Sukses

BI Prediksi Neraca Dagang Juni Surplus USD 1 Miliar

Bank Indonesia (BI) prediksi neraca perdagangan Juni akan surplus hingga lebih dari USD 1 miliar.

Liputan6.com, Jakarta - Bank Indonesia (BI) prediksi neraca perdagangan Juni akan surplus hingga lebih dari USD 1 miliar. Padahal prediksi awal BI surplus neraca perdagangan menyentuh USD 900 juta.

"Bahwa dengan data-data terakhir neraca perdagangan Juni itu akan lebih tinggi dari yang kita perkirakan sebelumnya yang semula kita perkirakan data data minggu pertama, minggu kedua surplusnya 900 juta USD, ini bisa lebih tinggi dari 1 miliar USD," kata Gubernur BI Perry Warjiyo di Gedung DPR RI, Rabu (11/7/2018).

Surplus neraca perdagangan tersebut, ia menuturkan, bisa menekan defisit neraca transaksi berjalan atau Current Account Deficit (CAD).  "Dengan perhitungan itu tentu saja nanti kita lihat kita kalkulasi berapa CAD di kuartal II," ujar dia.

Dia juga mengingatkan, defisit transaksi berjalan  hingga akhir tahun 2018 tidak akan lebih dari 2,5 persen.

"Tapi sudah jauh-jauh hari kita mengingatkan CAD secara musiman di kuartal II lebih tinggi. Tidak usah kaget, tidak usah risau itu ada secara musiman yang akan turun di Kuartal II maupun III. Secara keseluruhan tahun  2018 itu tidak lebih dari 2,5 persen dari PDB," ujar dia.

 

Reporter: Yayu Agustini Rahayu

Sumber: Merdeka.com

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Ada Perang Dagang, Defisit Neraca Perdagangan RI Bakal Berlanjut

Sebelumnya, perang dagang yang terjadi antara Amerika Serikat (AS) dan China akan membuat defisit neraca perdagangan Indonesia berlanjut hingga semester II 2018. Hal ini karena aksi proteksi yang diterapkan ke dua negara akan ‎menghambat ekspor sejumlah komoditas unggulan Indonesia.

Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Bhima Yudhistira Adhinegara mengatakan, komoditas unggulan ekspor yang akan terkena dampak dari perang dagang ini yaitu minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) dan karet.

"Secara spesifik dampak proteksi dagang beberapa negara seperti AS, China akan memukul ekspor komoditas unggulan seperti CPO dan karet," ujar dia saat berbincang dengan Liputan6.com di Jakarta, Selasa 10 Juli 2018.

Dia mengungkapkan, sebelum adanya perang dagang, pertumbuhan ekspor CPO Indonesia sudah minus hingga 15 persen. Adanya perang dagang dikhawatirkan akan membuat ekspor komoditas ini semakin anjlok.

"Sebelum realisasi perang dagang saja ekspor CPO sudah minus 15,6 persen, sementara karet anjlok 21,4 persen. Padahal kedua komoditas primer tersebut berkontribusi sebesar 16 persen dari total ekspor nonmigas," kata dia.

Menurut dia, posisi Indonesia yang berada di rantai pasok paling bawah sebagai pemasok bahan baku industri menjadi sebab utama kenapa Indonesia rentan terhadap perang dagang.

"Kesimpulan akhirnya defisit perdagangan sangat mungkin berlanjut di semester II. Karena ekspor melambat, sementara impornya naik maka permintaan valas semakin tinggi ujungnya rupiah rentan terdepresiasi," tandas dia.

 

 Saksikan video pilihan di bawah ini:

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.