Sukses

Capaian Kinerja 4 Tahun Ditjen Prasarana dan Sarana Pertanian Kementan

Ini capaian kinerja 4 Tahun Ditjen PSP Kementerian Pertanian.

Liputan6.com, Jakarta Selama empat tahun terakhir (tahun 2015 – 2018) banyak program yang telah dijalankan Ditjen Prasarana dan Sarana Pertanian (PSP) Kementerian Pertanian (Kementan. Semuanya difokuskan untuk mendukung pembangunan empat sub sektor komoditas pertanian, yaitu tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, dan peternakan.

Beberapa program tersebut antara lain Pengembangan & Pengelolaan Air Irigasi, Pengembangan Mekanisasi Pertanian, Optimalisasi Pemanfaatan Lahan Rawa, Cetak Sawah Pupuk Subsidi, dan Asuransi Pertanian.

"Kegiatan yang telah dilaksanakan Ditjen PSP ini cenderung memberikan dampak pada peningkatan produktivitas dan peningkatan Indeks Pertanaman (IP), sehingga diharapkan mampu memberikan peningkatan pendapatan dan kesejahteraan bagi petani," ujar Direktur Jenderal PSP, Dadih Permana.

Dukungan yang diberikan berupa pengembangan dan pengelolaan air secara efektif dan efisien untuk kegiatan pertanian berkelanjutan serta pengembangan sistem pembiayaan usaha pertanian yang fleksibel dan sederhana.

Selain itu, Ditjen PSP juga mendukung pengembangan sistem mekanisasi pertanian melalui kebijakan pengembangan, pengawasan dan kelembagaan alat dan mesin pertanian yang sesuai dengan arah pembangunan pertanian, dan pengembangan pemanfaatan lahan rawa melalui kegiatan optimasi lahan rawa dan rawa pasang surut.

Dalam Pengembangan dan Pengelolaan Air Irigasi, Ditjen PSP melakukan rehabilitasi jaringan irigasi, irigasi perpompaan serta pengembangan embung/ dam parit/ long storage.

"Dalam kurun waktu 2015 – 2018 (angka realisasi per 5 November 2018) telah dilaksanakan program rehabilitasi jaringan irigasi seluas 3,12 juta hektare," ucap Dadih.

Dari kegiatan itu, rata-rata mampu untuk meningkatkan Indeks Pertanaman (IP) 0,5 dari kondisi awal. Realisasi terbanyak terjadi pada 2015 yang mencapai 2,45 juta hektare.

Kegiatan tersebut mampu mempertahankan produksi padi sebanyak 16,36 juta ton. Namun apabila peningkatan IP 0,5 terpenuhi akibat dari kegiatan ini, maka akan terjadi peningkatan produksi sebanyak 8,18 juta ton.

"Sehingga total produksi padi selama 5 tahun pada area yang terdampak kegiatan rehabilitasi jaringan irigasi mencapai 24,37 juta ton," kata Dadih.

Irigasi Perpompaan juga telah ditingkatkan selama tiga tahun terakhir (2016 – 2018). Total kegiatan irigasi perpompaan selama tiga tahun sebanyak 2.978 unit (angka realisasi per 5 November 2018). Dengan estimasi luas layanan per unit seluas 20 hektare, maka luas areal yang dapat diairi saat musim kemarau seluas 59,78 ribu hektare.

"Jika berdampak pada penambahan IP 0,5, maka akan terjadi penambahan luas tanam 29,78 ribu hektar, dan penambahan produksi 154,85 ribu ton," ujar Dadih.

Sementara itu, pengembangan embung, dam parit, long storage dalam 4 tahun terakhir (2015 – 2018) mencapai 2.956 unit (angka realisasi per 5 November 2018). Dengan estimasi luas layanan dari embung, dam parit, long storage seluas 25 ha, maka potensi ini akan mampu memberikan dampak pertanaman seluas 73,90 ribu hektare.

"Bila dapat memberikan dampak kenaikan IP 0,5, maka potensi penambahan produksi pertanaman mencapai 384,28 ribu ton," ucap Dadih.

Selama ini, Ditjen PSP telah menyalurkan bantuan alsintan tidak kurang dari 350 ribu unit, yang terdiri dari traktor roda dua, traktor roda empat, pompa air, rice transplanter, cooper, cultivator, exavator, hand sprayer, serta implemen alat tanam jagung dan alat tanam jagung semi manual.

Pada 2015, alsintan yang disalurkan sebanyak 54.083 unit, pada 2016 sebanyak 148.832 unit, pada 2017 sebanyak 82.560 unit, dan pada 2018 sebanyak 112.525 unit. Alsintan tersebut telah diberikan kepada kelompok tani/gabungan kelompok tani, UPJA, dan brigade alsintan.

Tak berhenti disitu, Ditjen PSP juga melakukan Pengembangan Pemanfaatan Lahan Rawa. Kebijakan Ditjen PSP terhadap pengembangan lahan rawa diimplementasikan melalui kegiatan optimasi lahan rawa (lebak/pasang surut) dengan fokus peningkatan produktivitas dan Indeks Pertanaman (IP).

Upaya pemanfaatan lahan rawa dengan pola optimasi lahan telah mulai dirintis sejak 2016. Pada 2016, telah dilaksanakan kegiatan optimasi lahan rawa seluas 3.999 ha. Kemudian 2017 seluas 3.529 ha, dan pada 2018 telah terealisasi seluas 16.400 ha (data realisasi per 5 November 2018).

Pilot project yang digulirkan sukses mengoptimalkan 750 hektere lahan rawa di Desa Jejangkit Muara, Kecamatan Jejangkit, Kabupaten Barito Kuala, Kalimantan Selatan. Kunci dari keberhasilan proyek ini adalah sistem pengelolaan air yang dilaksanakan secara optimal.

Kementerian Pertanian juga terus bekerja dengan para petani yang menggarap lahan rawa tersebut dengan bantuan ekskavator dan pompa gratis. Raksasa tidur berupa rawa tersebut berhasil dibangunkan, dan terbukti produktif dengan indeks pertanamannya mencapai tiga kali dalam setahun.

Untuk urusan cetak sawah, Ditjen PSP dalam 4 tahun terakhir sudah melakukannya kegiatan cetak sawah seluas 215.811 ha. Kedepan PSP akan fokus mengoptimalkan pengembangan lahan rawa.

Dalam menangani pupuk subsidi, Kementan juga sudah menerbitkan Peraturan Menteri Pertanian No. 47/Permmentan/SR.310/12/2017 tentang Alokasi dan Harga Eceran Tertinggi Pupuk Bersubsidi untuk Sektor Pertanian TA. 2018.

"Permentan ini gunanya untuk menjamin aksesibilitas petani dalam memperoleh pupuk dengan harga yang terjangkau. Juga menjamin ketersediaan pupuk dengan Harga Eceran Tertinggi (HET) Pemerintah," kata Dadih.

Untuk memberikan ketenangan kepada petani, Ditjen PSP juga telah mengeluarkan program Asuransi Usaha Tanaman Pangan (AUTP) dan Asuransi Usaha Ternak Sapi/Kerbau (AUTSK) sejak 2016. Pelaksanaan asuransi pertanian dilakukan bekerjasama dengan PT Asuransi Jasa Indonesia (Jasindo).

AUTP menawarkan ganti rugi sebesar Rp 6 juta per hektare, dengan masa pertanggungan sampai dengan masa panen (empat bulan). Sementara itu AUTSK menjamin hewan ternak dengan premi Rp 200.000 per ekor per tahun, Rp 160.000 ditanggung pemerintah dan sisa Rp 40.000 dari swadaya petani dengan ganti rugi yang dibayarkan sebesar Rp 10 juta per ekor.

"Ini agar petani tidak merasakan ketakutan gagal panen lagi. Peternak sapi juga tidak khawatir bila ternakannya mati," kata Dadih.

 

 

(*)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.