Sukses

IMF Turunkan Proyeksi Ekonomi Dunia, Sri Mulyani Sebut Ekspor Kian Sulit

Liputan6.com, Jakarta International Monetery Fund (IMF) kembali memangkas prediksi pertumbuhan ekonomi global di 2019. Ini kali ketiga IMF menurunkan proyeksinya. Hal tersebut dipicu kenaikan suku bunga dan meningkatnya ketegangan perang dagang.

IMF menyatakan ekonomi global akan tumbuh 3,5 persen pada 2019. Prediksi ini turun dari perkiraan awal pada Juli 2018 di kisaran 3,9 persen dan 3,5 persen pada Oktober 2018 lalu.

Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani mengaku penurunan proyeksi tersebut akan sangat berpengaruh terhadap perekonomian Indonesia.

"Setiap 0,2 persen turun grossnya itu berarti 0,2 dikalikan berapa triliun Dolar AS. Hampir seratus triliun dolar lebih dari total GDP di dunia. Dan itu nantinya mempengaruhi bagaimana Indonesia harus harus berjuang keras kalau kita ingin ekonominya tetap tumbuh, menciptakan kesempatan kerja, mengurangi kemiskinan," kata Sri Mulyani, seperti ditulis Kamis (24/1/2019).

Dia mengatakan dengan kondisi ekonomi dan perdagangan inetrnasional yang sangat lemah, Indonesia harus menyiapkan diri agar mampu menggunakan seluruh instrumen kebijakan untuk menjaga dan membentengi ekonomi domestik kala suasana dunia goncang.

Sementara itu, dia menegaskan APBN sebagai instrumen fiskal kondisinya harus segera diatasi oleh peningkatan ekspor untuk menambal defisit. Dalam kondisi seperti sekarang ini ekspor akan semakin sulit sebab negara-negara tujuan sedang mengalami kelesuan ekonomi.

"Ekspor menjadi lebih sangat sulit karena destinasinya sedang lemah. Ini yangg sedang kita hadapi di 2018 dan kontinyu di 2019. Kalau kita lihat APBN kita, daya dorongnya dengan defisit yang ada masih cukup tinggi, kalau lihat ekspor mungkin ini tantangannya lebih berat karena dengan pertumbuhan global yang lebih lemah, maka mungkin pertumbuhan ekspor kita mengalami tekanan," ujarnya.

Namun sama seperti 2014-2015, dia mengatakan meskipun waktu itu ekspornya mengalami kontraksi, namun masih dapat tumbuh di atas 5 persen.

"Jadi kita akan tetap melihat semua aspek dari pertumbuhan ekonomi dan memaksimalkan instrumen kita untuk bisa mendorong sehingga pertumbuhan bisa tetap optimal," ujarnya.

 

Reporter: Yayu Agustini Rahayu

Sumber: Merdeka.com

Dia menjelaskan kondisi ini diperparah oleh perlambatan ekonomi China, di mana negara tersebut menjadi salah satu mitra dagang utama Indonesia.

"Gross yang totalnya lebih lemah itu kontribusinya sebagian dari RRT (China) sebagai ekonomi terbesar kedua, termasuk di negara Eropa, jadi ini pasti akan pengaruhi kinerja ekspor kita. Impor kita tergantung pada ekpsor impor yang selama ini memang dibutuhkan untuk berproduksi. Kalau kemarin ada beberapa impor barang konsumsi kita sudah menunjukkan penurunan karena PMK untuk bea masuk itu," ujarnya.

Dia mengatakan Indonesia harus jeli melihat semua faktor yang dapat mendorong pertumbuhan ekonomi atau sebaliknya.

"Dalam hal ini kalau kita lihat dari sisi konsumsi, dengan terjaganya inflasi, dan berbagai upaya untuk jaga distribusi dan daya beli masyarakat terjaga," ujarnya.

Dia juga menyatakan pertumbuhan ekonomi harus tetap terjaga dengan diiringi inflasi yang rendah serta investasi yang terus tumbuh.

"Dengan pertumbuhan kredit dan perbaikan iklim investasi dengan mengurangi peraturan-peraturan dan juga berbagai insentif yang diberikan, kami berharap akan tetap tumbuh mendekati 7 persen," dia menandaskan.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini