Sukses

Rupiah Melemah Berimbas ke Harga Barang Mewah hingga Pakaian

Meski nilai tukar rupiah melemah tetapi belum berdampak terhadap permintaan barang.

Liputan6.com, Jakarta - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) melemah hingga mencapai 15.200. Angka ini jauh melampaui target pemerintah pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2018 sebesar Rp 13.400 per dolar AS.

Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo), Roy Nicholas Mandey, menyebut pelemahan nilai tukar rupiah yang dalam akan berdampak kepada para pelaku usaha ritel di Indonesia. Sebab, beberapa barang komoditas yang dijual pun masih didatangkan melalui impor.

"Sekarang (dolar AS) sudah Rp 15 ribu lebih maka akan yang terkena (dampak) pertama itu adalah barang-barang impor," kata Roy saat dihubungi Merdeka.com, Rabu (10/10/2018).

Roy menyebut, ada beberapa jenis barang impor yang akan berdampak akibat melemahnya mata uang Garuda ini. Beberapa barang tersebut yakni yang sifatnya seperti produk barang mewah.

Kemudian, beberapa barang yang tidak bisa diproduksi di dalam negeri sehingga harus memutuskan untuk impor, serta barang yang bersifat pakaian bermerek.

"Paling tidak ketiga barang itu yang akan kena eskalasi harga terlebih dahulu," imbuhnya.

 

Reporter: Dwi Aditya Putra

Sumber: Merdeka.com

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Stok Habis, Pengusaha Bakal Naikkan Harga Jual Imbas Dolar AS Menguat

Meski demikian, kata dia, para pelaku usaha juga tidak serta merta langsung menaikan harga jual pada ketiga jenis produk tersebut. Terlebih, pengusaha akan mempertimbangkan dengan melihat ketersedian stok barang yang ada.

"Tetapi ketika importir atau distributor pemasokan barang dengan harga dolar yang sudah di atas Rp 15 ribu ini, maka ketika stok habis itu sudah pasti eskalasi harga," ujar dia.

"Eskalasi harga biasanya itu di atas presentasi kenaikan dolar, dari dolar yang sebelumnya dari yang sekarang ini. Jadi anggaplah dolar AS ada kenaikan 15-20 persen maka kenaikan (produk) bisa di atas itu," tambah dia.

Roy menambahkan, sejauh ini secara tren penjualan sendiri masih tetap sama. Artinya tidak ada penurunan secara drastis dari konsumen.

"Kalau sekarang memang kategori untuk produk tersier atau prodak impor itu lebih stagnan sifatnya maksudnya tidak bertumpu seperti produk yang lain. Karena bicara market jadi kalau orang yang memiliki dana atau sosial ekonominya statsus B Plus dan A itu biasanya tidak berpengaruh dengan harga. Walaupun ada kenaikan eskalasi harga orang-orang dengan statsu sosial ekonomi tinggi tidak berpengaruh mereka tetap akan berbelanja," ujar dia.

Diketahui, nilai tukar rupiah terhadap Dolar Amerika Serikat (USD) masih melanjutkan pelemahan di perdagangan, Rabu 10 Oktober 2018. Sempat dibuka menguat, rupiah kemudian kembali terperosok di level 15.200-an per USD.

Mengutip data Bloomberg, rupiah pagi ini dibuka di level Rp 15.213 per USD atau menguat tipis dibanding penutupan perdagangan kemarin di Rp 15.237 per USD. Namun demikian, Rupiah langsung melemah usai pembukaan hingga menyentuh level Rp 15.227 per USD.

Kurs tengah Bank Indonesia (BI), rupiah sudah melemah 12,35 persen sepanjang tahun berjalan 2018. Dari posisi rupiah 13.542 per dolar AS pada 2 Januari 2018 menjadi 15.215 per dolar AS pada 10 Oktober 2018.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

 

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.