Sukses

Tingkatkan Devisa, Pemerintah Tambah Kuota Produksi Batu Bara 100 Juta Ton

Dari tambahan kuota produksi batu bara 100 juta ton, sejumlah perusahaan batu bara siap menaikkan produksi.

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah menambah kuota produksi batu bara sebesar 100 juta ton pada tahun ini. Penambahan ini bertujuan untuk meningkatkan ekspor sehingga diharapkan dapat ‎menambah devisa negara.

Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi Publik dan Kerja Sama (KLIK) Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Agung Pribadi mengatakan‎, pemerintah telah merevisi Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB), untuk menetapkan penambahan produksi batu bara sebesar 100 juta ton dari yang ditetapkan sebelumnya 485 juta ton.

"Ini sudah ditandangan RKAB. 100 juta ton untuk tahun ini, dari 485 juta ton produksi ‎batu bara," kata Agung, di Kantor Kementerian ESDM, Jakarta, Selasa (14/8/2018).

‎Menurut Agung, dari tambahan kuota produksi batu bara 100 juta ton, sejumlah perusahaan batu bara siap menaikkan produksi. Saat ini tercatat sudah ada tambahan produksi 25 juta ton.

Dengan tambahan produksi 25 juta ton batu bara akan meningkatkan ekspor sehingga terdapat potensi penambahan devisa sebesar USD 1,5 miliar. Dia pun pengharapakan, uang hasil ekspor batubara dibawa pulang ke dalam negeri agar penambahan devisa terjadi.

"Diharapkan meningkatkan devisa USD 1,5 miliar dengan adanya peningkatan 25 juta ton. Dengan harapkan uang hasil penjualan dibawa pulang ke sini," tandasnya.

 

* Update Terkini Asian Games 2018 Mulai dari Jadwal Pertandingan, Perolehan Medali hingga Informasi Terbaru dari Arena Pesta Olahraga Terbesar Asia di Sini.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Sri Mulyani Akui Aturan Devisa RI Masih Bersifat Bebas, Beda dengan Thailand

Sebelumnya, Menteri Keuangan(Menkeu)Sri Mulyani mengakui jika Undang-Undang (UU) Devisa di Indonesia masih bersifat bebas sehingga lalu lintas devisa masih belum terkendali. Kendati demikian dia tetap meminta para pengusaha untuk membawa dan menyimpan Devisa Hasil Ekspor (DHE) ke dalam negeri.

"Indonesia termasuk yang masih sangat bebas di dalam rezim karena UU menyampaikan itu, namun untuk kebutuhan ekonomi kita sendiri, maka pentingnya membawa devisa kembali," kata Menkeu Sri Mulyani pada Senin 13 Agustus 2018. 

Dia menjelaskan, membawa pulang DHE sangat penting untuk meningkatkan suplai Dolar. Ini tentu sangat berpengaruh untuk menjaga stabilitas nilai tukar Rupiah. "Itu adalah menggunakan moral solution dan monitoring yang kita lakukan," ujarnya.

Selain itu, pemerintah juga memberikan insentif terhadap eksportir dengan syarat mereka membawa pulang Devisa Hasil Ekspor ke Tanah Air dan menyimpannya.

"Kita juga sudah bicara dengan pihak swasta para eksportir kita untuk membawa Dolarnya ke dalam negeri, tidak hanya masuk di bank dalam negeri untuk membawa devisa tetapi juga untuk stay di dalam negeri lebih lama," tambah dia.

Pengamat ekonomi, Aviliani menyatakan aturan devisa di Indonesia masih lemah. Hanya masuk sehari, Dolar Hasil Ekspor (DHE) sudah bisa dibawa keluar lagi dari Indonesia.

Kondisi tersebut berbanding terbalik dengan negara tetangga di mana valas yang masuk wajib disimpan dulu di Bank dalam beberapa waktu sebelum ditarik keluar.

Di Malaysia, valas yang masuk minimal harus disimpan di Bank selama 6 bulan. Sementara di Thailand, DHE diwajibkan dikonversi ke Thai Bhat. Kedua hal tersebut belum diberlakukan Indonesia.

Di Indonesia, valas maupun yang baru masuk dari hasil ekspor bisa langsung dikeluarkan sebab tidak ada aturan yang melarangnya. Undang-Undang hanya mengatur valas wajib masuk, namun tidak ada batasan waktu untuk menyimpannya.

"Sekarang ini kan sehari bisa keluar lagi. Saya bilang tadi, Thailand tuh berusaha menjaga 6 bulan. Jadi kalaupun masuk, 6 bulan lah," kata Aviliani, Selasa (7/8/2018).

Hal yang sama berlaku di pasar surat berharga atau portofolio. Aviliani menjelaskan saat ini asing ke Indonesia hanya mengeruk untung saja tanpa menaruh uangnya dalam waktu lama.

"Sekarang ini kan kita keluar masuk nggak karuan. Bahkan asing masuk tuh bisa seenaknya, misalnya dalam portofolio diatur aja dulu 3 bulan dulu boleh keluar lagi. Ini kan enggak, pagi dia ambil untung dia keluar lagi. Jadi dia ngambil keuntungan terus tapi tidak stay uangnya di sini kan," ujar dia.

Kendati demikian, Pemerintah juga diminta untuk tidak mempersulit saat eksportir membutuhkan Dolar saat dana yang mereka simpan belum jatuh tempo. "Kalaupum harus keluar gak apa-apa, asalkan benar-benar untuk ekspor," dia menandaskan.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.