Sukses

Kata Ekonom UI soal Hasil Debat Capres Kedua

Dua capres Jokowi) dan Prabowo Subianto telah menjalani debat capres kedua yang membahas terkait energi, pangan, SDA, lingkungan hidup dan infrastruktur.

Liputan6.com, Jakarta - Dua calon presiden (capres) Joko Widodo (Jokowi) dan Prabowo Subianto telah menjalani debat capres kedua yang membahas terkait energi, pangan, sumber daya alam (SDA), lingkungan hidup dan infrastruktur.

Pada debat capres kedua tersebut dinilai lebih baik ketimbang pertama lantaran terlihat dari jawaban yang diberikan masing-masing capres mengenai tema tersebut.

Ekonom Universitas Indonesia (UI), Ari Kuncoro menuturkan, dari debat kedua membahas energi, pangan, SDA, lingkungan hidup dan infrastruktur terlihat bagaimana solusi yang ditawarkan untuk membenahi masalah dan yang sudah dilakukan untuk membangun sektor energi, pangan, infrastruktur, SDA, dan lingkungan hidup oleh para capres.

"Kalau kita lihat pak Jokowi sebagai petahana sudah sangat jelas mempunyai rencana. Visi itu permulaan, kemudian rencana aksinya juga ada. Prabowo sebagai penantang masih tahap wacana. Dari segi keseluruhan pada debat kedua lebih baik dari pertama terutama Jokowi," ujar Ari saat dihubungi Liputan6.com, Senin (18/2/2019).

Ari mencontohkan, salah satunya mengenai industri 4.0. Ia menilai, ada perbedaan konsep di antara dua capres tersebut soal industri 4.0.

"Jokowi menuturkan, kalau revolusi industri 4.0 dapat digunakan petani untuk mengenalkan marketplace sehingga petani bisa tahu harga jual lebih baik ketimbang dijual kepada tengkulak. Sedangkan pak Prabowo bilang kalau harga di tingkat petani bisa membuat petani hidup," kata Ari yang juga Dekan FE UI ini.

Selain itu, dari pembangunan infrastruktur, Ari menilai Jokowi memberikan alasan membangun infrastruktur. Dengan pembangunan infrastruktur ini dapat mendukung aktivitas pertanian dan perekonomian.

"Infrastruktur, pangan, lingkungan hidup, dan energi ini ada keterkaitan. Jokowi membangun infrastruktur ada irigasi karena berhubungan dengan tanaman padi. Mau kirim barang lewat pasar pakai jalan, ini infrastruktur," ujar dia.

Lebih lanjut ia menuturkan,Jokowi juga memiliki jawaban bila ada kritikan yang diberikan kepadanya. Salah satu terkait pembangunan infrastruktur yang dilakukan tidak efisien dan sulit dibayar, serta dinilai grasa-grusu.

"Jokowi bilang harus cepat karena kita sudah ketinggalan dari Vietnam. Ini dikebut, dan sudah direncanakan lama dari zaman Mega, Gus Dur, dan sudah jalan. Pak Prabowo berikan alternatif tapi masih mengambang," ujar Ari.

Selain itu, menurut  Ari, bila Indonesia tidak membangun infrastruktur dikhawatirkan Indonesia akan ketinggalan dari Kamboja dan Laos. Ditambah struktur tanah di Indonesia, Ari menilai berpengaruh terhadap biaya pembangunan infrastruktur di Indonesia sehingga mahal.

"Negara lain sudah cepat, kita harus balap. Kalau enggak ketinggalan dari Kamboja dan Laos," ujar dia.

Ari juga menyoroti soal kelola lahan. Selama ini, pemerintahan Jokowi-Jusuf Kalla (JK) memberikan sertifikat tanah kepada masyarakat. Pemberian sertifikat kepada petani juga memberikan akses untuk masuk ke sektor keuangan karena memiliki sertifikat.

"Sedangkan pak Prabowo bilang kalau tanah, bumi, air dan dikuasai negara, ini sesuai pasal 33 tapi kekayaan negara, dan tanah bagaimana dulu," ujar Ari.

