Sukses

Pasar Ekuitas Turun Bawa Harga Minyak Jatuh 3 Persen

Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak mengurangi perkiraan pertumbuhan permintaan minyak global pada tahun depan untuk bulan ketiga berturut-turut.

Liputan6.com, New York Harga minyak merosot ke posisi terendah lebih dari dua minggu, dipicu penurunan pasar saham global turun. Serta sentimen investor akan terjadi bearish seiring perkiraan persediaan minyak mentah AS yang lebih besar dari perkiraan.

Melansir laman Reuters, Jumat (12/10/2018), harga minyak mentah berjangka Brent turun USD 2,83 menjadi USD 80,26 per barel, atau turun 3,41 persen. Ini setelah mencapai posisi terendah USD 79,80, posisi terlemah sejak 24 September. Adapun patokan minyak global telah melemah usai mencapai tertinggi selama empat tahun di level USD 86,74 pada 3 Oktober.

Sementara harga minyak mentah AS Futures West Texas Intermediate (WTI) turun USD 2,2 menjadi USD 70,97 per barel, atau 3,01 persen. WTI mencapai titik terendah sejak 21 September.

Persediaan minyak mentah Amerika Serikat dilaporkan naik 6 juta barel pekan lalu, menurut lembaga Administrasi Informasi Energi. Angka ini melebihi dari ekspektasi analis yang sebesar 2,6 juta barel.

"Peningkatan signifikan dalam persediaan minyak mentah adalah refleksi dari kilang-kilang yang turun untuk pemeliharaan," kata Andrew Lipow, Presiden Lipow Oil Associates.

Di sisi lain, kejatuhan pasar ekuitas AS dan kondisi risiko dari pasar global juga membebani harga minyak mentah berjangka.

Pada hari Rabu, pasar saham AS jatuh, dengan indeks S & P 500 dan Dow Industrials memposting hari terburuk dalam delapan bulan. Kondisi ini dipicu data ekonomi yang solid memperkuat ekspektasi kenaikan suku bunga selama tahun depan.

"Sisi permintaan dari persamaan minyak selalu jauh lebih sulit untuk dibedakan daripada sisi pasokan yang lebih transparan dan karena penurunan ekuitas di tengah kenaikan tarif, pasar minyak bisa mulai mendiskon skenario terburuk terkait dengan ekspektasi permintaan minyak," jelas Jim Ritterbusch, Presiden Ritterbusch and Associates.

Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak mengurangi perkiraan pertumbuhan permintaan minyak global pada tahun depan untuk bulan ketiga berturut-turut. Pengurangan dengan alasan headwinds menghadapi ekonomi yang lebih luas dari sengketa perdagangan dan pasar negara berkembang yang bergejolak.

Di Teluk AS Meksiko, produsen telah memangkas produksi hingga 40 persen pada Kamis karena Badai Michael, menurut Biro Keselamatan dan Penegakan Lingkungan (BSEE). Bahkan ketika beberapa operator mulai mengembalikan kru ke anjungan lepas pantai.

Badai Michael melanda ke darat Florida pada Rabu. Ini merupakan badai terkuat ketiga yang pernah menyerang daratan AS. Sejak itu melemah menjadi badai tropis.

 

* Update Terkini Asian Para Games 2018 Mulai dari Jadwal Pertandingan, Perolehan Medali hingga Informasi Terbaru di Sini.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Harga Minyak Sebelumnya

Harga minyak turun dua persen didorong bursa saham Amerika Serikat (AS) atau wall street yang tertekan.  Meski pun pelaku pasar khawatir tentang menyusutnya pasokan Iran dari sanksi AS dan terus mengawasi Badai Michael sehingga menutup hasil produksi dari teluk Meksiko.

Harga minyak Brent merosot USD 1,91 atau 2,3 persen ke posisi USD 83,09 per barel. Sebelumnya harga minyak acuan ini naik 1,3 persen pada Selasa. Harga minyak West Texas Intermediate (WTI) susut USD 1,79 ke posisi USD 73,17 per barel atau turun 2,4 persen.

Harga minyak memperpanjang kerugian pasca American Petroleum Institute (API) melaporkan persediaan minyak mentah naik 9,7 juta barel selama sepekan yang berakhir 5 Oktober menjadi 410,7 juta. Angka ini lebih dari empat kali lipat 2,6 juta barel yang diperkirakan analis.

Harga minyak turun seiring bursa saham Amerika Serikat (AS) atau wall street yang tergelincir. Ini dengan indeks saham S&P 500 alami penurunan terbesar dalam satu hari sejak Februari. Kenaikan imbal hasil obligasi AS dan kekhawatiran kebijakan sektor perdagangan memicu aksi jual di wall street.

"Selama kita terus melihat pelemahan di saham, itu akan berdampak ke area lainnya. Salah satunya energi karena itu semua berkaitan dengan harapan ekonomi," ujar Analis United-ICAP, Brian LaRose, seperti dikutip dari laman Reuters, Kamis (11/10/2018).

Risiko terhadap sistem keuangan global telah meningkat selama enam bulan terakhir. Hal tersebut dapat meningkat tajam jika tekanan di pasar negara berkembang meningkat dan hubungan perdagangan global memburuk.

Hal itu seperti disampaikan Dana Moneter Internasional (IMF). IMF memangkas proyeksi ekonomi global pada 2018 dan 2019 dan juga khawatir terhadap permintaan minyak yang merosot.

 

 

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini