Sukses

Belajar dari Thailand, RI Ingin Pariwisata Jadi Penghasil Devisa Utama

Pariwisata dinilai menjadi salah satu sektor yang mampu berkontribusi besar terhadap penerimaan devisa

Liputan6.com, Yogyakarta - Pariwisata dinilai menjadi salah satu sektor yang mampu berkontribusi besar terhadap penerimaan devisa dan mengendalikan defisit transaksi berjalan atau current account deficit (CAD).

Hal tersebut berhasil dibuktikan oleh Thailand dan berupaya dikejar oleh Indonesia. Ketua Tim Pokja Percepatan Pembangunan 10 Destinasi Pariwisata Prioritas Kementerian Pariwisata, Hiramsyah Thaib mengatakan, selama ini transaksi berjalan Thailand berada dalam kondisi yang sangat stabil, bahkan tidak pernah mengalami defisit.

Hal ini didorong oleh sektor pariwisata yang berhasil menarik kunjungan wisatawan mancanegara hingga 30 juta per tahun.

"Negara tetangga kita sangat stabil dan kuat, current account-nya tidak pernah defisit, karena sektor pariwisata, ini adalah Thailand," ujar dia di Yogyakarta, Selasa (28/8/2018).

Dia menuturkan, sektor pariwisata juga mampu membawa lebih banyak devisa dan aliran dana masuk ke negara tersebut dalam bentuk investasi. Devisa ini dinilai mampu tinggal lebih lama di dalam negerinya, ketimbang masuk melalui pasar modal.

"Belajar dari Thailand, kami ingin pariwisata menjadi penghasil devisa utama baik yang di bawa wisatawan dan juga ada foreign direct investment. Sehingga devisanya stabil tetap di dalam, enggak keluar lagi dibanding masuk lewat pasar modal," ungkap dia.

Sementara itu, Direktur Eksekutif Kepala Departemen Kebijakan Ekonomi Moneter Bank Indonesia (BI), Aida Budiman menyatakan sebenarnya CAD Indonesia masih terhitung dalam posisi yang aman.

Namun demikian, dalam sektor pariwisata, Indonesia masih harus bekerja keras agar bisa mengatasi ketertinggalan dari Negeri Gajah Putih tersebut.

"Current account balance kita USD 17,53 miliar atau 1,7 persen dari PDB tahun lalu, Thailand USD 48,1 miliar atau 10 persen dari PDB. Itu gap yang mesti kita capture. Berapa tahun ini tentu perlu inisiatif dan upaya terus menerus. Yang kita lakukan sekarang memulai reformasi struktural dan kita lanjutkan," kata dia.

 

 

* Update Terkini Jadwal Asian Games 2018, Perolehan Medali hingga Informasi Terbaru dari Arena Asian Games 2018 dengan lihat di Sini

 

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Pelemahan Rupiah Peluang RI Genjot Pariwisata

Sebelumnya, Pemerintah akan memanfaatkan pelemahan nilai tukar rupiah untuk menggenjot sektor pariwisata di Tanah Air. Lantaran, dengan nilai tukar rupiah seperti saat ini, biaya berwisata di Indonesia bagi wisatawan mancanegara (wisman) menjadi lebih murah.

Ketua Tim Pokja Percepatan Pembangunan 10 Destinasi Pariwisata Prioritas Kementerian Pariwisata, Hiramsyah Thaib mengatakan, pelemahan rupiah yang terjadi sebenarnya bisa menjadi hal yang positif bagi pariwisata, khususnya untuk menarik wisman untuk datang ke Indonesia.

"Soal depresiasi rupiah, ini bisa dimanfaatkan sektor pariwisata. Ini kami genjot promosi karena dengan ini biaya wisata ke Indonesia menjadi lebih murah," ujar dia di Yogyakarta, Selasa 28 Agustus 2018.

Sementara itu, ‎Direktur Eksekutif Kepala Departemen Kebijakan Ekonomi Moneter Bank Indonesia (BI), Aida Budiman menyatakan, ‎ukuran mahal atau murah untuk sebuah biaya wisata menjadi suatu hal yang relatif bagi masing-masing wisatawan. Namun yang lebih ditekankan oleh BI dan pemerintah yaitu bagaimana membangun sektor pariwisata yang berkelanjutan.

"Sebetulnya kalau bicara nilai tukar, kita bicara harga itu relatif sehingga short term. Jadi yang kami lakukan di sini adalah tingkatkan daya saing. Sehingga kita enggak bergantung ke nilai tukar. Kalau lagi depresiasi, kita hanya fokus dorong pariwisata, tidak seperti itu," kata dia.

Oleh sebab itu, lanjut Aida, pihaknya mendukung penguatan tiga aspek yang dilakukan pemerintah yaitu atraksi, aksesibilitas dan amenitas (3A). Dengan demikian, sektor pariwisata bisa tumbuh tanpa harus menunggu depresiasi rupiah.

"Makanya yang kita lakukan adalah tingkatkan daya saing pariwisata supaya kita tidak tergantung pada nilai tukar. Kita ingin tingkatkan daya siang pariwisata, kita punya Borobudur, bagaimana caranya jual ini seperti Angkor Wat (Kamboja). Bagaimana tingkatkan aksesibilitas, sehinga orang kenal dan senang datang ke Indonesia," tandas dia.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.