Sukses

Jokowi Ingin Seluruh Rakyat RI Sudah Nikmati Listrik, Terwujudkah?

Pemerintahan Jokowi-JK berupaya menciptakan energi berkeadilan selama 4 tahun ini. Apa sajakah itu?

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintahan Joko Widodo (Jokowi)-Jusuf Kalla (JK) berupaya melistriki hingga ke pelosok daerah di Indonesia. Hal ini agar listrik merata di Indonesia.

Upaya yang dilakukan untuk memeratakan listrik di Indonesia memacu pembangunan jaringan transmisi dan distribusi kelistrikan. Lalu bagaimana perkembangan rasio elektrifikasi di Indonesia?

Mengutip situs Kementerian ESDM,rasio elektrifikasi di Indonesia pun menunjukkan pertumbuhan. Pada 2010, rasio elektrifikasi hanya 67,2 persen. 2018, rasio elektrifikasi mencapai 98,3 persen dari target 97,5 persen secara nasional.

Rasio elektrifikasi itu antara lain dengan komposisi PLN 95,45 persen, dan non PLN sekitar 2,48 persen, dan LTSHE mencapai 0,37 persen.

Adapun pencapaian rasio elektrifikasi pada periode 2010-2019 yaitu pada 2010 mencapai 67,2 persen. Kemudian meningkat menjadi 73 persen pada 2011, 76,7 persen pada 2012. Lalu naik lagi menjadi 80,5 persen pada 2013, sebesar 84,3 persen pada 2014.

Rasio elektrifikasi pun terus meningkat menjadi 88,3 persen pada 2015, selanjutnya naik menjadi 91,2 persen pada 2016, 95,3 persen pada 2018. Akhirnya melebihi target menjadi 98,3 persen untuk rasio elektrifikasi pada 2018. Pada 2019, Kementerian ESDM menargetkan mencapai 99,9 persen.

Tak hanya meningkatkan rasio elektrifikasi, pemerintah juga berupaya mendiversifikasi bauran energi primer untuk pembangkit listrik.

Salah satunya porsi bahan bakar minyak (BBM) dalam bauran energi primer untuk pembangkit listrik cenderung menurun. Hal ini agar biaya produksi listrik lebih efisien.

Berdasarkan data Kementerian ESDM, pangsa BBM pembangkit tenaga listrik mencapai 11,81 persen pada 2014, kemudian turun menjadi 8,58 persen pada 2015, selanjutnya terus turun menjadi 6,96 persen pada 2016, 6 persen pada 2017, dan 5 persen pada 2018.

Kementerian ESDM menyebutkan bauran energi primer pembangkit listrik pada 2018 antara lain batu bara sebesar 60,5 persen, gas bumi sebesar 22,1 persen, BBM dan bahan bakar nabati (BBN) sebesar lima persen, dan energi baru terbarukan 12,4 persen.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Energi Baru Terbarukan

Lalu bagaimana dengan kapasitas pembangkit energi baru terbarukan selama 2014-2018?

Kementerian ESDM menyebutkan kalau kapasitas pembangkit energi baru terbarukan terus meningkat.

A.Kapasitas terpasang pembangkit panas bumi (MW):

2014: 1.403,5

2015: 1.438,5

2016: 1.643,5

2017: 1.808,5

2018: 1.948,5

Kemudian 140 MW tambahan kapasitas terpasang pembangkit panas bumi dari PLTP Karaha 1 (30MW) dan PLTP Sarulia (110MW)

B.Kapasitas Terpasang PLTS, PLTMH (MW):

2014: 123

2015: 160

2016: 247

2017: 296

2018: 332

C. Kapasitas Terpasang Pembangkit Bioenergi (MW)

2014: 898,5

2015: 1.767,1

2016: 1.787,9

2017: 1.839,5

2018: 1.857,5

Pada 2018, pembangkit listrik tenaga bayu (PLTB) Sidrap beroperasi. Ini pertama kali di Indonesia mengoperasikan PLTB. Kapasitas pembangkit mencapai 75 MW.

 

3 dari 4 halaman

Subsidi Energi

Lalu bagaimana dengan subsidi energi?

Kementerian ESDM klaim subsidi energi semakin tepat sasaran. Hal ini dialihkan untuk belanja lebih produktif.

Total subsidi pada 2012-2014 mencapai Rp 958 triliun. Subsidi tersebut pun dipangkas untuk belanja produktif. Tercatat subsidi energi mencapai Rp 477 triliun pada 2015-2018.

Lalu untuk apa subsidi energi tersebut diberikan?

2012, total subsidi mencapai Rp 306,5 triliun. Subsidi itu digunakan untuk subsidi BBM/LPG sebesar Rp 211,9 triliun, subsidi listrik mencapai Rp 94,6 triliun.

2013, subsidi BBM/LPG mencapai Rp 210 triliun, subsidi listrik mencapai Rp 100 triliun. Totalnya mencapai Rp 310 triliun.

2014, total subsidi mencapai Rp 341,8 triliun. Subsidi tersebut untuk BBM/LPG sebesar Rp 240 triliun dan subsidi listrik mencapai Rp 101,8 triliun.

2015, total subsidi mencapai Rp 119,1 triliun. Subsidi itu untuk BBM/LPG mencapai Rp 60,8 triliun dan listrik sebesar Rp 58,3 triliun.

2016, total subsidi Rp 106,8 triliun. Total subsidi itu untuk subsidi listrik sebesar Rp 63,1 triliun dan BBM/LPG sebesar Rp 43,7 triliun.

2017, total subsidi mencapai Rp 97,6 triliun. Subsidi itu untuk BBM/LPG sebesar Rp 47 triliun dan listrik sebesar Rp 50,6 triliun.

2018, total subsidi mencapai Rp 153,5 triliun. Subsidi energi itu antara lain untuk subsidi BBM/LPG sebesar Rp 97 triliun dan subsidi listrik sebesar Rp 56,5 triliun.

 

4 dari 4 halaman

PNBP Melebihi Target

Kemudian penerimaan negara bukan pajak dari sektor ESDM pun terus meningkat.

Pada 2014, realisasi penerimaan negara bukan pajak mencapai Rp 117,8 triliun. Realisasi itu terdiri dari migas mencapai Rp 85,5 triliun, minerba sebesar Rp 29,6 triliun, lainnya sebesar Rp 1,8 triliun.

Pada 2015, realisasi PNBP sektor ESDM mencapai Rp 79,1 triliun yang berasal dari migas sebesar Rp 48,6 triliun, minerba sebesar Rp 27,2 triliun, dan lainnya Rp 2,4 triliun.

Pada 2017,PNBP sektor ESDM mencapai Rp 132 triliun yang berasal dari migas sebesar Rp 88,6 triliun, minerba sebesar Rp 40,6 triliun, dan lainnya sebesar Rp 1,9 triliun.

Pada 2018, PNBP sektor ESDM mencapai Rp 217,5 triliun. Realisasinya antara lain dari migas sebesar Rp 163,4 triliun, sektor minerba sebesar Rp 50 triliun, energi terbarukan sebesar Rp 2,3 triliun, dan lainnya Rp 1,8 triliun. Adapun realisasi PNBP sektor ESDM pada 2018 itu 181 persen dari target APBN 2018 sebesar Rp 120,5 triliun.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.