Sukses

JK: Kita Semua Harus Berusaha agar Rupiah Tetap di Level Wajar

Jika dihitung dari awal tahun, rupiah telah melemah 9,04 persen.

Liputan6.com, Jakarta Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) melemah dalam beberapa pekan terakhir. Wakil Presiden Jusuf Kalla (Wapres) mengatakan untuk menstabilkan nilai tukar rupiah pemerintah akan mengurangi defisit neraca perdagangan dengan cara meningkatkan ekspor dan mengurangi impor yang tidak perlu.

"Kita semua sebangsa berusaha agar rupiah tetap dalam nilai yang wajar, tentu utamanya kita mengurangi defisit perdagangan dengan cara meningkatkan ekspor dan mengurangi impor yang tidak perlu," kata JK di kantornya, Jakarta Pusat, Selasa (4/9/2018).

Adapun langkah lain dengan mencari cara menaikkan ekspor serta mengurangi ekspor. Sehingga defisit berkurang. "Kalau perlu positif, bukan negatif. Kita surplus lah, bukan defisit," ungkap JK.

"Contohnya bagaimana meningkatkan ekspor sumber daya alam, mengurangi impor kita seperti kita bicarakan dulu biodiesel, local content daripada produk kita makin besar apakah Pertamina, PLN, atau industri lain," tambah JK.

Tidak hanya itu, JK juga menjelaskan pemerintah juga perlu mengontrol uang yang masuk dari ekspor. Jangan sampai barang sudah diekspor tetapi uangnya disimpan di negara lain. Seperti di Singapura, Hong Kong.

"Sebab jangan sampai duitnya tidak masuk ke dalam negeri sehingga memperkuat Singapura, Hong Kong melemahkan Indonesia," papar JK.

Mengutip Bloomberg, Selasa (4/9/2018), rupiah dibuka di angka 14.822 per dolar AS, melemah jika dibandingkan dengan penutupan perdagangan sebelumnya yang berada di angka 14.815 per dolar AS.

Sejak pagi hingga siang hari ini, rupiah bergerak di kisaran 14.780 hingga 14.845 per dolar AS. Jika dihitung dari awal tahun, rupiah telah melemah 9,04 persen.

Adapun berdasarkan Kurs Referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) Bank Indonesia (BI), rupiah dipatok di angka 14.840 per dolar AS, melemah tinggi jika dibandingkan patokan sehari sebelumnya yang ada di angka 14.767 per dolar AS.

 

Reporter: Intan Umbari Prihatin

Sumber: Merdeka.com

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Menko Darmin: Jangan Bandingkan Rupiah Saat Ini dengan Krismon 1998

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution meminta masyarakat untuk tidak membandingkan nilai tukar rupiah saat ini dengan saat krisis 1998. Sebab, kondisinya sangat jauh berbeda.

Darmin mengatakan, meski nilai tukar rupiah sama-sama tembus Rp 14 ribu, posisi awal rupiah jauh berbeda. Pada 1998, rupiah tembus Rp 14 ribu setelah sebelumnya berada di posisi Rp 2.800 per dolar Amerika Serikat (AS).

"Gini deh, jangan dibandingkan Rp 14 ribu sekarang dengan 20 tahun lalu. Pada 20 tahun lalu berangkatnya dari Rp 2.800 ke Rp 14 ribu. Sekarang dari Rp 13 ribu ke Rp 14 ribu. Tahun 2014, dari Rp 12 ribu ke Rp 14 ribu. Maksud saya, cara membandingkan juga, ya dijelaskan-lah. Enggak sama kenaikan dari Rp 13 ribu ke Rp 14 ribu sekian dengan dari Rp 2.800," ujar dia di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa (4/9/2018).

Dia mengaku heran dengan pihak-pihak tertentu yang selalu membanding-bandingkan nilai tukar rupiah saat ini dengan saat krisis.

"Saya heran itu ada artikel di salah satu pers internasional yang membandingkan itu tembus angka terendah 1998-1999. Eh, persoalan tahun 1998 itu enam kali lipat itu," kata dia.

Darmin menyatakan, saat ini kondisi ekonomi Indonesia jauh lebih baik dibandingkan pada 1998. Meski saat ini salah satu kelemahan yang dialami Indonesia, yaitu soal transaksi berjalan yang defisit.

"Kita fundamental ekonomi masih oke. Kelemahan kita hanya transaksi berjalan yang defisit, berapa? 3 persen. Lebih kecil dari 2014, yaitu 4,2 persen. Masih lebih kecil dari Brasil, Turki, Argentina, itu-lah. Betul, kita lebih kecil. Coba yang lain, inflasi. Di Argentina berapa? Sekarang 30 persenan, setahun yang lalu 60. Kita gimana? Malah deflasi. Pertumbuhan, oke kita 5 koma persen," jelas dia.

Oleh sebab itu, jika dilihat dari sisi mana pun, kata dia, kondisi ekonomi Indonesia masih jauh lebih baik dibandingkan 1998.

"Dilihat dari sudut mana pun. Meski pun kita ada defisit transaksi berjalan, ini bukan penyakit baru. Dari 40 tahun yang lalu transaksi berjalan ini defisit. Memang ini agak besar, tapi enggak setinggi 2014, tahun 1994-1995, tidak setinggi 1984. Tolong membacanya, membandingkannya yang fair," tandas dia.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.