Sukses

Bukan Hanya RI, Penguatan Dolar Juga Bebani Negara Lain

Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) kembali bergerak melemah pada perdagangan di awal pekan ini.

Liputan6.com, Jakarta Depresiasi Rupiah dinilai masih relatif terkendali di tengah penguatan nilai tukar Dolar Amerika Serikat (AS) yang menjadi persoalan global. Penguatan Dolar tidak hanya membebani Indonesia tetapi juga negara lain. Sebab itu, pelemahan Rupiah tak bisa serta merta menyalahkannya kepada pemerintahan.

"Pemerintahan Presiden Jokowi telah melakukan langkah-langkah yang konkret dan terus-menerus untuk mengatasi masalah ini termasuk melakukan langkah koordinasi dengan Bank Indonesia selaku otoritas yang bertanggung jawab soal stabilitas nilai tukar dan OJK (Otoritas Jasa Keuangan, red) selaku pengawas industri jasa keuangan,” ujar Anggota Komisi XI DPR Mukhamad Misbakhun, Senin (16/7/2018).

Dia menuturkan, nilai tukar Rupiah terhadap Dolar AS saat Presiden Jokowi dilantik, pada 20 Oktober 2014 adalah sekitar 12.030. Dolar kemudian menguat di kisaran Rp 14.800 pada 24 September 2015. Namun kini Dolar AS berada di kisaran Rp 14.400.

Dia kemudian membandingkan depresiasi rupiah dengan mata uang negara-negara lain. Misalnya, peso Argentina (ARS). Tiga tahun lalu, Dolar AS setara dengan ARS 9,1. Tapi dua tahun silam, ARS terdepresiasi. Nilai tukar Dolar AS kemudian menjadi ARS 14,8. Setahun kemudian ARS kembali terdepresiasi. Dolar menguat menjadi setara ARS 16,8.

Sedangkan enam bulan lalu, Dolar menguat menjadi setara ARS 18,6. Bahkan sebulan silam ARS makin terdepresiasi. Dolar pun mendai menjadi ARS 25,6. Sedangkan saat ini Dolar setara ARS 27,1.

Size ekonomi Indonesia dengan Argentina memang berbeda. Tapi depresiasi ARS ini sudah mencapai 300 persen dalam tiga tahun,” ujarnya.

Demikian pula dengan rupee India (INR). Sekitar sepuluh tahun lalu nilai tukar Dolar terhadap mata uang ini setara dengan INR 42,1. Lima tahun lalu Dolar menjadi setara INR 59,3. Adapun setahun lalu, Dolar sudah menjadi INR 64,3.

Tapi sebulan silam kurs INR terhadap Dolar kian anjlok. Dolar menjadi setara INR 67,1. Berdasar catatan terkini, Dolar sudah menjadi setara 68,5.

Misbakhun juga menyinggung soal depresiasi lira Turki (TRY). Tiga tahun lalu, Dolar setara TRY 2,63. Namun pada dua tahun lalu, Dolar terkerek menjadi TRY 2,88. Setahun lalu kurs Dolar menguat kembali menjadi TRY 5,3. Sementara pada enam bulan lalu, Dolar menjadi TRY 4,65. Kini, Dolar di posisi TRY 4,84.

“Mata uang lira Turki dalam jangka waktu tiga tahun mengalami depresiasi, dari setiap Dolar AS setara TRY 2,63 menjadi TRY 4,84. Size ekonomi Turki hampir mendekati Indonesia sebagai emerging market country walaupun secara spesifik mempunyai banyak juga perbedaan dalam hal sumber daya alam, sistem ekonomi, struktur pasar dan beberapa para meter,” tutur dia.

Dia menambahkan, depresiasi yang terjadi pada ARS, INR maupun TRY menjadi bukti bahwa ada permasalahan di banyak negara emerging market.  Artinya, menguatnya Dolar  bukan persoalan Indonesia saja.

“Ini persoalan global. Tinggal adalah bagaimana persoalan tersebut di atasi dan diantisipasi dampak-dampak negatifnya terhadap perekonomian nasional,” katanya.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Rencana Kenaikan Bunga The Fed Kembali Tekan Rupiah

Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) kembali bergerak melemah pada perdagangan di awal pekan ini.

Mengutip Bloomberg, Senin )16/72018),rupiah dibuka di angka 14.393 per dolar AS, melemah jika dibandingkan dengan penutupan perdagangan sebelumnya yang ada di angka 14.378 per dolar AS.

Sejak pagi hingga siang hari ini, rupiah bergerak di kisaran 14.387 per dolar AS hingga 14.416 per dolar AS. Jika dihitung dari awal tahun, rupiah melemah 6,07 persen.

Sedangkan berdasarkan Kurs Referensi Jakartaa Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) Bank Indonesia (BI), rupiah dipatok di angka 14.396 per dolar AS, melemah jika dibandingkan dengan patokan pada Jumat lalu yang ada di angka 14.358 per dolar AS. 

"Pelemahan di awal seiring imbas masih terapresiasinya laju dolar AS dan masih melemahnya Euro," kata Analis senior CSA Research Institute Reza Priyambada dikutip dari Antara.

Pergerakan rupiah akhir pekan lalu sempat mengalami pelemahan sebelum akhirnya mampu kembali bergerak positif.

Rupiah memang sempat melemah di awal karena melemahnya Euro dan juga kenaikan inflasi yang memicu anggapan kenaikan suku bunga Bank Sentral AS atau the Federal Reserve (the Fed).

Di sisi lain, meski Bank Indonesia meminta perbankan untuk menahan kenaikan bunga kreditnya, namun Bank Indonesia juga memproyeksikan adanya surplus neraca perdagangan di bulan Juni sehingga cukup direspons positif.

Reza menuturkan, pergerakan rupiah yang mulai terapresiasi diharapkan dapat kembali terjadi seiring masih adanya sentimen positif dari dalam negeri dan dapat mengimbangi sentimen global.

"Namun demikian, masih terdepresiasinya sejumlah mata uang lainnya terhadap dolar AS patut diwaspadai imbasnya terhadap Rupiah," kata Reza.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini