Sukses

Harga Telur Merangkak Naik di Pasar Kebayoran Lama

Pedagang tak tahu penyebab pasti harga telur ayam dalam negeri masih tak stabil hingga hari ini.

Liputan6.com, Jakarta Harga jual telur ayam dalam negeri di Pasar Kebayoran Lama, Jakarta, naik mencapai Rp 23 ribu per kilogram (kg) pada Jumat (5/10/2018). 

"Harga telur udah naik dua hari. Tadinya Rp 21 ribu per kg, jadi Rp 23 ribu per kg," kata Herman (29), pedagang telur di Pasar Kebayoran Lama.

Dia mengaku tak tahu penyebab pasti harga telur ayam dalam negeri masih tak stabil hingga hari ini.

"Saya enggak tahu, tiba-tiba ada kenaikan aja. Biasanya kalau naik itu karena tingginya harga pakan, atau bensin," ujar dia.

Kenaikan harga telur juga turut disuarakan Muhammad Nurazis (16), pedagang telur di pasar yang sama. Harga telur ayam dalam negeri yang ditawarkannya telah naik sejak 3 hari lalu, dari Rp 21 ribu per kg menjadi Rp 23 ribu per kg.

"Udah tiga harian. Saya enggak tahu kenapa, dari sananya. Kadang naik, kadang turun," ungkap Nurazis.

Namun, harga telur ayam kampung, telur bebek, dan telur puyuh terpantau masih stabil. Herman menawarkan telur ayam kampung Rp 1.900 per butir, telur bebek Rp 2.400 per butir, serta telur puyuh Rp 27 ribu per kg.

Sementara itu, Nurazis menjual telur ayam kampung Rp 2.200 per butir, telur bebek Rp 2.400 per butir, dan telur puyuh Rp 28 ribu per kg.

 

* Update Terkini Asian Para Games 2018 Mulai dari Jadwal Pertandingan, Perolehan Medali hingga Informasi Terbaru di Sini.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Harga Pangan Turun, Deflasi Bakal Kembali Terjadi pada September

Ekonom perkirakan Indonesia alami deflasi pada September 2018. Hal itu dipicu dari harga pangan yang turun.

Ekonom PT Bank Permata Tbk, Josua Pardede menuturkan, pada September 2018 akan terjadi deflasi sekitar 0,05 persen month to month (MtM) dengan inflasi tahunan sebesar 3,02 persen year on year (YoY). Perkiraan deflasi itu lebih rendah dari September 2017 sebesar 0,07 persen. Pada Agustus 2018 juga terjadi deflasi 0,05 persen.

"Tren deflasi dalam dua bulan terakhir ini dipengaruhi oleh tren deflasi kelompok volatile food di mana sebagian besar harga komoditas pangan cenderung turun terutama daging ayam dan cabai merah kecuali harga beras yang cenderung meningkat tipis," ujar Josua lewat pesan singkat yang diterima Liputan6.com, Senin (1/10/2018).

Sementara itu, ekonom PT Bank Central Asia Tbk, David Sumual menuturkan, pada September bisa terjadi deflasi 0,1 persen. Sementara itu, kalau terjadi inflasi bisa mencapai 0,1 persen. Hal ini didorong dari harga pangan relatif stabil.

“Pola musiman September-Oktober tahun lalu deflasi. Ini pengaruh harga makanan relatif terkendali. Produsen belum menaikkan harga,” kata David saat dihubungi Liputan6.com.

Untuk inflasi inti, Josua memperkirakan ada di kisaran 2,74 persen YoY. Ini mengingat dampak pelemahan nilai tukar rupiah belum terlihat yang mengindikasikan produsen menekan margin dan upayakan efisiensi biaya produksi  ketimbang menyesuaikan harga-harga.

"Secara keseluruhan, inflasi pada akhir tahun diperkirakan mencapai kisaran 3 - 3,5 persen YoY. Tren kenaikan inflasi berpotensi terjadi pada akhir tahun bertepatan dengan Natal dan Tahun Baru yang mendorong peningkatan permintaan komoditas pangan," kata dia.

Sementara itu, David menilai kemungkinan produsen menaikkan harga pada Oktober 2018 di kisaran 3-10 persen. Kenaikan harga itu untuk merespons nilai tukar rupiah melemah terhadap dolar AS. David menuturkan, hal itu dapat makanan jadi dan minuman akan alami kenaikan harga.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.