Sukses

Orang yang Suka Memberi Nasihat Ternyata Haus Kekuasaan?

Rekan kerja yang haus kekuasaan ternyata tidak serta merta bertingkah seperti tokoh Littlefinger. Lantas, seperti apa mereka?

Liputan6.com, Jakarta - Di film-film, sosok yang haus kekuasaan sering digambarkan licik bak Count Olaf, jenius seperti Littlefinger, atau tampil paling sempurna ala Marisa Coulter. Siapa pula yang mau memiliki rekan kerja seperti mereka di kantor?

Tetapi, nyatanya para peneliti menemukan sebuah ciri yang sepenuhnya berbeda dari sifat-sifat yang disebutkan di atas terkait ciri orang yang haus kekuasaan.

Dilansir dari Quartz, sebuah studi yang diterbitkan di Personality and Social Psychology Bulletin menemukan bahwa ciri orang yang haus kekuasaan adalah terlalu sering memberikan nasihat.

"Kamu bisa meraih sebuah rasa kekuasaan dengan memberikan saran ke orang lain," kata Li Huang, asisten profesor di INSEAD dan salah satu penulis studi tersebut.

Studinya menemukan, memberikan nasihat menaikan rasa kekuasaan di dalam diri seseorang, meskipun sebetulnya tidak ada yang meminta nasihat dari orang tersebut. Si pemberi nasihat pun merasa lebih penting bila omongannya diikuti.

Masih dalam rangkaian eksperimen, grup yang ditugaskan menjadi pemberi nasihat condong merasa lebih berkuasa. Memberikan nasihat bisa mengangkat rasa berkuasa seseorang sebanyak 10 persen, kecuali bila si penerima nasihat secara eksplisit menolak nasihat yang diberikan.

Huang mengingatkan agar jangan memberikan nasihat apabila tidak diminta. "Hanya sedikit orang yang bisa tahan dengan pemberi nasihat kronis yang membuat orang tidak tahan," jelasnya.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Curhat ke Bos Bikin Karyawan Depresi Lebih Produktif Bekerja

Karyawan yang mampu berbicara terbuka tentang depresi yang dialami ke bos ternyata punya pengaruh positif. Orang-orang ini bakal lebih produktif di tempat kerja daripada mereka yang menghindari berbicara soal depresi dengan bosnya.

Fakta soal depresi ini diketahui lewat studi yang dipublikasikan di BMJ Open pada Senin, 23 Juli 2018. Para peneliti London School of Economics (LSE) menganalisis depresi di tempat kerja di 15 negara yang berbeda, termasuk Inggris. Jumlah partisipan sekitar 1.000 bos dan karyawan.

Hasil penelitian menemukan, karyawan depresi lebih banyak mengambil cuti libur kerja jika bos mereka tidak memberikan solusi dan dukungan yang memadai.

Penelitian sebelumnya menunjukkan, lebih dari 70 persen karyawan depresi menyembunyikan kondisi mereka dari orang lain.

Sebagian besar karyawan depresi cenderung menyembunyikan kondisi tersebut karena takut mengalami diskriminasi saat mencari atau sedang bekerja di suatu perusahaan.

Penelitan ini juga menguak, reaksi dari bos terkait depresi yang dialami karyawan sangat memengaruhi produktivitas kerja.

“Penelitian kami menunjukkan, para bos yang menghindari karyawan yang curhat tentang depresi, maka karyawan sendiri akhirnya menghindari pekerjaan. Bahkan ketika mereka kembali bekerja (setelah libur atau cuti), mereka tidak seproduktif biasanya,” kata peneliti Sara Evans-Lacko, sesuai dilansir dari The Guardian.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini