Sukses

Pemerintah Berupaya Genjot Produk Warga Binaan Berkualitas Ekspor

Kemendag gandeng Kemenkumham teken perjanjian kerja sama kembangkan produksi hasil karya warga binaan.

Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Perdagangan (Kemendag) dan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) meneken perjanjian kerja sama untuk mengembangkan produk hasil karya warga binaan agar memenuhi kriteria ekspor.

Penandatanganan dilakukan oleh Dirjen Pengembangan Ekspor Nasional Kemendag Arlinda, dan Dirjen Pemasyarakatan Kemenkumham Sri Puguh Budi Utami di Graha Bhakti Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kemenkumham, Jakarta, Kamis (9/8/2018).

Arlinda mengatakan, bentuk kerja sama ini dimaksudkan untuk menyinergikan program kedua kementerian dalam mengembangkan produk warga binaan agar menjadi barang yang berorientasi ekspor.

"Kami harap hasil kerja sama dapat meningkatkan kualitas desain produk warga binaan sehingga lebih eye catching dan makin bisa diterima di pasar global. Selain itu, kerja sama ini juga membekali warga binaan dengan keterampilan dan kreativitas dalam menghasilkan suatu karya produktif yang bernilai tinggi," papar dia.

Dia menyampaikan, perjanjian ini merupakan tindak lanjut nota kesepahaman kedua kementerian yang ditandatangani Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita dan Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly pada 3 April 2018.

Adapun ruang lingkup kerja sama ini mencakup peningkatan kemampuan sumber daya manusia, pengembangan desain produk dan kemasan.

Selain itu, pemberian dukungan kegiatan promosi, pemasaran, serta informasi peluang pasar ekspor yang ditargetkan untuk petugas pemasyarakatan dan warga binaan.

"Kemendag dan Kemenkumham memiliki komitmen untuk mendorong daya saing dan meningkatkan nilai tambah produk dengan kualitas ekspor, salah satunya produk hasil warga binaan pemasyarakatan," kata Arlinda.

Sebagai salah satu aspek dalam kerja sama ini, ia menambahkan, pengembangan desain dan kemasan memiliki nilai yang sangat penting bagi peningkatan daya saing produk ekspor di pasar internasional.

Seperti contoh, ia menyebutkan, produk warga binaan telah dipromosikan dalam pameran dagang internasional Trade Expo Indonesia (TEI) ke-32 pada 2017 lalu. Hasilnya, produk-produk itu mendapat apresiasi dan perhatian dari calon pembeli mancanegara.

"Pada kegiatan TEI ke-33 (24-28 Oktober 2018) nanti, Ditjen Pengembangan Ekspor Nasional (Kemendag) juga akan ikut memfasilitasi pameran produk untuk warga binaan," ujar dia.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Tiga Sektor Usaha Ini Berpotensi Dongkrak Ekspor

Sebelumnya, ada tiga hal yang bisa diupayakan pemerintah untuk genjot ekspor. Ekonom Avialiasi menuturkan, hal pertama yang bisa dilakukan untuk dongkrak pendapatan devisa adalah dengan cara memaksimalkan ekspor jasa yaitu sektor pariwisata.

"Menurut saya pariwisata belum digarap. Saat ini banyak pariwisata cuma domestik, tapi sebenarnya dari Asia tuh paling tinggi China, Jepang dan beberapa negara lain sekarang mulai muncul di sini. Jadi kita harus garap," kata Aviliani saat ditemui dalam sebuah acara diskusi di Jakarta, Selasa 7 Agustus 2018.

Dia menjelaskan, saat ini sektor pariwisata Indonesia terkesan masih dikelola dengan cara ego sektoral. Akan lebih baik jika ada koordinasi khusus yang mengurusi bidang pariwisata.

"Persoalan kita garapnya masing-masing. Akomodasi sendiri, transportasi sendiri. Ini harus membentuk tim untuk mendatangkan (wisatawan), itu devisanya besar banget," ujar dia.

Yang kedua lanjutnya, adalah pasar makanan halal. Saat ini, ekspor makanan halal terbesar dikuasai oleh negara tetangga yaitu Thailand.

Padahal sebagai negara dengan mayoritas umat beragama muslim, Indonesia mempunyai peluang untuk masuk ke pasar makanan halal.

"Kedua yang saya lihat potensi kita adalah industri berbasis pangan  yang halal ya. Sekarang Thailand yang ekspor tertinggi, harusnya kita bisa. Itu juga harus digarap," ujar dia.

Terakhir, dia menyarankan agar ada pengurangan impor bahan baku untuk industri farmasi dalam negeri. "Farmasi saya melihatnya sekarang 95 persen impor ya. Kenapa ? Karena kita masih menggunakan bahan baku impor,” ujar dia.

Padahal, Indonesia cukup kaya akan sumber obat-obatan alami. Jika bisa meniru China, bukan tidak mungkin Indonesia bisa menjadi negara yang terkenal dengan obat-obatan herbal.

"Sebenarnya kita punya herbal, seperti China itu pakai herbal itu ternyata dia mampu mengekspor terbesar juga, itu juga belum digarap. Jadi masih menungkinkan dalam waktu 5 tahun ke depan ini mengubah orientasi ekspor kita yang hanya CPO dan batu bara,” kata dia.

 

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.