Sukses

BI: Jangan Lihat Rupiah dari Posisi Level tapi Geraknya

Bank Indonesia pastikan kondisi ekonomi Indonesia pada 2018 jauh lebih kuat ketimbang 1998.

Liputan6.com, Jakarta - Kepala Departemen Internasional Bank Indonesia (BI), Doddy Zulverdi meminta masyarakat agar lebih bijak dan dalam menanggapi depresiasi nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (USD).

Dia menuturkan, yang harus diperhatikan adalah pergerakan nilai tukar terhadap dolar AS. Jadi bukan hanya memerhatikan besaran nilai nominal rupiah per dolar AS (USD).

"Di Australia, Korea Selatan, Malaysia, Thailand, nilai tukar bergerak itu nyaris tidak pernah jadi berita besar, kecuali perubahannya sangat cepat," kata dia, dalam diskusi 'Bersatu untuk Rupiah', Jakarta, Senin (10/9/2018).

Kesalahan berbagai pihak saat ini adalah melihat nilai tukar mata uang sebagai angka psikologis. Padahal, menurut Dodi, nilai tukar mata uang seharusnya yang dilihat pergerakan angkanya.

"Orang tidak melihatnya (nilai tukar) sebagai angka psikologis, tapi seberapa cepat bergeraknya. Jika angka bergerak hanya 8 seperti saat ini dibandingkan semisal naik dari level Rp 2.500 sampai ke Rp 15.000, ya jelas berbeda, itu sangat jauh kenaikannya," tutur Dodi.

"Ini harus terus kita tanamkan ke masyarakat. Nilai tukar jangan dilihat dari levelnya, tapi lihat pergerakannya," ujar dia.

Dia pun menegaskan, nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat yang sempat tembus 15.000 sangat berbeda dengan nilai tukar yang sama yang terjadi pada krisis tahun 1998. Oleh karena itu, kedua hal tersebut tidak bisa disamakan secara serta merta.

"Nilai tukar itu adalah salah satu indikator ekonomi yang namanya relative price, yaitu harga relatif. Dia tidak bisa dilihat sebagai angka absolut. Angka 15 ribu sekarang beda dengan Rp 15.000 di 20 tahun lalu, jelas beda. Jadi jangan serta merta disamakan. Ini salah satu pemahaman yang harus kita tanamkan ke berbagai pihak," kata dia.

Pada kesempatan yang sama, Doddy pun memastikan kondisi ekonomi makro saat ini sedang dalam kondisi yang kokoh atau jauh lebih baik dari masa ketika Indonesia dihantam krisis tahun 1998.

"Tahun 1998 berapa inflasinya? 78,2 persen, sementara sekarang hanya 3,2 persen. Tahun 98 berapa cadangan devisanya? USD 23,62 miliar, sementara sekarang USD 118,3 miliar. Tahun 98 berapa tingkat kredit macet? lebih dari 30 persen, sekarang hanya 2,7 persen dan trend-nya terus turun," ujar dia. 

"Yang jelas, tahun ini lebih baik daripada tahun 1998. Jadi, ironis jika ada yang bilang tahun ini kita krisis seperti tahun 1998," tambah dia.

Reporter: Wilfridus Setu Embu

Sumber: Merdeka.com

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Rupiah Merosot Jadi Momen Dongkrak Ekspor

Sebelumnya, kondisi nilai tukar rupiah melemah terhadap dolar Amerika Serikat dinilai bukan hanya menjadi mimpi buruk bagi Indonesia. Kondisi saat ini bisa jadi momentum yang menguntungkan.

Pengusaha sekaligus mantan Menteri Perdagangan, Rachmat Gobel mengungkapkan, kondisi saat ini seharusnya dimanfaatkan untuk mendongkrak ekspor sebanyak-banyaknya sebab rupiah yang bisa didulang akan menjadi lebih besar nilainya.

Apalagi, Indonesia bukan kali pertama menghadapi kondisi rupiah tertekan. Seharusnya kondisi-kondisi di masa lalu dapat dijadikan pengalaman yang berharga dalam menghadapi kondisi serupa.

"Sekarang ini momentum, kejadian sekarang ini kalau rupiah melemah kita sudah mengalami bukan pertama kali sudah mengalami tahun 97 kita alami. Di samping itu kita juga sudah mengalami devaluasi jadi ini bukan hal yang baru," kata Rachmat dalam sebuah acara diskusi di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu 8 September 2018.

Dia melanjutkan, saat ini seharusnya Indonesia bisa memanfaatkan kondisi nilai tukar rupiah melemah untuk mengeruk untung dengan cara meningkatkan ekspor.

"Sekarang adalah bagaimana memanfaatkan kalau untuk saya ini peluang sebetulnya sebagai pengusaha ini peluang. Bagaimana kita bisa dorong ekspor kita dari Indonesia," ujar dia.

Namun, hal itu tentu saja tidak mudah. Dia menyebutkan, pemerintah perlu turun tangan membantu pengusaha menghadapi kendala-kendala ekspor yang kerap terjadi.

"Tentu untuk bisa mendorong ekspor kita apa hambatan-hambatan yang dihadapi para pengusaha. Ini yang menurut saya, sebetulnya tidak terlampau khawatir dengan masalah ini (pelemahan Rupiah)," ujar dia.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.