Sukses

Ekonom: Indonesia Tak Bakal Runtuh Karena Utang

Ekonom Syarkawi Rauf menyebutkan, rasio utang Indonesia terhadap produk domestik bruto (PDB) masih berada pada level aman.

Liputan6.com, Jakarta - Utang menjadi isu hangat yang selalu diperbincangkan oleh publik. Beberapa bahkan menyebutkan Indonesia bisa hancur karena utang yang kian menumpuk.

Pengamat Ekonomi, Syarkawi Rauf menyebutkan, rasio utang Indonesia terhadap produk domestik bruto (PDB) masih berada pada level aman. Bahkan semakin menurun sejak era kepemimpinan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).

Meski saat ini jumlah utang semakin besar, tapi dilihat dari sisi rasio utang sebetulnya menurun dibanding tahun-tahun orde baru dan reformasi. 

Dia mengungkapkan,  rasio utang terhadap PDB saat ini berada di kisaran 30 persen. Jauh lebih kecil dibanding rasio utang di akhir pemerintahan Presiden Soeharto yang mencapai 85,4 persen terhadap PDB.

"Tidak perlu khawatir soal utang, jangan percaya hoax Indonesia akan ambruk karena utang," kata Syarkawi dalam sebuah acara diskusi di Kawasan Kebayoran,Jakarta, Kamis (14/2/2019).

Dia mengungkapkan, utang Indonesia di penghujung 1998 memang hanya Rp 541,5 triliun, jauh lebih kecil dibanding jumlah utang saat ini mencapai ribuan triliun. Namun rasio terhadap PDB yang menunjukkan kemampuan membayar utang sangat besar.

"Tahun 98 di ujung kekuasaan itu 85,4 persen rasio utang terhadap PDB. Dan Ini terus mengalami penurunan, misalnya tahun 2003 sudah 61 persen, 2004 sudah 56,4 persen," ujar dia.

Tren menurunnya rasio utang mulai terjadi di era SBY. Kemudian turun  signifikan di akhir masa Pemerintahannya yaitu berada di level 24,7 persen.

"Jadi pak SBY sukses membuat utang kita menjadi aman, karena rasio menjadi kecil. Hanya 24,7 persen," kata dia.

Dia juga mengakui, pada 2015 hingga 2018 utang menjadi semakin besar. Namun, itu dilakukan semata-mata untuk pembangunan infrastruktur. Juga di satu sisi, Pemerintah tetap berupaya mengurangi penggunaan utang sebagai sumber pembiayaan. 

"Semua negara pasti berutang, tapi kemampuan kita membayar utang itu, sustainability kemampuan kita untuk membayar. Artinya kita butuh Rp 10 juta, income cuma Rp 3 juta ya kredit saja," ujar dia.

 

Reporter: Yayu Agustini Rahayu

Sumber: Merdeka.com

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Utang Pemerintah Tembus Rp 4.418 Triliun

Sebelumnya, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat utang pemerintah pusat sepanjang 2018 sebesar Rp 4.418,3 triliun.

Angka ini naik jika dibandingkan dengan posisi utang pada 2017 yaitu sebesar Rp 3.995,25 triliun.

Mengutip data APBN Kita edisi Januari 2019, utang tahun lalu berasal dari pinjaman dan penerbitan surat berharga. Pinjaman sebesar Rp 805,62 triliun dan penerbitan surat berharga sebesar Rp 3.612,69 triliun.

"Pengelolaan utang yang pruden dan akuntabel di tengah kondisi pasar 2018 yang volatile. Rasio utang Pemerintah terkendali, sebesar 29,98 persen terhadap PDB," demikian ditulis Kemenkeu, Jakarta, Selasa 22 Januari 2019.

Masih sumber yang sama, pinjaman berasal dari pinjaman luar negeri sebesar Rp 799,04 terdiri dari bilateral  Rp 330,95 triliun, multilateral Rp 425,49 triliun dan komersial Rp 42,60 triliun. Sementara itu, pinjaman dalam negeri sebesar Rp 6,57 triliun.

Dari Surat Berharga Negara (SBN) pemerintah menarik utang sebesar Rp 3.612,69 triliun. Dalam denominasi Rupiah sebesar Rp 2.601,63 triliun terdiri dari surat utang negara Rp 2.168,01 triliun dan surat berharga syari’ah negara Rp 433,63 triliun.

"Denominasi valas sebesar Rp 1.011,05 triliun, surat utang negara Rp 799,63 triliun dan surat berharga syari’ah negara sebesar Rp 211,42 triliun," tulis Kemenkeu.

Sepanjang 2018, pengelolaan pembiayaan utang semakin membaik. Hal tersebut ditunjukkan dengan realisasi utang yang hingga akhir 2018 semakin menurun baik untuk Surat Berharga Negara (Neto) maupun untuk Pinjaman (Neto) serta diluncurkannya program dan format baru pembiayaan.

"Salah satu program pembiayaan yang diluncurkan Pemerintah pada 2018 adalah penerbitan Green Global Sukuk di bulan Februari 2018. Green Global Sukuk merupakan program pembiayaan untuk mendukung pelestarian lingkungan hidup," tulis Kemenkeu.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.