Sukses

Ekonom UI: Tarif Tol RI Masih Sebanding dengan Vietnam dan Malaysia

Ekonom UI Fithra Faisal menuturkan, pembangunan jalan tol yang terpenting berdampak terhadap ekonomi. Sedangkan tarif tol adalah hal relatif.

Liputan6.com, Jakarta - Tarif tol di Indonesia merupakan tarif tol termahal di Asia Tenggara (ASEAN) dengan rata-rata tarif  berkisar Rp 1.300 hingga Rp 1.500 per kilometer (Km).

Ekonom Universitas Indonesia (UI), Fithra Faisal menilai, tarif tol tersebut merupakan hal yang relatif, mengingat tingginya biaya pembangunan jalan tol di Indonesia. Apalagi banyak tol yang baru dibangun sehingga belum ada pengembalian modal.

"Itu relatif karena ketika kita membangun jalan tol itu mahal, intinya harus ada potensi pengembaliannya yang juga kalau dilihat rasio opex dan capexnya itu sebenarnya cukup mahal, apalagi di daerah yang mahal harga tanahnya, jadi memang cukup tinggi tarifnya," kata Fithra saat ditemui di Kawasan Gondangdia, Jakarta Pusat, Senin (11/2/2019).

Kendati demikian, Fithra mengatakan, jika dibandingkan dengan negara lainnya di ASEAN tarif tol di Indonesia bukan merupakan yang paling mahal.

"Kalau dibandingkan dengan ASEAN itu relatif, kalau dibandingkan dengan Singapura, tentu mereka lebih tinggi. Tapi dibandingkan Malaysia dan Vietnam ya so so lah (sebanding)," ujar dia.

Sebagai informasi, di negara-negara tetangga, seperti Singapura tarif tol rata-rata Rp 778/Km, Malaysia Rp 492/Km, Thailand dalam kisaran Rp 440/Km, Vietnam dalam kisaran Rp 1.200/Km, dan Filipina Rp 1.050/Km.

 

Reporter: Yayu Agustini Rahayu

Sumber: Merdeka.com

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Pembangunan Jalan Tol Harus Berdampak terhadap Ekonomi

Sejauh ini, dia menilai tarif tol tidak menjadi suatu masalah yang memiliki pengaruh besar terhadap perekonomian.

"Yang jadi masalah adalah ketika pembangunan jalan tol ini kemudian tidak terefleksi ke perekonomian masyarakat, nah ini sebenarnya butuh waktu," tutur dia.

Pembangunan jalan tol, lanjut dia, harus memiliki nilai tambah dan dapat mendongkrak roda perekonomian.

"Feasibilities study (fs) nya dibuat lebih baik. Bukan artinya tidak butuh jalan tol, itu masih dibutuhkan. Tapi nanti jalan tol seperti apa yang dibutuhkan?,” kata dia.

"Jalan tol yang hubungkan dari industri ke industri, bisa turunkan harga, yang bisa turunkan gap antara yang kaya dan miskin. Selama ini ada beberapa kajian untuk jalan tol ini justru melebarkan ketimpangan karena sifatnya yang regresif," ia menambahkan.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.