Sukses

Pembangunan Kilang Minyak Masih Jadi PR Buat Pemerintahan Jokowi

Pembangunan kilang baru dan RDMP yang prosesnya lambat akan mengancam keamanan pasokan energi nasional.

Liputan6.com, Jakarta - Sekretaris Jenderal Asosiasi Daerah Penghasil Migas, Andang Bachtiar mengkritisi kinerja Pemerintahan Jokowi-JK yang belum mewujudkan pembangunan kilang minyak. Selama empat tahun masa pemerintahannya, hingga saat ini belum ada satupun kilang baru yang beroperasi.

"Pembangunan kilang baru belum ada. Untuk peningkatan kapasitas kiiang lama serta pembangunan jaringan gas belum menunjukkan kemajuan berarti selama empat tahun terakhir," kata Andang dalam diskusi publik Outlook Energi dan Pertambangan Indonesia 2019, di Kawasan Cikini, Jakarta, Kamis (17/1/2019).

Dalam Implementasi Refinery Development Master Plan (RDMP) berupa pengembangan kapasitas kilang minyak di wilayah Cilacap, Plaju, Baiongan, Dumai, dan Balikpapan dengan nilai investasi Rp 246 triliun pun berjalan cukup lambat. 

"Pembangunan kilang, sampai sekarang pun yang saya dengar Pak Jokowi juga marah. Kenapa tidak jadi-jadi kilang, ini juga jadi pekerjaan rumah pemerintahan mendatang. Sejak 2006 atau 2007 kilang kita tidak ada tambahan baru bahkan RDMP pun terseok-seok baru kemarin Desember tanda tangan kontrak," sebutnya.

Andang mengatakan, stagnasi pembangunan kilang baru dan keterlambatan RDMP justru akan mengancam keamanan pasokan energi. Sebab, selama ini kapasitas minyak Indonesia masih jauh dari kebutuhan. Sehingga memaksa pemerintah mencari cadangan minyak dengan melakukan impor ke sejumlah negara tetangga.

"Sehingga kita bisa terlepas terhadap ketergantungan impor BBM. Kita masih kapasitas 1 juta kita butuh 1,8 juta. Singapura tersedia, walaupun enggak punya sumber minyak mereka punya kilang," katanya.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Hitungan IRR

Andang menekankan, dengan kondisi tersebut tindakan drastis harus dilakukan pemerintah yaitu menetapkan kilang sebagai infrastruktur ekonomi dan dibangun tanpa menghitung Internal Rate of Return (IRR). Itu bisa dilakukan layaknya pemerintah membangun pelabuhan, membeli aiutsista, membangun jalan non-tol, jembatan dan sejenisnya.

"Setelah terbangun, serahkan kepada Pertamina sebagai penyertaan modal negara. Dengan demikian maka ketergantungan kita selama bertahun-tahun kepada kilang-kilang minyak luar negeri salah satunya ke Singapura yang punya kapasitasnya sampai 1,5 juta barrel per haridapat diatasi," pungkasnya.

Reporter: Dwi Aditya Putra

Sumber: Merdeka.com

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.