Sukses

Dari Awal Tahun, Dana Asing yang Masuk SBN Capai Rp 28,9 Triliun

BI mencatat dalam sepekan ini telah terjadi capital inflow atau arus modal asing yang masuk ke Surat Berharga Negara (SBN) sebesar Rp 1,9 triliun.

Liputan6.com, Jakarta - Bank Indonesia (BI) mencatat dalam sepekan ini telah terjadi capital inflow atau arus modal asing yang masuk ke Surat Berharga Negara (SBN) sebesar Rp 1,9 triliun. Angka itu menambah jumlah capital inflow sejak awal tahun hingga per 2 November 2018 menjadi sekitar Rp 28,9 triliun.

"Aliran modal asing masuk khususnya SBN minggu ini ada sekitar masuk Rp 1,9 triliun," kata Gubernur BI Perry Warjiyo saat ditemui di Gedung BI, Jakarta, Jumat (2/11//2018).

Perry mengatakan, masuknya dana asing tersebut sebagai respons pasar terhadap kebijakan kenaikan suku bunga acuan BI sepanjang 2018. Sehingga mendorong terjadinya penguatan nilai tukar Rupiah terhadap Dolar Amerika Serikat (AS).

Sebagai catatan, Bank Indonesia (BI) hingga kini telah menaikkan suku bunga acuan BI 7-day Reverse Repo Rate (BI 7DRR) sebesar 150 basis poin (bps) menjadi 5,75 persen

"Jadi itu merespons confidence pasar terhadap langkah-langkah kebijakan yang secara koordinatif dilakukan BI dan pemerintah baik di kebijakan moneternya, kebijakan fiskal maupun juga langkah-langkah kongkrit untuk menurunkan CAD," kata Perry.

Perry mengatakan, naiknya suku bunga acuan BI dan terjadinya penguatan terhadap nilai tukar Rupiah telah mendorong aliran modal asing masuk ke SBN.

Oleh karenanya secara keseluruhan, kata Perry sejumlah langkah-langkah dalam stabilisasi akan dilakukan oleh BI untuk mendorong daya tarik aset keuangan.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Pengamat Sebut Rupiah Melemah karena USS 20 Miliar Dana Asing Keluar dari RI

Sebelumnya, Ekonom Faisal Basri menyebut penyebab utama pelemahan rupiah pada tahun ini berkaitan dengan keluarnya dana asing hingga USD 20 miliar dari Indonesia pada 2017. Dana tersebut merupakan repatriasi dari keuntungan perusahaan-perusahaan asing yang ada di Indonesia.

"Usaha di Indonesia ini keren banget. FDI (Foreign Direct Investment) datang ke Indonesia untungnya itu banyak. Tapi untungnya itu kan mereka bawa pulang kan," kata Faisal dalam sebuah acara diskusi di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (2/10/2018).

Faisal mengungkapkan, pada tahun lalu, asing membawa pulang keuntungan yang berhasil mereka dapatkan di Indonesia hingga USD 20 miliar. 

"Yang mereka bawa pulang itu USD 20 miliar, jadi sumber rupiahnya memburuk itu bukan karena impornya naik , iya itu penyebab , impor minyak juga naik iya itu penyebab, tapi penyebab utamanya adalah repatriasi laba perusahaan asing di Indonesia USD 20 miliar," dia kembali menegaskan.

Dia menjelaskan, angka repatriasi tersebut jauh lebih besar dibanding defisit impor migas sebesar USS 11 miliar.

Dia pun menyarankan pemerintah untuk segera membuat aturan tegas mengenai batas repatriasi. Jika 25 persen profit atau keuntungan asing diwajibkan untuk tetap berada di Indonesia itu akan sangat membantu stabilisasi rupiah di pasar global.

"Tanamkan kembali di Indonesia, 25 persen saja. Jadi 5 persen dari USD 20 miliar kan USD 5 miliar," ujarnya.

Angka USD 5 miliar tersebut bahkan jauh lebih besar dari penghematan yang dilakukan pemerintah yaitu kenaikan bea masuk impor beberapa komodita dan kenaikan pajak Pph pasal 22.

"Itu sudah jauh lebih banyak dari penghematan yang dilakukan oleh negara dengan menahan atau menaikkan bea masuk atau pajak PPh pasal 22 itu. Ribet segala macam itu, efeknya gak sampai USD 1 miliar dolar, ini langsung take USD 5 miliar," tegasnya.

Selain itu, Faisal menjelaskan jika uang tersebut tetap berada di Indonesia akan menguntungkan bagi perusahaan asing itu sendiri.

"Nah mereka kan pumya uang, pilihannya dibawa pulang atau ditanamkan kembali di Indonesia karena kalau ditanamkan kembali di Indonesia hasilnya lebih baik , itungannya cuma hasil, hasilnya lebih tinggi jika ditanam kembali di Indonesia," ujarnya.

Dia berharap pemerintah bisa segera mengambil sikap atas kondisi tersebut. Terlebih saat ini pembagian keuntungan atau dividen sudah di depan mata.

"Ini kan sudah mulai lagi, dividen itu kan triwulanan di bayarnya, ini sudah masuk triwulan keempat, dibayar. Ini harus segera kita tawarkan kepada mereka (perusahaan asing) supaya mereka betul-betul setidaknya bisa menahan (tidak membawa pulang keuntungannya) untuk sementara waktu," tutupnya.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.