Sukses

Hadapi Perang Dagang, Pemerintah Siapkan Insentif Tambahan

Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati mengatakan, di tengah kondisi seperti ini, ada industri yang butuh penurunan bea masuk bahan bakunya.

Liputan6.com, Bogor - Pemerintah berencana memberikan sejumlah tambahan insentif bagi bagi industri di dalam negeri. Hal ini dalam rangka menjaga keberlangsungan industri di tengah ketidakpastian kondisi global akibat kebijakan Amerika Serikat (AS) terhadap sejumlah negara antara lain China dan Uni Eropa.

Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati mengatakan, di tengah kondisi seperti ini, ada industri yang membutuhkan penurunan bea masuk bahan bakunya. 

"Beberapa industri membutuhkan kebijakan untuk menjaga bea masuknya, diturunkan sehingga yang disebut barang-barang yang menjadi bahan baku atau barang modal bisa lebih kompetitif, terutama untuk industri yang pabriknya sudah tua, di mana mereka masih membutuhkan impor barang modal. Apakah bisa dibebaskan bea masuknya. Kita akan melakukan evaluasi," ujar dia di Istana Bogor, Senin (9/7/2018).

Kemudian, lanjut dia, ada juga industri yang membutuhkan insentif berupa keringanan pajak dan percepatan restitusi pajak. Hal ini juga akan dipertimbangkan untuk diberikan insentif.

‎"Ada beberapa industri yang membutuhkan dukungan dalam bentuk pajak yang ditanggung pemerintah, sehingga tidak terbebani. Jadi pada prinsipnya kita akan melihat industri-industri manufaktur ini yang mana yang bisa menghasilkan barang-barang ekspor dan menghasilkan substitusi impor, dan apakah insentif yang diberikan dalam bentuk bea masuk, ataukah pajak yang ditanggung pemerintah. Dan apakah eksportir membutuhkan restitusi yang lebih dipercepat," ujar dia.

Sri Mulyani menyatakan, ‎pemberian insentif ini akan dibahas secara detail di Kantor Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian. Kemudian akan dilihat apa saja industri-industri yang membutuhkan insentif secara cepat guna menghadapi kondisi global.

"Yang disepakati oleh Menperin, Mendag, akan dibahas oleh menko perekonomian, dan kami tentu akan di situ dan kita lihat kesiapannya industri mana yang paling cepat reaksinya terhadap instrumen itu, seberapa urgent mereka, nanti kita kihat dalam rapat dengan Menko,” kata Sri.

"Begitu kita identifikasi itu adalah suatu yang bisa dilakukan cepat dan sangat bisa membantu dunia usaha, maka kita lakukan. Kalau tidak membutuhkan perubahan PP (Peraturan Pemerintah) hanya perubahan PMK bisa relatif sangat cepat, karena itu langsung di bawah saya," tambah dia.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Bahas Perang Dagang, RI Kirim Tim Khusus Temui Presiden Trump

Sebelumnya, Amerika Serikat (AS) bakal mengenakan tarif bea masuk 124 produk asal Indonesia. Padahal Indonesia merupakan salah satu negara Generalized Sisytem of Preference (GPS) dari pemerintah AS, yaitu negara yang mendapat fasilitas keringanan bea masuk dari negara maju untuk produk-produk ekspor negara berkembang dan miskin.

Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan (Kemendag) Oke Nurwan mengatakan, Kemendag akan mengirim tim ke AS untuk mempertahankan perlakuan GSP terhadap Indonesia. Tim khusus ini akan berangkat pada akhir Juli 2018.

"Nanti itu kan dikaitkannya dengan GSP kita di-review. Ya kita akan kirim tim ke AS untuk negosiasi supaya fasilitas GSP kita tetap dipertahankan ya kan," ujar Oke di Gedung Kementerian Koordinator bidang Perekonomian, Jakarta, Senin , 9 Juli 2018.

"Kemungkinan akhir Juli berangkatnya. Tapi yang lain saya belum bisa sampaikan yang kaitannya di GSP yang akan di-review itu. Kita sudah memutuskan akan kirim tim," ia menambahkan.

Oke mengatakan salah satu perwakilan yang akan dikirimkan adalah dari Kementerian Pertanian. "Nanti karena ada Kementan kan kita dipermasalahkan juga pertanian. Jadi negosiasi nya apa yang akan kita bawa," jelasnya.

Sementara itu, Ketua Tim Ahli Wakil Presiden Sofyan Wanandi memastikan Kementerian Perdagangan adalah salah satu perwakilan yang akan dikirimkan untuk melakukan penyelesaian negosiasi tersebut.

"Jadi Menteri Perdagangan kita tentu akan kirim dan kedutaan kita sudah bekerja juga di sana untuk menjelaskan.Terutama Kementerian Perdagangan tentu dibantu sama yang lain lain. tapi Kementerian Perdagangan dan departemen luar negeri yang menjadi ujung tombaknya untuk menyelesaikan," kata dia.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

 

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.