Sukses

Menko Luhut: Pemerintah Berutang untuk Kegiatan Produktif

Pemerintah berutang untuk mendorong pembangunan di seluruh pelosok Indonesia.

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman, Luhut Binsar Panjaitan, angkat bicara tentang utang pemerintah saat memberi paparan dalam DBS Asian Insights Conference 2019. Acara tersebut diselenggarakan di Hotel Mulia, Jakarta, Rabu (31/1/2019).

Luhut mengatakan, pemerintah menarik utang untuk hal produktif, salah satunya untuk pembangunan di seluruh Indonesia. "Semua utang Indonesia merupakan utang yang sangat produktif,” ujarnya.

Luhut pun menjelaskan, dalam membangun pemerintah juga berhitung. Tidak seluruh pembangunan menggunanan dana dari pinjaman atau utang. 

Salah satu contohnya yaitu pembangun Light Rail Transit (LRT). Dalam pembangunan ini telah terjadi penghematan Rp 1 triliun dan hanya menggunakan 20 persen dana APBN.

“Orang-orang LRT itu anak muda semua, dan mereka semua sudah berhasil menghemat dana mereka dan menyumbang Rp 1 triliun. Saat ini negara kita sudah di-manage oleh kalangan muda yang tidak akan bisa main-main lagi,” ungkapnya.

Tidak hanya itu saja Luhut juga mengatakan bahwa pada 2014 saat Presiden Joko Widodo (Jokowi) mulai memimpin, perekonomian memang sedang sangat terguncang dan itu yang membuat Indonesia harus berutang.

“Pada 2014, defisit kita mencapai USD 48 miliar, maka dari itu kita harus berutang karena pendapatan kita tidak sesuai dengan keinginan,” tandasnya.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

JK: Kita Tidak Utang untuk Foya-Foya

Hal yang sama juga diungkapkan oleh Wakil Presiden Jusuf Kalla. "Negara mirip dengan perusahaan, kalau ingin dikembangkan dengan optimal, butuh dana besar," kata Wapres JK di Kantor Wakil Presiden, Jakarta, pada Selasa 29 Januari 2019.

JK menjelaskan, jika ingin pembangunan dilakukan dengan pesat, misalnya dalam hal infrastruktur, dibutuhkan dana besar. Di sisi lain, anggaran negara juga diperlukan untuk membiayai hak-hak dasar warga, seperti pendidikan dan kesehatan. Untuk itulah, diperlukan pendanaan lain.

"Utang bukan jumlahnya yang penting, tapi bisa dibayar atau tidak," tegas JK. Selama utang negara untuk hal-hal produktif, bukan sekedar untuk menggelar konferensi atau bangun kantor pemerintah, Ketua Dewan Masjid Indonesia (DMI) tersebut berpendapat, itu sah-sah saja.

Misalnya, kata dia, untuk pembangunan MRT, moda angkut massal yang diyakini bisa mengatasi masalah transportasi, terutama di kota-kota besar.

"Kalau yakin dalam 40 tahun bisa dibayar dari hasil MRT, tidak masalah," tambah JK.

Utang, tambah JK, juga digunakan untuk membangun sarana atau infratruktur yang penting untuk orang banyak. Ia menambahkan, uang pinjaman bisa untuk membangun pengairan. Efeknya, kebun dan sawah makin banyak, penghasilan negara dari pajak pun meningkat. "Kita tidak utang untuk foya-foya," tambah JK.

JK menegaskan, tak hanya Indonesia yang punya utang. "Negara-negara besar juga tetap meminjam tetapi meminjam ke dalam, misalnya Amerika Serikat dalam bentuk cetak duit," jelas JK.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.