Sukses

Rupiah Kembali Melemah, Ini Kata Sri Mulyani

Kemenkeu akan terus melakukan pencegahan untuk mengurangi dampak pelemahan rupiah terhadap perekonomian Indonesia.

Liputan6.com, Jakarta Nilai tukar rupiah terhadap Dolar Amerika Serikat (USD) kembali melemah.  Mengutip Bloomberg, Selasa (13/11/2018), rupiah dibuka di angka 14.862 per dolar AS, melemah jika dibandingkan dengan penutupan perdagangan sebelumnya yang ada di angka 14.820 per dolar AS.

Sejak pagi hingga siang hari ini, rupiah bergerak di kisaran 14.862 per dolar AS hingga 14.935 per dolar AS. Jika dihitung dari awal tahun, rupiah melemah 9,86 persen.

Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengakui jika pergerakan nilai tukar rupiah memang dipengaruhi sentimen global maupun domestik.

Kemenkeu akan terus melakukan pencegahan untuk mengurangi dampak pelemahan rupiah terhadap perekonomian Indonesia.

"Waktu penguatan kemarin juga didominasi sentimen yang berasal (dari dinamika global). Kondisi global harus terus kita jaga dan waspadai sehingga bagaimana menjaga ekonomi kita," kata Sri Mulyani di Jakarta, Selasa (13/11/2018).

Bendahara Negara ini mengatakan, terkait dengan kondisi dalam negeri faktor current account deficit (CAD) masih menjadi tekanan terhadap mata uang Garuda. Pemerintah terus berkoordinasi dengan Bank Indonesia (BI), Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dan seluruh pelaku usaha untuk menekan defisit.

"Mengenai CAD, saya rasa kita sudah membahasnya dalam sidang kabinet, dalam menko perekonomian, langkah-langkah yang dilakukan bersama kementerian/lembaga terutama dunia usaha dan dengan BI, OJK. Kami akan jalankan (program mengurangi CAD) dan monitor terus," pungkasnya.

Seperti diketahui, Bank Indonesia mencatat defisit neraca transaksi berjalan pada kuartal III-2018 meningkat sejalan dengan menguatnya permintaan domestik.

Defisit transaksi berjalan pada kuartal III-2018 tercatat sebesar USD 8,8 miliar atau 3,37 persen terhadap PDB, lebih tinggi dibandingkan dengan defisit kuartal sebelumnya sebesar USD 8,0 miliar atau 3,02 persen terhadap PDB.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Data Inflasi AS Tekan Nilai Tukar Rupiah

Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) bergerak melemah pada perdagangan Selasa pekan ini. Sentimen eksternal menjadi pendorong pelemahan rupiah. 

Mengutip Bloomberg, Selasa (13/11/2018), rupiah dibuka di angka 14.862 per dolar AS, melemah jika dibandingkan dengan penutupan perdagangan sebelumnya yang ada di angka 14.820 per dolar AS.

Sejak pagi hingga siang hari ini, rupiah bergerak di kisaran 14.862 per dolar AS hingga 14.935 per dolar AS. Jika dihitung dari awal tahun, rupiah melemah 9,86 persen.

Sedangkan berdasarkan Kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) Bank Indonesia (BI), rupiah dipatok di angka 14.895 per dolar AS, melemah jika dibandingkan dengan patokan sehari sebelumnya yang ada di angka 14.747 per dolar AS.

Ekonom Samuel Aset Manajemen, Lana Soelistianingsih. mengatakan bahwa pada pagi ini mata uang kuat Asia seperti dolar Hong Kong dan dolar Singapura bergerak melemah terhadap dolar AS, itu menjadi sentimen pelemahan rupiah.

"Sebagian besar mata uang di kawasan Asia termasuk rupiah melemah terhadap dolar AS," katanya.

Ia memproyeksikan rupiah akan bergerak menuju kisaran 14.850 per dolar AS hingga 14.950 per dolar AS, namun pergerakan rupiah tetap dalam penjagaan Bank Indonesia.

Ia menambahkan pelemahan rupiah kemungkinan juga karena respon negatif pelaku pasar uang terhadap neraca transaksi berjalan pada kuartal ketiga 2018 yang defisitnya naik menjadi 3,37 persen dari produk domestik bruto(PDB).

Bank Indonesia (BI) yang mulai melakukan lelang instrumen derifatif, yakni domestic non delivery forward (DNDF) diharapkan dapat menjaga fluktuasi mata uang domestik.

"Transaksi DNDF ini merupakan instrumen derivatif inovasi Bank Indonesia untuk melakukan pendalaman pasar valas domestik untuk meningkatkan likuiditas," katanya.

Kepala Riset Monex Investindo Futures Ariston Tjendra mengatakan data inflasi AS yang diproyeksikan menguat masih menjadi salah satu faktor yang mendorong dolar AS kembali menguat.

"Meningkatnya inflasi di AS maka peluang bagi the Fed untuk menaikan suku bunganya cukup terbuka," katanya seperti dituliskan Antara.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini