Sukses

Pemerintah Diminta Perbaiki Data Beras

Penyediaan data yang benar bisa membuat pemerintah mengambil keputusan yang tepat, terutama apabila ingin mengambil kebijakan impor, untuk stabilisasi harga beras.

Liputan6.com, Jakarta Pemerintah diminta memperbaiki data produksi beras nasional yang dinilai kerap menimbulkan sengketa antar instansi terkait dan mempengaruhi pasokan komoditas tersebut.

"Sistem pendataan yang benar perlu segera dibuat untuk menjadi acuan bagi Kementan, Kemendag bahkan Presiden, sebagai dasar bila akan membuat kebijakan beras," kata Anggota DPR RI Komisi IV, Ono Surono seperti ditulis Antara, Kamis (17/8/2018)

Ono mengatakan, penyediaan data yang benar bisa membuat pemerintah mengambil keputusan yang tepat, terutama apabila ingin mengambil kebijakan impor, untuk stabilisasi harga beras.

Menurut dia, kebijakan impor yang dilakukan untuk pemenuhan stok bisa berdampak pada kesejahteraan petani, padahal konsumen juga membutuhkan beras dengan harga yang wajar.

"Ketika pada saat tertentu harga beras naik tidak wajar, terlihat jelas siapa yang diuntungkan, yaitu orang-orang yang selama ini menguasai distribusi," kata politisi PDI-Perjuangan ini.

Ono juga meminta adanya perbaikan tata niaga perberasan dari sisi regulasi maupun praktik di lapangan serta evaluasi atas program cetak sawah maupun benih bagi petani yang bertujuan meningkatkan produksi dalam negeri.

"Kalau produksi beras berdasarkan laporan Kementan selalu meningkat, berarti sudah on the track. Semua program harus dievaluasi, yang belum wajib diperbaiki, yang baik harus ditingkatkan," ujarnya.

Selama ini pengadaan data beras selalu menimbulkan sengketa, karena Kementerian Pertanian mengklaim produksi mencukupi bahkan surplus, namun sejak awal tahun, impor beras juga dilakukan.

Pengamat Pertanian Khudori mengatakan selama ini tidak ada data pembanding dari instansi terkait mengenai produksi beras, karena yang memproduksi data hanya Kementerian Pertanian.

Padahal, menurut dia, metode perolehan data tersebut diragukan, karena tidak ada penghitungan secara riil untuk jumlah luasan lahan. Sedangkan, luas lahan dapat menentukan seberapa besar produksi beras.

"Pengumpulan datanya memang bukan survei lapangan. Itu tadi perkiraan-perkiraan," kata Khudori.

Meski demikian, persoalan impor tidak hanya mengacu pada produksi beras, karena ada masalah lain yaitu tidak optimalnya penyerapan Bulog karena masih rendahnya Harga Pokok Pembelian yang ditetapkan pemerintah.

"Problem utama terkait impor beras adalah kemampuan Bulog menyerap beras atau gabah hasil produksi dalam negeri," tambahnya.

Selain itu, musim kemarau di 2018 yang lebih panjang bisa menambah persoalan karena dapat menyebabkan terjadinya kegagalan panen dan berkurangnya produksi. 

 

* Update Terkini Asian Games 2018. Mulai dari Jadwal Pertandingan, Perolehan Medali hingga Informasi Terbaru dari Arena Pesta Olahraga Terbesar Asia di Sini

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Masa Panen hingga Data Konsumsi Pengaruhi Harga Beras

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution menyatakan harga beras saat ini masih bergantung pada masuknya masa panen raya. Oleh sebab itu, masih ada daerah yang harga berasnya belum sesuai dengan Harga Eceran Tertinggi (HET).

Dia menjelaskan, tahun lalu masa panen rayanya sudah terjadwal dengan baik. Namun pada 2018 masih belum bisa dipastikan.

"Sebenarnya situasi panen tahun ini tidak se-clear tahun lalu. Tahun lalu itu panen rayanya kapan itu jelas betul. Penyerapan Bulog akan terlihat dengan jelas meningkatnya seperti apa. Sekarang ini apakah April, apakah Mei," ujar dia di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa (22/5/2018).

Darmin menyatakan, selain terkait dengan harga, yang juga menjadi perhatian pemerintah adalah kemampuan Perum Bulog untuk menyerap sebanyak-banyaknya beras sebagai stok pemerintah. ‎

"Jadi situasinya adalah selain soal harga, buat kita yang paling penting berapa serapan Bulog berhasil dilakukan. Itu sangat penting sebagai indikator karena soal berapa produksi," ujar dia.

Hal lain yang menjadi masalah di Indonesia, lanjut Darmin, adalah soal data produksi dan konsumsi beras yang valid. Selama ini data dari masing-masing instansi terkait berbeda-beda. "Rasanya tiga orang diskusi bisa tiga-tiganya angkanya lain-lain," ujar dia.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.