Sukses

Harga Minyak Susut Dibayangi Perlambatan Ekonomi

Harga minyak Brent turun 11 persen minggu lalu dan mencapai level terendah sejak September 2017.

Liputan6.com, New York - Harga minyak jatuh lebih dari 6 persen ke level terendah dalam lebih dari satu tahun. Penurunan harga minyak dipicu kekhawatiran perlambatan ekonomi bakal mengguncang pasar.

Melansir laman Reuters, Selasa (25/12/2018), harga minyak mentah berjangka AS dan patokan global Brent LCOc1 mencapai level terendah sejak 2017 selama sesi perdagangan. Ini menempatkan kedua tolok ukur minyak dunia di jalur merugi sekitar 40 persen pada kuartal keempat.

Secara rinci, harga minyak mentah berjangka AS ditutup pada USD 42,53 per barel, turun USD 3,06, atau 6,7 persen. Adapun minyak mentah berjangka Brent ditutup turun USD 3,35, atau 6,2 persen menjadi USD 50,47 per barel. Pasar menetap lebih awal menjelang liburan Natal. 

Harga minyak Brent turun 11 persen minggu lalu dan mencapai level terendah sejak September 2017. Sementara harga minyak AS meluncur ke level terendah sejak Juli 2017, membawa penurunan dalam dua kontrak menjadi lebih dari 35 persen untuk kuartal tersebut.

"Apa yang terjadi di pasar saham meningkatkan kekhawatiran bahwa ekonomi akan berhenti dan dengan demikian pada dasarnya akan membunuh permintaan minyak di masa depan," kata Phil Flynn, Analis di Price Futures Group di Chicago.

"Mereka menganggap penurunan harga minyak akibat perlambatan ekonomi jika bukan resesi. Penurunan harga di kuartal keempat kemungkinan akan menyebabkan produsen untuk kembali pada output mereka," di menambahkan.

Minyak mentah berjangka AS telah mencapai level terendah sejak 22 Juni 2017, karena kegelisahan tentang dampak meningkatnya sengketa perdagangan AS-China terhadap pertumbuhan global dan permintaan minyak mentah. Sedangkan minyak mentah Brent berada di level terendah sejak 17 Agustus 2017.

Pasar aset telah berada di bawah tekanan seiring penutupan pemerintah AS yang dimulai setelah tengah malam pada hari Sabtu. Langkah ini memunculkan kekhawatiran tentang pertumbuhan ekonomi.

Investor kemudian berbondong-bondong membeli aset safe-haven seperti emas dan utang pemerintah dengan mengorbankan minyak mentah dan saham.

Indeks saham di seluruh dunia melesat menuju penurunan kedelapan berturut-turut pada hari Senin karena investor mengabaikan tindakan Menteri Keuangan AS untuk memperkuat kepercayaan terhadap ekonomi dan Presiden AS Donald Trump mengkritik Federal Reserve sebagai "satu-satunya masalah ekonomi kita."

Senat AS tidak dapat memecahkan kebuntuan atas permintaan Trump untuk memberikan lebih banyak dana tembok di perbatasan dengan Meksiko. Seorang pejabat senior mengatakan penutupan dapat berlanjut hingga 3 Januari.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Langkah OPEC

Gambaran ekonomi makro dan dampaknya terhadap permintaan minyak terus menekan harga. Ekuitas global turun hampir 9,5 persen sejauh ini pada bulan Desember, penurunan satu bulan terbesar sejak September 2011, ketika krisis utang zona euro sedang berlangsung.

Perselisihan perdagangan AS-Cina dan prospek kenaikan suku bunga AS yang cepat telah membuat saham global turun dari rekor tertinggi tahun ini dan memicu kekhawatiran bahwa permintaan minyak tidak akan cukup untuk menyerap kelebihan pasokan.

Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak dan sekutu yang dipimpin Rusia sepakat bulan ini untuk memangkas produksi minyak sebesar 1,2 juta barel per hari mulai Januari.

Jika langkah itu gagal menyeimbangkan pasar, OPEC dan sekutunya akan mengadakan pertemuan luar biasa. Ini dikarakan Menteri Energi Uni Emirat Arab Suhail al-Mazrouei pada hari Minggu.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.