Meski demikian, Ari menilai, Prabowo juga memiliki keunggulan dalam debat kedua capres tersebut. Salah satunya bagaimana mensejahterakan nelayan dengan mengadakan cold storage. "Itu tidak mengambang. Yang lain konsep masih wacana," kata Ari.

Sementara itu, Ekonom Indef, Bhima Yudhistira menyayangkan, debat capres kedua kemarin melewatkan isu-isu besar di sektor energi, pangan, dan lingkungan hidup. Bhima menilai, hal tersebut mulai dari mengatasi kelangkaan energi, bagaimana meningkatkan investasi dan produksi minyak dan gas (migas), serta pembangunan smelter.

Bhima menilai, kedua capres belum dapat memaparkan dan membahas isu dengan langkah konkret yang akan dilakukan untuk membenahi masalah di sektor energi, pangan, infrastruktur dan lingkungan hidup.

“Terlalu banyak retorika. Ada pakai data tetapi data salah seperti impor pangan. Pertanyaan-pertanyaan yang diberikan belum tajam, dan terlalu banyak retorika. Belum ada solusi konkret atasi deforestasi, kelangkaan energi, investasi migas, produksi migas, defisit migas, Freeport tidak dibahas, sumber daya alam berkaitan dengan smelter dan tata niaga tambang. Masalah besar secara subtansi tapi tidak keluar,” ujar Bhima.

Selain itu, Bhima juga menilai, pertanyaan dan jawaban dari masing-masing capres juga kurang sesuai yang diberikan. “Bagaimana maksudnya melindungi hutan dari serbuan sawit dan deforestasi ini dijawabnya soal B20 dan B100. Persiapan capres masih kurang,” kata dia.

Bhima juga menilai, salah satu capres juga ada masih terjebak dengan nostalgia dengan pembangunan infrastruktur yang sudah dikerjakan. Di sisi lain, menurut Bhima ada juga capres yang paparkan soal infrastruktur untuk rakyat tapi belum diberikan contoh.

 “Penjelasan ekonomi digital juga masih kurang padahal 90 juta milenial mengharapkan program untuk mendukung,” kata dia.

Meski demikian, Bhima menilai, kedua capres ingin membangun ekonomi Indonesia lebih baik lagi. Akan tetapi memang konsep dan strategi yang digunakan berbeda."Debat dalam konstrukstif ingin bangun ekonomi lebih baik lagi dengan pendekatan yang berbeda," tutur dia.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Prabowo Sebut Pembangunan Infrastruktur Tanpa Kajian, Jokowi Membantah

Sebelumnya, Calon Presiden nomor urut 02 Prabowo Subianto menilai pembangunan infrastruktur yang dilakukan belum berdampak dengan pertumbuhan ekonomi.

"Hampir tak kelihatan dampak dari pertumbuhan ekonomi, infrastruktur tak efisien dengan proses yang tertib,” ujar Prabowo, dalam debat capres kedua soal energi, pangan, infrastruktur, sumber daya alam, dan lingkungan hidup, Minggu 17 Februari 2019.

Prabowo menuturkan, bila dibandingkan dengan indeks per kilometer antara lain jalan tol, LRT, kereta api yang dilaksanakan di Thailand, Malaysia itu dua kali lebih efisien dibandingkan di Indonesia.

"Ini fakta jadi saya pikir kita harus berpikir jernih dalam melihat infrastruktur itu menambah kekuatan ekonomi kita," kata dia.

Prabowo mengatakan, pembangunan infrastruktur yang dilakukan tanpa feasibility study (FS) yang benar. Proyek infrastruktur tidak efisien. "Bukan rakyat untuk infrastruktur, hanya jadi monumen. LRT di Palembang, lapangan terbang Kertajati," kata dia.

Calon Presiden nomor urut 01 Joko Widodo (Jokowi) pun menanggapi hal tersebut. Pembangunan infrastruktur sudah direncanakan lama.

"Ada juga DED-nya, LRT Palembang dan MRT, LRT semua butuh waktu memindahkan, senang naik mobil sendiri, butuh 10 tahun-20 tahun, tidak mudah. Ini 4-6 bulan. Ini jalan tol sambung, bandara Bandung dipindahkan ke Kertajati," kata Jokowi.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.