurun, termasuk harga minyak dunia, serta normalisasi kebijakan moneter di negara maju yang cenderung tidak seketat perkiraan semula dan ketidakpastian di pasar keuangan global yang berkurang," ujar Perry.

Sementara itu, kenaikan suku bunga Fed Fund Rate (FFR) akan lebih rendah dan pengurangan neraca bank sentral menjadi lebih kecil dari rencana.

"Perkembangan ekonomi dan keuangan global tersebut di satu sisi memberikan tantangan dalam mendorong ekspor, namun di sisi lain meningkatkan aliran masuk modal asing ke negara berkembang, termasuk Indonesia," dia menambahkan.

Di tengah melambatnya pertumbuhan ekonomi dunia, momentum pertumbuhan ekonomi Indonesia tetap terjaga didukung oleh permintaan domestik.

Perry mengungkapkan, pertumbuhan ekonomi Indonesia tetap kuat mencapai 5,18 persen (yoy) pada triwulan IV 2018, meningkat dibandingkan dengan pertumbuhan triwulan sebelumnya sebesar 5,17 persen (yoy).

"Pertumbuhan ekonomi terutama didukung permintaan domestik sejalan dengan meningkatnya konsumsi rumah tangga dan konsumsi Lembaga Non Profit yang Melayani Rumah Tangga (LNPRT)," ujar dia.

Selain itu, investasi juga tetap tinggi dipengaruhi optimisme investor yang tetap terjaga terhadap prospek ekonomi Indonesia.

Sedangkan dari sisi ekspor neto tercatat negatif dipengaruhi pertumbuhan ekonomi global yang melandai dan harga komoditas yang menurun. Secara spasial, peningkatan pertumbuhan ekonomi ditopang Jawa dan Kalimantan sejalan meningkatnya kegiatan di sektor pertanian, jasa-jasa dan pertambangan.

"Dengan perkembangan ini, pertumbuhan ekonomi Indonesia meningkat dari 5,07 persen (yoy) pada 2017 menjadi 5,17 persen (yoy) pada 2018 dan merupakan pencapaian tertinggi dalam lima tahun terakhir,” kata dia.

Ke depan, Bank Indonesia perkirakan pertumbuhan ekonomi 2019 tetap solid pada kisaran 5,0-5,4 persen. Hal itu didukung permintaan domestik, khususnya konsumsi rumah tangga dan konsumsi LNPRT yang meningkat, serta investasi yang tetap kuat.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.