Sukses

Harga Minyak Naik Dibayangi Kekhawatiran Pasokan Libya dan Norwegia

Persediaan minyak mentah AS turun pada minggu lalu sebesar 6,8 juta barel, menurut data dari kelompok industri American Petroleum Institute.

Liputan6.com, New York - Harga minyak mentah dunia naik didukung kondisi pasar saham yang lebih baik dari perkiraan dan kekhawatiran pasokan di Norwegia dan Libya. Kenaikan terjadi meskipun dipengaruhi indikasi jika Amerika Serikat (AS) mempertimbangkan permintaan keringanan sanksi minyak bagi Iran.

Melansir laman Reuters, Rabu (11/7/2018), harga minyak mentah berjangka Brent naik 79 sen menjadi USD 78,86 per barel. Sebelumnya, harga patokan minyak global mencapai sesi tertinggi di USD 79,51 per barel.

Adapun harga minyak mentah AS naik 26 sen menjadi USD 74,11, setelah mencapai posisi tertinggi USD 74,70 per barel.

Persediaan minyak mentah AS turun pada minggu lalu sebesar 6,8 juta barel, menurut data dari kelompok industri American Petroleum Institute. Penurunan itu lebih besar dari yang diperkirakan, menyebabkan harga minyak mentah berjangka naik saat penutupan. 

Analis yang disurvei oleh Reuters meramalkan bahwa stok minyak mentah turun rata-rata 4,5 juta barel.

"Kenaikan minyak mentah pada Selasa sebagian didorong oleh kondisi makro ekonomi yang positif dari penguatan ekuitas global," kata Jim Ritterbusch, presiden Ritterbusch and Associates dalam sebuah catatannya.

Ketiga indeks saham utama naik pada hari Selasa. Bahkan indeks S & P 500 membukukan penutupan tertinggi sejak 1 Februari.

Kedua patokan harga minyak mentah semapat turun dari posisi tertinggi dalam empat tahun, setelah Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo mengatakan jika negaranya akan mempertimbangkan permintaan dari beberapa negara untuk membebaskan sanksi terhadap minyak Iran.

Bulan lalu, Amerika Serikat mengatakan ingin mengurangi ekspor minyak dari produsen terbesar kelima dunia Iran pada November.

Namun, harga minyak Brent terdukung langkah pemogokan oleh ratusan pekerja di rig minyak dan gas lepas pantai Norwegia, yang mengarah ke penutupan satu ladang minyak yang dioperasikan oleh Shell.

Sementara itu, anggota Organisasi Negara Pengekspor Minyak, yang dipimpin oleh Arab Saudi, telah sepakat untuk meningkatkan output.

Namun, ada kekhawatiran bahwa hal itu akan menggunakan kapasitas cadangan global dan membuat pasar rentan terhadap penurunan produksi yang lebih jauh atau tak terduga.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Harga Minyak Sehari Sebelumnya

Harga minyak dunia naik pada penutupan perdagangan Senin, dipicu kian mendekatnya penerapan sanksi Amerika Serikat (AS) terhadap Iran dan penurunan produksi di Libya.

Harga miyak mentah AS mengakhiri sesi berombak lebih tinggi ditopang ekspektasi penghentian produksi minyak di Kanada akan berlangsung hingga September 2018.

Dilansir dari Reuters, Selasa (10/7/2018), harga minyak mentah AS atau west texas intermediate (WTI) naik USD 5 sen menjadi USD 73,85 per barel. Sementara harga minyak Brent melonjak USD 96 sen menjadi USD 78,07 per barel.

"Kami terus melihat pasar minyak didukung dengan meningkatnya kekhawatiran tentang sanksi terhadap Iran," kata Andrew Lipow, presiden Lipow Oil Associates.

Amerika Serikat menyatakan ingin mengurangi ekspor minyak dari Iran, produsen terbesar kelima dunia, menjadi nol pada November, yang akan mewajibkan produsen besar lainnya untuk memompa produksi lebih banyak minyak.

"Ada kekhawatiran bahwa peningkatan produksi Arab Saudi dan Rusia sekarang mungkin hampir cukup untuk mengimbangi - bukan hanya produksi Iran - tetapi juga gangguan pasokan yang kami lihat dari Libya, Nigeria dan Kanada," tambah Lipow.

Di Kanada, gangguan pada fasilitas produksi ladang minyak Syncrude sebesar 360 ribu barel per hari telah mengurangi pasokan ke Cushing, Oklahoma, titik pengiriman untuk minyak berjangka AS. Persediaan di Cushing mencapai titik terendah dalam 3,5 tahun pada pekan lalu.

Produksi minyak Libya telah berkurang lebih dari 50 persen menjadi 527.000 barel per hari, CEO National Oil Corporation, Mustafa Sanalla, mengatakan pada hari Senin.

“Besok akan berkurang dan lusa tidak akan lagi. Dan kita ke depan akan semakin rendah,”kata Sanalla.

Arab Saudi, sesama anggota Organisasi Negara Pengekspor Minyak (OPEC) dan sekutunya termasuk Rusia setuju bulan lalu untuk meningkatkan produksi guna meredam kenaikan harga dan mengimbangi kerugian produksi global di negara-negara termasuk Libya.

Pasar telah semakinkhawatir bahwa jika Saudi menutupi kekurangan produksi dari Iran, itu akan menggunakan kapasitas cadangan global dan meninggalkan pasar lebih rentan terhadap penurunan produksi lebih lanjut atau tak terduga.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.