Sukses

Kementan Pastikan Pasokan Cabai Aman Saat Natal dan Tahun Baru

Kementan gencar menstabilkan pasokan dan harga pangan strategis terutama menjelang perayaan hari besar keagamaan.

Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Pertanian (Kementan) gencar menstabilkan pasokan dan harga pangan strategis terutama menjelang perayaan hari besar keagamaan.

Salah satu komoditas yang tidak pernah luput dari perhatian Menteri Pertanian (Mentan) adalah cabai. Kementerian di bawah komando Andi Amran Sulaiman ini serius mengawal produksi cabai agar tidak kecolongan saat Natal dan tahun baru 2019.

Strategi pengaturan tanam antar sentra produksi, Kementan terbukti mampu menjaga kestabilan pasokan cabai. Imbasnya, harga turut terkendali.

"Tercatat, pasokan dan harga cabai sejak Januari 2018 hingga saat ini relatif terkendali. Bahkan saat puasa dan lebaran tahun 2017 dan 2018 juga terbukti aman stabil. Keberhasilan itu harus dipertahankan dan tingkatkan. Petani Champion memegang peranan penting dalam menjaga kestabilan rantai bisnis cabai ini," kata Kasubdit Aneka Cabai dan Sayuran Buah, Direktorat Hortikultura Kementerian Pertanian, Mardiyah Hayati dalam keterangan tertulis, Sabtu (3/11/2018).

Pertemuan menghadirkan petani maju (champion) serta petugas pembina dari 24 dinas pertanian kabupaten/kota sentra produksi utama cabai di Indonesia.

Petani Champion adalah istilah untuk menyebut petani maju yang dikoordinasikan oleh Kementerian Pertanian bersama Dinas Pertanian untuk menjadi lokomotif penggerak bagi petani lain di daerahnya. Champion menjadi aktor penting dalam mengkoordinasikan anggotanya mengatur pola tanam.

"Dengan konsolidasi champion cabai ini kita ingin pastikan pasokan dan cabai saat Natal dan tahun baru nanti benar-benar terjaga. Nyatanya, beberapa tahun tetakhir ini para champion tersebut sudah membuktikan diri mampu berkolaborasi dengan pemerintah bahu membahu menjaga pasokan dan harga cabai aman," ujar Mardiyah. 

Mardiyah merilis, data potensi produksi cabai rawit pada November 2018 mencapai 12 ribu ton, dan Desember sebesar 8 ribu ton.

Sementara untuk cabai besar potensi produksi November 2018 mencapai 10 ribu ton dan Desember sebesar 11 ribu ton. Panen cabai periode November-Desember tersebar di 29 Kabupaten mulai ujung timur Nusa Tenggara, Pulau Jawa hingga Sumatera bagian selatan. 

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Produsen Siap Amankan Pasokan Cabai

Tunov Mondro Atmojo, selaku ketua Asosiasi Champion Cabai Indonesia, mengaku siap mendukung upaya mengamankan cabai nasional.

"Pengalaman gejolak harga cabai tahun-tahun sebelumnya cukup memberikan pelajaran kepada petani cabai tentang pentingnya membangun jaringan antar petani dan pengaturan pola tanam", ujar petani muda asal Magelang tersebut. 

"Anggota kami rata-rata sudah mampu memasok pasar secara kontinyu karena produksi antar sentra sudah diatur sedemikian rupa sehingga tidak terjadi penumpukan di satu waktu, tapi sepi di waktu yang lain," terang Tunov.

Saat ini harga cabai rawit merah di pasaran Rp 18.500 - Rp 21.000 per kilogram. Sementara cabai merah keriting Rp 26.400 - Rp 30.800.- dan cabai merah besar di kisaran Rp 20.800 - Rp.27.000 per kilogram.

Dihubungi terpisah, Direktur Sayuran dan Tanaman Obat Ditjen Hortikultura, Prihasto Setyanto, menyatakan optimistis pasokan dan cabai menghadapi Natal dan tahun baru tahun akan lebih terjaga. Dirinya mengapresiasi kesiapsiagaan para petani cabai dan petugas dinas di 24 Kabupaten dalam menghadapi Natal dan Tahun Baru. 

"Jaminan pasokan yang cukup dari 24 sentra cabai tersebut akan mampu mengamankan kebutuhan pasar induk Kramat Jati,  Pasar Cibitung dan pasar besar di wilayah Lampung, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur hingga Nusa Tenggara," terang Prihasto.

 

 

 

3 dari 3 halaman

Fluktuasi Harga Pangan Dinilai Wajar

Fluktuasi harga komoditas pangan dinilai sebagai hal yang biasa secara ekonomi. Hanya yang perlu diwaspadai dari fluktuasi tersebut yaitu seberapa besar tingkat kenaikan harganya.

Pengamat Ekonomi Pertanian, Adi Hadianto, mengatakan fluktuasi harga pangan memang berkaitan erat dengan nilai inflasi. Namun, inflasi tidak bisa dilihat hanya dalam konteks di suatu wilayah saja.

"Kalau dari sisi kenaikan harga pangan itu ada dua hal. Yang pertama dari sisi konsumen kalau daya belinya rendah. Kemudian sisi lainnya, komoditas pangan itu merupakan kebutuhan pokok sehari-hari," ujar dia di Jakarta, Sabtu 3 November 2018.

Menurut Adi, selama ini harga komoditas pangan dan ternak di pasaran sangat dipengaruhi oleh faktor suplai. Dengan begitu, bila ada lonjakan harga biasanya disebabkan oleh suplai yang bermasalah.

"Kita bisa menerka, permintaan pangan paling tinggi di hari raya, seperti Idul Fitri dan Idul Adha. Artinya sudah diprediksi," ungkap dia.

Sementara dari sisi konsumen, jika kemampuan daya lebihnya rendah sedangkan harga terus mengalami kenaikan, maka akan menimbulkan masalah karena masyarakat tak bisa mengaksesnya. Oleh sebab itu, dalam hal daya beli masyarakat ‎juga harus terus ditingkatkan.

"Kalau misalnya kenaikan itu cukup, daya belinya tinggi,  tidak ada gejolak. Kalau dari sisi petani, tergantung dari struktur pasar, jadi tergantung jenis komoditasnya," tandas dia.

‎

 

 Saksikan video pilihan di bawah ini:

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.