Sukses

Harga Bikin Bulog Belum Maksimal Serap Beras Petani

Minimnya penyerapan beras petani disebabkan harga pembelian gabah dari pemerintah melalui Bulog lebih rendah dibandingkan harga di lapangan.

Liputan6.com, Jakarta Petani menilai serapan beras Perum Bulog belum maksimal. Minimnya penyerapan beras petani disebabkan harga pembelian gabah dari pemerintah melalui Bulog lebih rendah dibandingkan harga di lapangan.

"Kita prediksi di akhir tahun ini atau awal tahun, diperkirakan akan kurang juga karena panen kita tidak maksimal," ujar Sekretaris Umum Dewan Pimpinan Pusat Serikat Petani Indonesia (SPI), Agus Ruli seperti mengutip Antara, Selasa (20/11/2018).

Dia berharap Bulog bisa membeli beras petani dengan harga yang layak. Selain itu petani harus diberikan insentif dan dukungan.

Kemudian Bulog harus menyiapkan gudang penampungan dan pengeringan beras dari petani, agar kualitas berasnya baik dan bisa lama disimpan. Langkah ini demi memaksimalkan beras dari petani.

Ia menegaskan terlebih dalam tahun politik Indonesia saat ini, persoalan pangan harus terjamin. Karenanya menjadi pertanyaan jika harga beras mahal dan terjadi defisit.

Sementara itu Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Ahmad Heri Firdaus pada kesempatan berbeda, mengatakan Bulog seharusnya antisipatif terhadap kenaikan harga beras.

Beberapa daerah, contohnya Riau, bahkan telah menyatakan mengalami defisit beras. Padahal di sisi lain stok beras di gudang Bulog melimpah ruang hingga 2,5 juta ton.

"Harusnya diantisipasi. Buat pemetaan di tiap daerah. Kan banyak gudangnya Bulog, bisa dipantau dari tiap gudang di daerah masih aman atau nggak," jelas dia.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Pasokan Cukup, Pemerintah Tetap Harus Waspada Kenaikan Harga Beras

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat adanya potensi surplus beras mencapai sekitar 2,85 juta ton di 2018. Hasil tersebut diperoleh dengan menggunakan metode kerangka sampel area (KSA) untuk melakukan penghitungan luas panen gabah kering giling (GKG) untuk kemudian dikonversi menjadi proyeksi produksi beras secara nasional.

Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Rusli Abdullah mengatakan, meski mengalami surplus beras, namun pemerintah diminta tetap waspada. Sebab, surplus tersebut akan tercapai apabila produksi beras November-Desember 2019 sesuai target dengan masing-masing 1,5 juta ton.

"Mencapai target produksi beras November-Desember 2018 berat. Alasan yang mendasarinya adalah akhir tahun adalah musim tanam raya, bukan panen raya," kata Rusli dalam sebuah diskusi yang digelar di Jakarta, Kamis (15/11/2018).

Surplus beras juga tidak menjadi jaminan harga beras akan stabil. Meski diprediksi surplus namun ada dua hal yang mesti diperhatikan. Pertama yakni aksesibilitas, di mana pasokan ada namun tidak tersedia di pasaran.

"Tren harga tinggi di akhir tahun menjadi moral hazard oknum-oknum tidak bertanggung jawab untuk mencari rente dengan penimbunan," katanya.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini