Sukses

Pelemahan Rupiah Dongkrak Penerimaan Pajak

Pelemahan mata uang Garuda terhadap dolar Amerika Serikat dikatakan memiliki nilai positif terhadap penerimaan negara.

Liputan6.com, Jakarta Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan (DJP Kemenkeu), Robert Pakpahan mengakui jika gejolak nilai tukar rupiah menjadi isu hangat saat ini. Namun pelemahan mata uang Garuda terhadap dolar Amerika Serikat dikatakan memiliki nilai positif terhadap penerimaan negara.

"Kalau dari penerimaan jangka pendek dari sisi penerimaan pajak sangat strong. Lihat saja angka penerimaan PPN impor dan PPh Pasal 22 impor yang strong sejak Januari sampai Agustus," katanya di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (4/9/2018).

Namun, keuntungan tersebut menurutnya hanya berlaku untuk jangka pendek dalam indikator penerimaan pajak saja.

"Kalau jangka panjang kan impornya menurun. Banyak sisi analisanya, kalau dilihat dari sisi ekspor harganya jadi lebih murah di luar negeri jadi lebih laku ekspornya. Jadi lihat secara ekuilibrium dan komprehensif lihatnya," terang Robert.

Dari data DJP menunjukan per 31 Agustus 2018 secara umum, semua jenis pajak utama tercatat tumbuh dengan penyumbang penerimaan terbesar yaitu PPN impor 27,44 persen atau setara dengan Rp 118,36 triliun. Sementara untuk PPh 22 Impor tumbuh 25,63 persen setara dengan Rp 36,39 triliun.

Nilai tukar rupiah terhadap Dolar Amerika Serikat (USD) terus melemah di perdagangan hari ini. Bahkan, nilai tukar nyaris menyentuh level Rp 15.000 per USD.

Mengutip data Bloomberg, tadi pagi Rupiah dibuka di Rp 14.822 per USD dan sempat menguat ke level Rp 14.700-an per USD. Saat ini, Rupiah berada di level Rp 14.935 menuju level Rp 15.000 per USD.

Reporter: Dwi Aditya Putra

Sumber: Merdeka.com

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

OJK dan Bank Indonesia Minta Tak Perlu Khawatirkan Rupiah

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Bank Indonesia (BI) mengaku kompak dalam menjaga kestabilan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS). Menurutnya, kondisi rupiah saat ini tidak perlu ditanggapi berlebihan, bahkan hingga ada yang mengasumsikan mendekati krisis.

Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso mengatakan saat ini rupiah belum mengganggu stabilitas industri keuangan RI.

"Jadi tidak perlu khawatir (soal pelemahan rupiah). Fundamental kita kuat kondisi sejak minggu lalu karena sentimen negatif yang sifatnya sementara akibat kondisi external," kata Wimboh kepada Liputan6.com, Selasa (4/9/2018).

Wimboh percaya, Bank Indonesia akan melakukan operasi pasar selama keperluan dolar adalah untuk pembayaran impor, pembayaran bunga ke luar negeri dan/atau pembayaran utang, maupun keperluan lain yang ada underlying.

"Cadangan devisa kita cukup untuk memenuhi kebutuhan impor maupun keperluan lain yang sudah ada underlying. Inflow portofolio asing masih terus terjadi, di samping itu pemerintah sudah mempunyai komitmen untuk mengatur kembali kebutuhan dolar dalam rangka proyek pemerintah tanpa menimbulkan hambatan terhadap program-program yang sudah berjalan," papar Wimboh.

Sementara itu, Gubernur BI Perry Warjiyo, menegaskan komitmen BI untuk mengawal secara ketat stabilitas nilai tukar rupiah. Untuk itu, serangkaian langkah stabilisasi telah ditempuh bank sentral.

Pertama, meningkatkan volume intervensi di pasar valas. Kedua, melakukan pembelian SBN di pasar sekunder. Kemudian ketiga, membuka lelang FX Swap, dengan target lelang pada hari ini (31/8) 400 juta dolar AS, dan keempat, senantiasa membuka windows swap hedging.

"Selain itu, Bank Indonesia juga senantiasa meningkatkan koordinasi dengan Pemerintah termasuk Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk memastikan bahwa stabilitas nilai tukar dan stabilitas sistem keuangan tetap terjaga," kata Perry.

Bank Indonesia meyakini bahwa kondisi perekonomian Indonesia tetap kuat dan berdaya tahan. Beberapa indikator perekonomian Indonesia menunjukkan ketahanan tersebut, seperti pertumbuhan ekonomi yang tumbuh cukup baik, dan inflasi yang rendah serta terjaga.

Berdasarkan pemantauan harga sampai minggu V Agustus 2018, IHK diperkirakan -0,06 persen (mtm), atau secara year to date mengalami inflasi sebesar 2,12 persen (ytd), dan secara tahunan 3,19 persen (yoy).

"Kondisi stabilitas sistem keuangan juga terjaga sebagaimana ditunjukkan oleh intermediasi yang kuat," kata Perry.

 

Tonton Video Ini:

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.