Sukses

Harga Emas Pekan Ini Tertekan Deadline Perang Dagang

Harga emas bakal melemah akibat perang dagang yang mulai reda.

Liputan6.com, Jakarta - Harga emas berkilau minggu lalu dan menyentuh USD 1.350 yang merupakan nilai tertinggi dalam 10 bulan karena melemahnya dolar Amerika Serikat (AS). Pekan ini, kemilau emas terancam redup akibat perang dagang yang mulai reda.

Dilaporkan Daily FX, harga emas terancam isu perang dagang yang mendekati deadline pada 1 Maret 2019 dan terindikasi membawa resolusi positif. Pasalnya, selama ini emas dianggap sebagai aset aman oleh para investor di tengah perang dagang sehingga harganya naik.

"Resolusi antara perang dagang AS-China adalah reduksi yang tak dapat disanggah terhadap risiko ekonomi global (sehingga) menyulitkan emas," jelas Daily FX.

Sekadar pengingat, Presiden AS Donald Trump dan Presiden China Xi Jinping sepakat memberi deadline untuk membereskan perkara perang dagang pada 1 Maret 2019.

Kedua pihak pun menyuarakan nada positif perihal perang dagang. China juga kembali memborong produk agrikultur AS sebesar USD 30 miliar atau Rp 421 triliun (USD 1 = Rp 14.057).

Pernyataan positif Xi Jinping juga membuat emas sedikit menurun karena optimisme mengurangi ketakutan pasar. Ada pula perihal kemungkinan kebijakan Fed yang menjadi hawkish, sehingga hal lain yang perlu diperhatikan minggu depan adalah pernyataan Ketua Bank Sentral AS Jerome Powell yang rencananya menyampaikan testimoni semi-annual di hadapan Kongres.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Dolar AS Melemah, Harga Emas Makin Berkilau

Sebelumnya, harga emas menguat menyambut akhir pekan ini seiring dolar Amerika Serikat (AS) melemah.

Harga emas untuk pengiriman April di divisi Comex naik USD 5 atau 0,4 persen ke posisi USD 1.332,80 per ounce. Sementara itu, harga perak untuk pengiriman Maret menguat 11,3 sen atau 0,7 persen ke posisi USD 15.914 per ounce. Selama sepekan, harga emas naik 0,8 persen.

Pada Kamis pekan lalu, harga emas merosot 1,5 persen, dan turun dari posisi tertinggi dalam 10 bulan.

Hal ini lantaran analis menilai bank sentral Amerika Serikat (AS) atau the Federal Reserve masih mempertimbangkan menaikkan suku bunga atau pernyataan kurang dovish pada hasil pertemuan Januari 2019.

Analis menilai, pelaku pasar memanfaatkan risalah rapat the Fed sebagai kesempatan untuk jual usai harga emas menguat beberapa waktu ini.

"Ini kelihatan investor keuangan mengambil untung sebagai bukti dana keluar atau aksi jual 3,7 ton dari emas ETF. Aksi jual pada Februari ini sekitar 24 ton. Secara teknikal, emas sudah jenuh beli sehingga penting untuk alami koreksi," tulis Analis Commerzbank dalam sebuah catatan, seperti dikutip dari laman Marketwatch, Sabtu (23/2/2019).

Sementara itu, Chief Market Strategist SIA Wealth Management, Colin Cieszynski menuturkan, harga emas melemah seiring permintaah meningkat dalam beberapa tahun ini.

"Ini masuk ke posisi tertinggi dekati USD 1.350, dan merupakan suatu hal normal bila koreksi,” ujar dia.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini