Sukses

Pemerintah Putuskan Tak Ubah APBN 2018

Pemerintah memutuskan untuk tidak mengubah Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) untuk paruh kedua tahun ini.

Liputan6.com, Bogor - Pemerintah memutuskan tidak mengubah Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) untuk paruh kedua tahun ini. Padahal pada tahun-tahun sebelumnya asumsi-asumi dalam APBN selalu direvisi sehingga menjadi APBN Perubahan (APBNP).

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyatakan, keputusan untuk tidak melakukan perubahan pada APBN sesuai dengan arahan dari Presiden Joko Widodo (Jokowi). Hal ini lantaran postur APBN dinilai masih cukup baik dan sesuai dengan kondisi saat ini.

"Katena postur APBN cukup baik dan tidak mengalami deviasi yang besar dari sisi jumlah penerimaan negara dan jumlah belanja negara, dan defisit lebih kecil dari yang direncanakan, maka Bapak Presiden menyampaikan bahwa untuk APBN 2018 ini kita tidak melakukan APBN Perubahan. Dan laporan ini akan kami sampaikan pada dewan (DPR) untuk dibahas pada pekan depan dengan DPR," ujar dia di Istana Bogor, Senin (9/7/2018).

Dia mengungkapkan, pada 2018 ini keseluruhan penerimaan negara diperkirakan mencapai Rp 1.903 triliun dibandingkan dengan asumsi awal pada APBN 2018 yang sebesar Rp 1.894 triliun. Dalam hal ini pendapatan negara diperkirakan adalah lebih tinggi sedikit dari perkiraan yaitu Rp 8,3 triliun. 

Sedangkan dari sisi belanja negara, diperkirakan hingga akhir tahun dengan penyerapan sekitar 95 persen-96 persen, termasuk tinggi dari yang biasanya hanya sekitar 93 persen, akan mencapai Rp 2.217,3 triliun. 

"Dalam hal ini hanya berbeda Rp 3,4 triliun dibandingkan APBN 2018 yang dalam UU Rp 2.227 triliun. Jadi dalam hal ini karena belanjanya hampir sama hanya berbeda Rp 3,4 triliun dan pendapatan negara lebih tinggi Rp 8,4 triliun. Maka kita memperkirakan defisit anggaran untuk keseluruhan tahun anggaran 2018 hanya sebesar Rp 314,2 triliun. Angka ini lebih kecil dari UU APBN  yang sebesar Rp 325,9 triliun. Jadi nominalnya mengecil,"  ujar dia.

Sementara untuk asumsi lain seperti nilai tukar rupiah, harga minyak dan pertumbuhan ekonomi juga dinilai masih sejalan dengan APBN 2018. 

"Dari sisi keseimbangan primer, outlooknya untuk seluruh 2018 adalah Rp 64,8 triliun negatif. Namun ini lebih kecil awal sebesar Rp 87,3 triliun. Itu yang kita lihat berdasarkan, pertama, kurs yang berubah. Kita perkirakan di semester II sekitar Rp 14.200 secara rata-rata. Harga minyak sudah mencapai di atas USD 70 yaitu USD 73 (per barel) dan dari sisi growth adalah 5,2 persen," ujar dia.

 

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Sri Mulyani Minta Belanja Negara Rp 2.220 Triliun Dikelola Secara Transparan

Sebelumnya, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menjelaskan, pentingnya melakukan perbaikan dalam proses pengadaan barang dan jasa di pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Hal tersebut disampaikan dalam sosialisasi Peraturan Presiden nomor 16 tahun 2018 mengenai Pencegahan Korupsi di bidang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah.

Sri Mulyani mengatakan, jumlah anggaran belanja negara tahun ini sebesar Rp 2.220,7 triliun. Dari jumlah tersebut, sebesar Rp 1.454,5 triliun dialokasikan untuk belanja pemerintah. Dana yang cukup besar ini harus dapat dikelola dengan baik dan transparan dalam menunjang perekonomian melalui belanja.

"Bagaimana negara mampu untuk menunjang perekonomian melalui belanja negara yang bisa meng-create bisnis, baik yang skala besar maupun sampai yang skala kecil," ujar Sri Mulyani di Kantor Kementerian Keuangan, Jakarta, Kamis 28 Juni 2018.

Sri Mulyani melanjutkan, belanja negara yang cukup besar harus mampu menciptakan keadilan bagi pelaku ekonomi dan masyarakat. Menurutnya, keadilan dalam pengadaan barang dan jasa merupakan suatu instrumen yang penting di dalam mewujudkan cita-cita Negara Republik Indonesia.

"Suatu negara yang anggarannya besar, namun dari sisi pengadaannya dilakukan tidak mengikuti tata kelola yang baik dan prinsip persaingan yang sehat dan adanya yang disebut level playing field dan keadilan, maka negara tersebut akan menciptakan iri hati," jelasnya.

"Dan tentu saja dalam hal itu ketimpangan dari sisi pelaku ekonomi. Jadi saya tidak under estimatebahwa upaya kita terus-menerus untuk memperbaiki proses pengadaan dan barang jasa itu tidak hanya sekedar untuk menciptakan yang disebut penghematan atau perbaikan dari sisi belanja," ujar Sri Mulyani. 

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

 

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.