Sukses

Antisipasi Dampak Perang Dagang, Pemerintah Genjot Investasi

Pemerintahan Donald Trump resmi memulai perang dagang dengan diberlakukannya tarif sebesar USD 34 miliar kepada produk-produk asal China.

Liputan6.com, Jakarta - Perang dagang yang terjadi antara Amerika Serikat (AS) dan China memberikan dampak pada negara-negara berkembang, termasuk Indonesia. Salah satu terhadap masuknya investasi ke dalam negeri.

Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Thomas Lembong mengatakan, adanya perang dagang menimbulkan ketidakpastian kondisi ekonomi global. Ini membuat investor menahan diri untuk menanamkan modalnya di negara-negara berkembang seperti Indonesia.

"Mungkin dampak kepada investasi terutama melalui jalur sentimen dan kepercayaan. Tentunya perang dagang dapat menimbulkan ketidakpastian. Kalangan pengusaha dan investor itu paling sensitif, paling peka terhadap ketidakpastian. Kita harus menyiapkan insentif tambahan untuk menanggapi dan menanggulangi dampak kepada sentimen investor," ujar dia di Istana Bogor, Senin (9/7/2018).

Namun demikian, lanjut dia, pemerintah terus berupaya menarik investasi sebanyak-banyaknya ke dalam negeri, khususnya untuk investasi d industri hulu yang mampu menyerap modal tinggi seperti di industri petrokimia.

"Lalu petrokimia, mungkin sudah hampir di tangan beberapa megaproyek petrokimia. Dari total kebutuhan petrokimia dan plastik kita, lebih dari separuh itu masih impor," kata dia.

Jika proyek-proyek investasi ini bisa berjalan lancar, maka bukan hanya meningkatkan pertumbuhan investasi tetapi juga mendorong ekspor dan menekan impor.

"Kalau kita bisa mempercepat realisasi investasi megaproyek ini, ini bisa kena tiga-tiganya, investasi masuk, arus modal masuk, ekspor meningkat dan impor dikurangi demi menjaga kestabilan atau kewajaran neraca dagang. Industri hulu itu cenderung investasi sangat besar. Sekali dapet langsung puluhan triliun," tandas dia.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

China Siap Melawan Donald Trump

Pada Jumat (6/7/2018), Pemerintahan Donald Trump resmi memulai perang dagang dengan diberlakukannya tarif sebesar USD 34 miliar kepada produk-produk asal China. Kementerian Perdagangan China mengaku siap melawan.

Menurut lansiran CNBC, Kementerian Perdagangan China menyatakan tidak punya pilihan lain selain melawan balik. Pihak kementerian menambahkan bahwa langkah Amerika Serikat (AS) dapat merusak rantai suplai dan nilai global, ditambah dengan membuat pasar bergejolak.

Seraya ingin tampil berbeda dengan Trump, pihak China mengklaim akan terus melakukan reformasi domestik dan membuka diri. Sebelumnya, Presiden Donald Trump menolak istilah perang dagang, sebab menurutnya perang tersebut sudah terjadi, dan AS sudah kalah.

"Kita tidak sedang dalam perang dagang dengan China, perang tersebut sudah dibuat kalah bertahun-tahun lalu oleh orang-orang bodoh atau tak kompeten yang mewakili AS," ujar Trump di akun Twitter-nya pada awal April lalu.

"Sekarang kita memiliki Defisit Dagang sebesar USD 500 miliar dalam setahun, ditambah kerugian Pencurian Hak Kekayaan Intelektual sebesar USD 300 miliar. Kita tak bisa membiarkan ini berlanjut!" pungkasnya.

Langkah sanksi ini tetap dilaksanakan Trump meski ia sempat memuji Xi Jinping sebagai sahabatnya.  Pihak China pernah mengancam membalas tarif ke produk AS seperti kacang kedelai. Trump tidak bergeming pada ancaman itu, malah pemerintahannya menyebut siap menambah tarif sampai USD 500 miliar.

Selama ini Trump memang selalu mengeluhkan nasib perdagangan AS yang ia anggap selalu dirugikan negara lain, baik itu negara sekutu maupun musuh. Selain China, negara-negara lain yang terancam kena sanksi tarif Trump adalah Kanada, Meksiko, dan Uni Eropa. Bahkan, Indonesia pun disebut bisa terimbas perang dagang ini.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.