Sukses

Alasan Bandara Tetap Tutup Usai Erupsi Gunung Agung

Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Daya Mineral (ESDM) menjelaskan sebab penutupan beberapa bandara, akibat peningkata‎n aktivitas Gunung Agung.

Liputan6.com, Jakarta - Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Daya Mineral (ESDM) menjelaskan sebab penutupan beberapa bandara, akibat peningkata‎n aktivitas Gunung Agung. Penutupan beberapa bandara terjadi meski saat ini ditetapkan masih berada di level tiga atau siaga.

Kepala Badan Geologi, Kementerian Energi Dan Sumber Daya Mineral (Kementerian ESDM) Rudi Suhendar mengatakan, saat aktivitas Gunung Agung kembali meningkat pada Kamis malam 28 Juni 2018, abu erupsi Gunung Agung tertiup angin ke arah barat daya menuju kota Denpasar‎, kondisi ini membuat  aktivitas penerbangan dihentikan.

"Abu ke barat daya melewati Denpasar Ngurahrai," kata Rudi, di Kantor Kementerian ESDM, Jakarta, Jumat (29/6/2018).

Rudi melanjutkan, saat ini pergerakan abu vulkanik dari erupsi yang terjadi Kamis malam bergeser ke arah barat dan barat daya dari kawah Gunung Agung atau ke arah Jawa Timur. Kondisi ini membuat bandara di wilayah Jember dan Banyuwangi ‎Jawa Timur tutup.

"Sekarang posisinya dibagian Timur Jawa, Banyuwangi dan Jember. Sehingga ada NOTAM buat Bandara Jember dan Banyuwangi," tutur Rudi.

Rudi mengatakan, meski saat ini posisi abu sudah bergeser dari selatan ke barat tetapi Bandara Ngurah Rai Bali masih menutup penerbangan. Ini sebab jalur lalu lintas udara berada di sisi bara‎t. Sedangkan daratan Bali khususnya wilayah sekitar Gunung Agung, tidak terlalu berdampak hujan abu, karena posisi abu di ketinggian 15 ribu feet.

"Bandara Ngurahrai tetap tutup karena jalur barat merupakan lintasan penerbangan,"‎ujar dia.

Rudi memastikan, abu vulkanik Gunung Agung tidak mengarah ke wilayah Timur Indonesia, karena berdasarkan pantauan dari Satelit Himawari saat ini hembusan angin membawa abu ke barat dan barat daya.

"Ke Nusa Tenggara Timur nggak‎. Pergeraka‎n ke barat dan barat daya," kata dia.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Gunung Agung Siaga 3, Bali Tetap Aman Dikunjungi

Sebelumnya, Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menetapkan Gunung Agung di Bali berstatus siaga atau level 3. Ini setelah Gunung Agung kembali mengalami erupsi pada Kamis malam 28 Juni 2018. Meski demikian, Bali dinilai masih aman untuk dikunjungi masyarakat.

Kepala Badan Geologi, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Rudi Suhendar mengatakan, setelah hampir 24 jam aktivitas vulkanik Gunung Agung mengalami peningkatan letusan embusan, sejak empat jam terakhir diinformasikan frekuensi dan amplitudo erupsi Gunung Agung telah menurun drastis.

"Pada 27 Juni 2018, pukul 22.00 Wita terjadi erupsi pertama yang membuka rekahan di dasar kawah menjadi lebih besar. Rekahan tersebut menjadi jalan terjadinya erupsi secara terus-menerus, hingga pukul 12.00 Wita esok harinya. Namun, sejak pukul 01.00 dini hari tadi frekuensi dan erupsi Gunung Agung sudah menurun drastis,” kata Rudi, di Kantor Kementerian ESDM, Jakarta, Jumat 29 Juni 2018.

Rudi menjelaskan, intensitas emisi abu teramati mengalami penurunan yang ditunjukkan dengan warna asap yang teramati dominan berwarna putih. Penurunan intensitas emisi abu mengindikasikan bahwa sistem telah terbuka.

Embusan asap putih yang masih teramati saat ini berasal dari aktivitas efusi lava‎.‎ Fenomena emisi gas dan abu yang terjadi secara menerus dari kemarin hingga saat ini, merupakan bagian dari erupsi yang terjadi secara efusif yaitu berupa aliran lava segar ke dalam kawah, sehingga menciptakan pertumbuhan kubah lava. Laju penambahan volume lava belum dapat diketahui dan masih menunggu informasi dari citra satelit.

Berdasarkan analisis data secara keseluruhan, dapat disimpulkan bahwa hingga saat ini aktivitas Gunung Agung masih berada dalam level 3 atau siaga. Atas penetapan tersebut maka Badan Geologi menyatakan Bali tetap aman dikunjungi, karena abu erupsi melayang di udara ketinggian 15 ribu feet.Namun saat ini Pulau Dewata tersebut belum bisa diakses transportasi udara, karena lalu lintas udara masih tertutup abu.

"Abunya di Karangasem sendiri yang dekat (dengan Gunung Agung) tidak banyak,‎ itu melayang di udara," tuturnya.

Namun, dia mengimbau m‎asyarakat di sekitar Gunung Agung dan wisatawan untuk tidak berada, di zona perkiraan bahaya di seluruh area di dalam radius 4 km dari Kawah Puncak Gunung Agung.

‎Masyarakat yang bermukim dan beraktivitas di sekitar aliran-aliran sungai yang berhulu di Gunung Agung diminta mewaspadai potensi ancaman bahaya sekunder, berupa aliran lahar hujan yang dapat terjadi terutama pada musim hujan dan jika material erupsi masih terpapar di area puncak.

"‎Masyarakat agar tetap tenang, tapi tetap menjaga kesiapsiagaan karena aktivitas Gunung Agung belum kembali normal," tuturnya.

Badan Geologi melalu Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi akan terus memonitor aktivitas Gunung Agung, untuk mengevaluasi potensi ancaman bahaya erupsi antar waktu. Jika terjadi perubahan yang signifikan maka status aktivitas Gunung Agung atau pun rekomendasinya dapat dievaluasi kembali.

"Masyarakat diminta untuk tetap tenang, karena letusan embusan yang terjadi tidak serta merta meningkatkan status Gunung Agung tersebut," kata dia.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.