Sukses

Penjelasan Bos BI soal Depresiasi Rupiah

Gubernur Bank Indonesia (BI), Perry Warjiyo, mengatakan rupiah tembus 15.000 per dolar AS merupakan fenomena global.

Liputan6.com, Jakarta - Gubernur Bank Indonesia (BI), Perry Warjiyo, mengatakan tekanan terhadap nilai tukar mata uang dunia, termasuk rupiah merupakan dampak dari perubahan yang terjadi di Amerika Serikat (AS), khususnya sejak pemerintah Donald Trump.

Dia menjelaskan, sejak pergantian pemerintahan AS kepada Trump, menimbulkan dampak yang besar bagi ekonomi dunia, tak terkecuali Indonesia.

"Sejak pergantian pemerintahan AS tersebut benar-benar terjadi perubahan. Faktanya begitu. Perubahan-perubahan yang terjadi khususnya mulai tahun ini. Dengan ada perubahan bisa kita cermati dan berdampak ke seluruh dunia termasuk Indoensia. Satu pola pertumbuhan dunia merata, dulu negara maju naik, negara berkembang naik," ujar dia di Gedung DPR RI, Jakarta, Rabu (3/10/2018).

Selain itu, kata Perry, perbaikan ekonomi yang dialami oleh AS justru tidak dialami oleh negara-negara maju lain di dunia seperti China, Jepang dan negara-negara di kawasan Eropa. Hal ini yang juga mendorong ketidakpastian secara global, yang akhirnya berdampak juga pada Indonesia.

"Sementara Tiongkok, Jepang, Eropa turun, Alhamdulillah Indonesia masih naik. Karena memang Trump genjot dari sisi fiskalnya pada saat ekonominya di atas kapasitas. Sehingga menimbulkan ketidakpastian, loh jangan-jangan sudah di over heating, nyungsep. Ini yang menjadi ketidakpastian dia tumbuh sendiri, yang lain enggak,” ujar dia.

"Jadi pola pertumbuhan ekonomi yang enggak merata bahkan timbulkan ketidakkepastian, bahkan diperkirakan 2020 diperkirakan jatuh," tambah dia.

Oleh sebab itu, depresiasi yang terjadi pada rupiah hingga menembus 15 ribu per dolar AS merupakan fenomena global. Hal ini tidak hanya dialami Indonesia saja, melainkan negara lain.

"Fenomena rupiah, mata uang, itu fenomena global. Maka saya ajak kita semua lagi hadapi tekanan globak mari kita gandengan tangan. Kita lihat medical checkup kita usahakan bersama perlu minum obat panas, anti biotik. Kalau perlu diet. Kita diet dan juga menakar apa yang terjadi dengan kita dengan negara lain. Apakah kita lebih buruk atau cukup baik dengan negara lain," kata dia.

 

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Rupiah Masih Tertekan pada Perdagangan Rabu

Sebelumnya, nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) terus bergerak melemah pada perdagangan Rabu ini.

Mengutip Bloomberg, Rabu 3 Oktober 2018, rupiah dibuka di angka 15.065 per dolar AS, melemah jika dibandingkan dengan penutupan perdagangan sebelumnya yang ada di angka 15.042 per dolar AS. Sejenak kemudian, rupiah tertekan lebih dalam ke 15.077 per dolar AS.

Sejak pagi hingga siang hari ini, rupiah bergerak di kisaran 15.065 per dolar AS hingga 15.087 per dolar AS. Jika dihitung dari awal tahun, rupiah melemah 11,23 persen.

Sedangkan berdasarkan Kurs Referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) Bank Indonesia (BI), rupiah dipatok di angka 15.088 per dolar AS, melemah jika dibandingkan dengan patokan sehari sebelumnya yang ada di angka 14.988 per dolar AS.

"Pergerakan rupiah mampu berbalik menguat meski terbatas setelah sempat mengalami tekanan pada hari sebelumnya," kata Analis senior CSA Research Institute Reza Priyambada dikutip dari Antara.

Ia menambahkan ketegangan perang dagang antara Amerika Serikat, Kanada, dan Meksiko diharapkan mereda setelah disepakatinya Perjanjian Perdagangan Bebas Amerika Utara (NAFTA). "Namun sentimen perang dagang AS dan tiongkok masih membayangi," katanya.

Sementara itu terpantau, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS pada pukul 10.15 WIB bergerak ke area negatif atau melemah ke posisi 15.082 per dolar AS.

Analis Valbury Asia Futures Lukman Leong mengatakan sentimen mengenai defisit neraca transaksi berjalan masih menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi pergerakan rupiah.

"Fundamental ekonomi sebenarnya masih bagus, hanya memang ada beberapa celah yang dinilai pasar masih negatif seperti defisit neraca transaksi berjalan," kata dia.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.