Sukses

Respon Pengusaha Soal Polemik Rencana Pencabutan Harga DMO Batu Bara

Rencana pemerintah untuk mencabut aturan harga kewajiban penjualan batu bara dalam negeri mendapatkan tentangan dari berbagai kalangan.

Liputan6.com, Jakarta Rencana pencabutan peraturan kewajiban Domestic Market Obligation (DMO) batu bara oleh pemerintah menjadi sorotan berbagai pihak. Sebab, Perusahaan Listrik Negara (PLN) dinilai menjadi salah satu pihak yang terbebani karena di saat bersamaan tak ada kenaikan tarif listrik.

Direktur Eksekutif Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI), Hendra Sinadia, menilai dengan adanya pencabutan DMO batu bara tersebut tentu saja akan merugikan PLN. Dengan kata lain, kebijakan itu bisa saja akan berdampak pada kenaikan tarif listrik.

"Ini berkah juga dari batu bara karena kita mendapatkan listrik murah ya kan. Jadi berkah ini secara besar untuk masyarakat. Masyarakat ini siapa? Kita juga tentunya. Kami juga pengusaha batu bara yang bergerak di batu bara sangat berkepentingan ingin listrik murah sama kayak rakyat juga tak mau listrik mahal," ujarnya dalam diskusi media Tarik Ulur Kebijakan Domestic Market Obligation (DMO) Batubara, di Jakarta Pusat, Rabu (1/8/2018).

Hendra menyebut, di tengah situasi saat ini pemerintah perlu membuat kebijakan yang bisa mengurangi dampak dari rencana pencabutan DMO. "Kalau berbicara berkah berarti bagaimana kebijakan itu bisa memberi berkah bagi semuanya kan sebenernya itu ya. Itu sebenernya," imbuh dia.

Menurutnya, pemerintah masih mengkaji pencabutan harga batu bara dengan mempertimbangkan potensi peningkatan pendapatan negara dari kegiatan pertambangan batu bara. Sebab, dengan harga batu bara yang tengah tinggi, sumbangan ekspor sektor ini cukup signifikan pada penerimaan negara.

"Apa yang terjadi sehingga pemerintah mencoba mengevaluasi? Mungkin karena berkah dari harga komoditas tadi ternyata tidak bisa dinikmati semuanya. Dan ternyata tadi adalah kalau terjadi satu lonjakan komoditas ada pihak-pihak diuntungkan dan dirugikan," jelasnya.

Reporter: Dwi Aditya Putra

Sumber: Merdeka.com

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Pengamat Usul Benahi Industri Tambang buat Perbaiki Defisit

Rencana pemerintah untuk mencabut aturan harga kewajiban penjualan batu bara dalam negeri atau DMO Domestic Market Obligation (DMO) mendapatkan tentangan dari berbagai kalangan.

Tujuan utama dari kebijakan ini yaitu untuk memperbaiki defisit transaksi berjalan. Dengan pencabutan ini, pemerintah akan mendapatkan tambahan penerimaan negara sebesar USD 3,68 miliar.

Peneliti Publish What You Pay (PWYP) Indonesia, Rizky Ananda Wulan Sapta Rini menyambut baik apabila rencana pencabutan tersebut dapat mendorong pemasukan bagi khas negara. Namun, perhitungan tersebut dinilai tidak masuk akal, sebab apabila merujuk data Bank Indonesia menunjukkan defisit neraca pembayaran selama 2018 sebesar USD 25 milliar.

"Angka USD 3,68 miliar masih sangat kecil. Kalau pemerintah ingin menaikkan penerimaan negara dari batubara, bukan dengan jalan memberi izin baru atau membuka pintu ekspor. Tata kelola industri batubara, termasuk sistem penerimaan negaranya yang harus diperbaiki," ujar dia dalam diskusi media Tarik Ulur Kebijakan Domestic Market Obligation (DMO) Batubara, di Cikini, Jakarta Pusat , Rabu (1/8).

Rizky mengatakan, seharusnya pemerintah fokus melakukan pembenahan terhadap tata kelola industri batu bara. Berdasarkan Data Extractive Industries Transparency Initiative (EITI) pada 2016 kata dia, ribuan Izin Usaha Pertambangan (IUP) Mineral dan Batubara (Minerba) yang tercatat di Kementerian ESDM, hanya 1.654 IUP yang melakukan pembayaran Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).

"Dari 100 persen penerimaan PNBP (1.654 IUP), ternyata 94 persen di antaranya disumbang hanya oleh 112 perusahaan saja. Bagaimana bisa? Ribuan IUP Minerba yang ada di Indonesia ternyata hanya menyumbang PNBP tak lebih dari 6 persen saja dari total PNBP Minerba," ujar dia.

Direktur Eksekutif Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI), Hendra Sinadia mengatakan, dalam kebijakan tersebut seharusnya pemerintah terlebih dahulu menyamakan presepsi. "Satu hal yang pasti kita harus sama dulu. Bahwa negara kita dalam kondisi defisit neraca transaksi kita harus samakan dulu," kata Hendra.

"Ini tantangannya agak berat sehingga skema pencabutan khusus kemarin adalah salah satu upaya dibuat pemerintah agar ekspor bisa memanfaatkan untuk memperkuat transaksi berjalan," tambah dia.

 

Reporter: Dwi Aditya Putra

Sumber: Merdeka.com

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini